Dear Diary,
Apa salah gue? Kenapa penantian gue selama ini malah berujung menyakitkan? Disaat gue harus milih antara sahabat dengan orang yang selama ini gue tunggu-tunggu bisa membalas perasaan gue? Susah? Ya, jelas. Kenapa harus dia? Kenapa harus sahabat gue sendiri? Gue sedih liat sahabat gue sedih. Gue juga pengen liat sahabat gue bahagia. Tapi bukan berarti orang yang bikin dia bahagia itu orang yang selama ini gue sayang kan? Apa cinta itu emang harus berkorban? Apa udah saatnya gue mulai melupakan semua perasaan gue sama dia? Haha. Boeleh nggak sih gue egois sedikit kalau masalah cinta? Gue cuma takut, dia jadi ngelupain gue, jarang ada waktu untuk gue, dan mengesampingkan gue. Gue takut dia yang dulu emang bener-bener bakalan pergi...
***
Via POV
Rasanya hari ini aku malas sekali sekolah, kalau tidak karena ada ulangan mungkin aku lebih memilih istirahat dirumah. Saat kemarin Rega meninggalkanku untuk mengantarkan Aulia pulang, aku menunggu Bus dengan perut lapar. Aku baru sadar kalau ternyata aku belum makan seharian, jadi jelas saja cacing-cacing diperutku berteriak minta dikasih makanan. Menyebalkannya, ketika turun Bus, hujan pun turun sangat deras. Bodohnya, aku tidak membawa payung dan resikonya aku harus masuk kedalam komplek dengan hujan-hujanan. Yap. Jadilah badanku sekarang rasanya lemas dan flu berat.
"Via, hari ini kamu sekolah? Kelihatannya muka kamu pucat sekali." Komentar mama saat melihatku turun tangga dengan tidak bersemangat.
"Hari ini ada ulangan kimia ma, jadi gak mungkin izin. Lagian cuma flu doang kok, ma." jelasku sambil menggigit roti yang ada di tanganku.
"Kakaaa buruan! Kak Rama udah dateng tuh!" Teriak Dimas heboh -kebiasaannya kalau melihat Rama datang-
"Yaudah ya ma, Via sekolah dulu. Daaa mama."
"Iya, hati-hati ya sayang."
Sepanjang perjalanan, aku hanya memilih untuk diam. Entah kenapa sejak kejadian kemarin, moodku rasanya memburuk terus.
"Kenapa diem aja daritadi?"
"Gapapa." Mendengar suaraku yang mendengung, Rama langsung bertanya "Kenapa suaranya gitu? Flu?"
"Gapapa, kemarin habis kehujanan aja."
"Oh yaampun maaf. Gara-gara aku gak bisa jemput kamu ya jadi kamu harus kehujanan dan sekarang sakit? Aku anter ke dokter aja?"
"Gapapa, gak usah kali. Nanti juga sembuh sendiri."
"Hm... kamu marah?"
"Hah? Gak."
Hening. Nggak ada jawaban lagi. Sepertinya Rama bingung harus memulai topik apa lagi, karena jawabanku singkat padat dan dia juga sepertinya mengerti kalau mood aku sedang tidak baik -biasanya kalau aku seperti ini, berarti lagi badmood dan dia sudah hafal sifatku ini-
***
"HAAAAAAAH?!!! KALIAN JADIAN? KOK BISA?"
Sesampaiku dikelas, ternyata keadaan kelas sedang ramai. Padahal niatnya aku ingin tidur sebentar sebelum menunggu bel masuk, tapi ternyata tidak bisa dan harus melupakan niatku tadi. Ternyata yang ramai itu meja kelima sahabatku.. Ada rasa penasaran sih, tapi aku malas sekali ingin ikut begabung karena kondisi tubuhku yang sedang tidak fit ini. Aku paksakan memejamkan mata sebentar sampai akhirnya bel pun berbunyi dan rasa penasaran pun masih menggentayangi otak-ku.
***
"Woooooi nek bro, kemana aja lo seharian gue cariin juga!!!" Suaranya sudah tidak asing. Yap benar saja, Rega yang menepuk pundakku.
"Dikelas, lagi nggak enak badan. Kenapa? Mau minta maaf kemarin udah ninggalin gue? Haha udah dimaafkan kok." Oceh-ku panjang lebar, tapi......
"Yeee masa gitu doang gue harus minta maaf?" Nah, bodoh lo ngomong apa, Via. Kan jadi nyesek denger jawabannya begitu, tapi ternyata Rega belum selesai melanjutkan ucapannya "Lo kan udah biasa pulang naik bus gitu hahaha kalau Aulia kan lagi broken gitu jadi kasian kalau pulang sendiri dengan kondisi kacau begitu." Ya. Benar juga, Aulia memang lebih pantas diantarkan pulang ketimbang aku. Haha. Berarti menurut dia, aku tidak sedang kacau? Tidak kacau melihat kejadian kemarin? Sudahlah.. Mungkin dimata dia, aku wanita strong yang tidak pernah merasakan sakit hati? Mungkin menurutnya aku wanita berhati baja? Ok ok, abaikan semua ucapanku barusan.
"Iya, hehe. Gue kemarin kehujanan pas turun bus." Sengaja aku bilang seperti itu karena ingin tau respon dia. Kangen sekali rasanya dikhawatirkan oleh lelaki ini. Apa dia masih akan mengkhawatirkanku?
"Gapapa kali-kali, biar lu gak usah mandi lagi pas nyampe rumah. hahaha bercanda ya neeeek bro."
"Sial, Haha iyaaa" fake smile? Udah keberapa kalinya aku harus memaksakan bibirku untuk tersenyum padahal hatiku sedang terluka? Terluka mendengar jawabannya. Terluka dengan sikapnya yang sekarang.
"Sayaaang, ayuk pulang." Tegur Rama dari balik kaca mobilnya.
"Reg, gue balik dulu ya. Lo gak balik?"
"Nanti. Gue lagi nungguin Aulia, kan calon pasangan baru hahaha. Lo gak ngucapin congrast atau apa gitu nih? Fine banget sahabat lagi seneng jugaaa."
Aku kaget. Kecewa. Perasaanku campur aduk sekali rasanya. Ingin cepat-cepat sampai rumah dan menghempaskan tubuh ke kasur. Lelah. Mengapa cobaan-ku seberat ini? Aku tidak ingin mengeluh, tapi aku mohon jangan berikan masalah yang bertub-tubi seperti ini. Sungguh, aku tidak kuat.
"Ohh yaa, congrast! Akhirnya sahabat gue jadian juga sama sahabat gue(?) haha lucu ya." Ok senyum fake lagi?
***
"Kamu kenapa sih udah seharian ini kayaknya ngehindar dari aku banget? Kamu masih marah gara-gara kemarin aku gabisa jemput kamu?" Tanya Rama setelah sekian lama hening.
"Gapapa, aku cuma lagi gak enak badan. Salah?"
"Tapi, sifat kamu ke aku beda kayak ke yang lain."
"Ke yang lain? Siapa? Terus gue harus gimana?"
"Sifat kamu ke aku dan ke Rega itu beda! Rega sahabat kamu kan? Tapi kenapa kamu lebih mengistimewakan dia dibanding aku? Kamu kira aku tuh gak merhatiin kamu selama ini? Aku tuh tau gimana kamu memperlakukan Rega dan gimana kamu memperlakukan aku. Dan itu beda, kamu...... suka dia?"
Jleb! Tepat sekali. Kenapa harus pertanyaan itu yang terlontar? Kenapa Rama jadi semarah ini? Belum pernah aku melihatnya sekesal ini. Tapi sepertinya dia menahan semua amarahnya karena aku melihat tangannya terkepal.
"Pertanyaan lo gak penting. Dia sahabat gue, gue sayang sama dia. Sayang sebagai sahabat gue. Ada masalah?" Nggak tau lagi mau bicara apa, kata-kata itu akhirnya yang keluar dari mulutku.
"Yaudahlah maafin aku, mungkin cuma perasaan aku aja. Maafin kalau aku udah nethink sama kamu. Aku cuma berharap kamu jangan sampai kecewain kepercayaan aku ya, kamu harus tau... aku sayang banget sama kamu. kamu orang yang berbeda menurutku."
Sekarang giliran aku yang pusing memikirkan semua ini. Kenapa? Kenapa harus seperti ini? Orang yang aku harapkan harus menjalin hubungan dengan sahabatku sendiri? Entah aku harus merelakan atau justru malah mempertahankan cinta yang selama ini aku pendam? Apa aku harus menyatakannya? Tapi bagaimana? Bagaimana dengan Rama? Dia sangat tulus menyayangiku. Dia terlalu percaya bahwa aku juga tulus mencintainya. Apa aku harus memulai melupakan Rega dan membuka hatiku untuk Rama?
KAMU SEDANG MEMBACA
Via's Story
Cerita PendekSaat kalian harus menjalani suatu hubungan karena keterpaksaan, akan kah bisa tumbuh rasa cinta pada akhirnya? -poster credit @ohkailu (twitter)-