SM-13

1.3K 110 0
                                    

"Muka lo kok pucet sih?" Tanya Kevin menempelkan telapak tangannya di kening Ali.

"Gue berasa kita itu homo, malu sama orang lain yang lagi ngeliatin kita, Vin." Ali menepis tangan Kevin yang bersemayam di keningnya.

"Tapi lo demam, Li." Ujar Kevin khawatir.

Sebenarnya, Ali hanya berlibur ke Amerika untuk menata kembali hatinya yang semberawut karena cobaan di masa lalu. Perihal kabar tentang Ali akan pindah ke Amerika itu hanya akal-akalan Jessica dan Dahlia yang ingin melihat respon Prilly tentang hilangnya Ali dalam kehidupan Prilly.

"Gue gapapa kali, entar minum obat sembuh kok. Tenang aja," ujar Ali mencoba meredakan kekhawatiran Kevin yang semakin mirip seperti ibu yang khawatir dengan anaknya yang sedang demam.

"Degil sih lo," gerutu Kevin sebal.

"Lagian lo aneh banget, orang cuma demam biasa. Mending sekarang kita lunch bareng." Padahal Ali baru saja meninggalkan tanah kelahirannya lebih kurang dua minggu rasanya ia sudah seperti menetap di Amerika dua tahun.

--------------------------------------------------------------------

"Muka lo makin pucet, Li. Lo tunggu disini bentar ya, gue beli obat dulu." Kevin menghentikan kendaraan beroda empat yang dikendarainya di depan sebuah apotek.

Ali hanya mengangguk, ia merasakan pusing yang tak dapat dirangkai menjadi sebuah sajak. Rasanya kepala Ali berputar-putar mengobrak-abrik isi kepalanya. Pusing, nyeri, meriang, itulah yang dirasakan Ali saat ini.

Padahal semalam dirinya baik-baik saja, entah angin apa yang menerobos tulangnya hingga sakitnya terasa bertubi-tubi. Ali mengedarkan pandangannya ke luar jendela mobil, namun yang dapat ia lihat hanyalah kendaraan yang berputar-putar.

Ali mencoba memejamkan matanya berharap sakitnya bisa sedikit terobati. "Dingin," desis Ali memeluk tubuhnya sendiri.

"Li," panggil Kevin panik melihat mata Ali terpejam.

"Li, bangun Li. Gue udah beliin obat nih, diminum dulu." Kevin mengguncang lengan Ali sedikit kencang.

Kevin yang tak kehabisan akal menepuk pipi Ali, "Li!"

"Engh..dingin," lenguh Ali meringkuk mendekap tubuhnya sendiri.

"Li, diminum dulu obatnya." Kevin mematikan seluruh pendingin mobil lalu membuka bungkus obat di pegangannya.

"Ini diminum dulu, Li." Kevin menyandarkan kepala Ali di lengannya sambil menyodorkan sebuah botol air mineral dan sebutir pil obat.

"Makasi, Vin," ujar Ali tulus.

Kevin hanya mengangguk, "ya udah sekarang kita pulang, ya."

----------------------------------------------------------------------

"Gue mau sekolah," elak Ali tegas.

"Ngeyel banget sih dibilangin," cerca Kevin.

"Orang mau menuntut ilmu gak boleh ditahan-tahan," kata Ali sok benar.

"Sok iye lo, lagian kalo lo emang sungguh-sungguh dateng ke sekolah buat nuntut ilmu, nilai lo gak bakal kebakaran. Ketemu Prilly-nya bisa besok-besok lagian dia gak bakal tiba-tiba ngilang kok." Ujar Kevin memberi pengertian kepada Ali.

Bahkan saat ini suhu tubuh Ali belum benar-benar normal, tetapi Ali tetap bersikukuh ingin pergi ke sekolah.

"Please, gue mohon, Vin. Gue rindu banget sama dia, entar kalo gue gak tahan gue pulang deh." Kevin yang tak tega melihat mata sendu Ali hanya bisa mengangguk pasrah.

"Tapi, inget kalo lo gak tahan, lo harus bilang biar gue anter pulang," pesan Kevin.

"Iya, iya." Ali hanya mengangguk malas.

Ali dan Kevin berjalan beriringan keluar dari rumah Ali, semalam Kevin memutuskan untuk menginap di rumah Ali. Udah lama gak main ke rumah Ali, ujar Kevin beralasan.

"Jadi, ada kabar apa tentang sekolah selama gue gak ada?" Tanya Ali menoleh ke arah Kevin.

"Kabar tentang sekolah atau tentang Prilly?" Goda Kevin membuat Ali salah tingkah.

"Salting pulak lo," lanjut Kevin terkekeh.

"Kabar Prilly di sekolah," ralat Ali cepat.

"Iya, gitu deh. Gue jarang liat Prilly, dia kayak makin lama makin jauh gitu. Dan gue liat akhir-akhir ini dia jarang bareng sama Jessica," terang Kevin.

"Hah? Masa sih?" Tanya Ali tak percaya.

"Masa apanya? Ya kali, gue bohongin lo." Kevin membuka pintu mobilnya. Ali mengitari mobil Kevin lalu duduk manis diatas jok mobil Kevin.

"Gue juga bingung dari tadi gue ngomongin apaan, efek demam jadi ngelantur kali ya." Ali menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak terasa gatal. Kevin hanya mengangguk membenarkan ucapan Ali.

Kevin menjalankan mobil membelah padatnya jalanan, Ali hanya diam tak berniat angkat bicara. Kepalanya tiba-tiba berdenyut hebat, Kevin yang merasa keadaan Ali semakin parah memutar balik kemudi mobil.

"Lo gapapa?" Tanya Kevin.

Bahkan Ali sama sekali tidak tahu bahwa Kevin telah memutar balik kemudi menuju dokter umum setempat.

"Engga kok, udah fokus aja ke jalanan. Gue baik-baik aja, gak usah khawatir banget. Gue berasa kayak punya pacar aja deh, ada yang khawatirin." Bahkan disaat tegang seperti ini Ali masih sempat melemparkan candaan garingnya.

"Gimana gak khawatir coba? Lo dari semalem keringat dingin mulu, udah itu lo ngelindur minta maaf." Kevin benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Ali, demam tinggi seperti ini dibilang enggak kenapa-napa? Bagaimana kalau terkena stroke mungkin itu baru dianggap demam biasa oleh Ali.

------------------------------------------------------------------

"Mending lo istirahat dulu di rumah, entar kalo udah baikan baru deh ke sekolah. Jangan suka ngeyel kalo dibilangin, Li." Kevin benar-benar kesal dengan tingkat keras kepala Ali yang sudah akut.

Saat tadi sudah sampai di depan tempat praktek dokter umum pun, Ali sama sekali tidak mau turun dari mobil. Dengan ancaman Kevin akan memberitahu Prilly bahwa Ali sedang sakit, barulah Ali buru-buru mengikuti kemauan Kevin. Sebenarnya, Ali tak benar-benar yakin bahwa Prilly akan khawatir padanya.

Dan saat dokter mengatakan bahwa Ali terserang gejala tifus, respon Ali sangat santai. Kevin yang mendengar penuturan dokter saja sudah bergidik ngeri, sedangkan si penderita malah sama sekali tidak memikirkan dampak penyakitnya.
.
.
.
.
.
Tbc..!
Please vote⭐️ and comment📨

Seputih Melati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang