Enam Belas A

808 57 3
                                    

"Bisa aku bicara denganmu Frankenstein" Zhielle berdiri di belakang punggung tegap yang sedang memebersihkan kaca jendela dengan penuh perhatian pada tiap sapuan tangannya. Mukanya berbalik dengan mata biru yang memandang ingin tahu maksud gadis itu

"Katakan saja" tenangnya dan kembali pada kesibukan kerjanya

"Kukira kau tahu mengenai apa yang aku katakan pada Lord dan kau tahu aku tidak akan pergi ke sana dengan seseorang. Bukan karena tak ada yang mau mengajakku, tapi tidak ada yang menurutku cocok denganku" ujar gadis itu malu-malu ketika harus menguraikan maksud perasaannya pada lelaki yang nampaknya tak memedulikan usahanya.

"Lalu hubungannya denganku?"

"Kenapa bukan kau saja yang menemaniku. Kita pernah kan berdansa bersama dan kau melakukan semuanya dengan baik. Jadi ku kira... Ku kira" matanya menyipit sayu. Melempar tatapan ke arah tembok coklat yang dikenai bias matahari sore.frankenstein berbalik dan menatapnya, menghentikan pekerjaan yang sepenuhnya belum selesai

"Aku sibuk dan semua yang kau lakukan tak pernah ada hubungannya denganku. Itu urusanmu. Apa yang terjadi tempo hari hanya sebuah keharusan yang mendesak, lebih dari itu tidak memiliki arti. Jangan salah paham pada tindakan baikku selama ini" muka pucat Zhielle mengangkat dan menangkap sinar matanya

"Jadi, maksudmu apa yang terjadi tidak pernah berarti kau memiliki seperti perasaan, maksudku kau mungkin merasa tersentuh atau..."

"Tidak sama sekali" ujarnya dengan tanpa simpati dan kekejaman yang mengeras di garis mukanya. Gadis di depannya terpaku dan tersentak, sebb dia memiliki perasaan lain

"Apa aku saat itu tak mengatakan apa pun padamu?" ingatan Frankenstein berblari jauh pada saat Zhielle mengatakan perasaannya saat ia sedang terpengaruh munuman beralkohol. Segera ia kembali pada detiknya yang sekarang

"Tidak" sebuah senyum terpaka ia haturkan pada Frankenstein dengan tangan mengepal di sisi tubuhnya

"Begitu, kalau begitu bekerjalah. Aku takut menggangumu"

"Tentu saja"

Langkah Zhielle menapaki lorong-lorong panjang dengan jendela-jendela yang terang oleh sinar matahari. Kakinya terhentak dan berhenti pada pilar sebuah jendela dan menangis di sana. Frankenstein jelas sudah menolaknya. Dirinya patah hati. Terkadang dalam benaknya ada harapan bila pria itu mungkin akan membalas perasaannya karena kebaikan yang ia dapati darinya. Tapi sepertinya kesalahan ada pada keinginannya dan bagaimana salahnya ia berpikir sederhana. Dari bibirnya detik itu berjanji akan melupakan Frankenstein.

**

Pesta makan malam pada malam berikutnya diadakan. Ruangan besar, megah dengan hamparan karpet, lilin-lilin yang menyebar di tiap sudut dan menimbulkan terang yang samar dan cerah. Meja-meja di siapkan dengan makanan mewah, anggur dan makanan lain yang mahal. Musik mengalun pelan, syahdu beriringan bersama beberapa orang yang berdansa. Mata Lord mengamati sekitar bersama Gejutel di belakangnya sedang mengelilingi inci demi inci ruangan mencari sesuatu.

"Apa menurutmu dia akan datang Gejutel?" lelaki tua itu tersentak pelan dan berdehem

"Entahlah Lord, mungkin"

"Dia datang sendiri," Lord menghelat tawa kegembiraan melihat Zhielle datang sendiri melintas pintu dengan muka berbalut kesedihan "dia putus asa karena akan kalah. Bukankah begitu?"

"Saya" Lord tak menunggu ia menjawab dan menghampiri Zhielle yang tanpa selera. Muka pria itu penuh kesenangan saat memandang penuh penghakiman

"Jadi ada yang akan menjadi pelayanku?" katanya dengan tawa iseng seperti biasa. Mata merah cerah tanpa antusias membalasnya

"Aku tak ada selera membahas apa pun denganmu. Lakukan sesukamu!" katanya

"Ada apa denganmu?"

"Tak ada. Pestamu sangat membosankan"

"Karena kau tidak memiliki pasangan"

"Diamlah!"

Zhielle beranjak dan menghindari Lord, duduk di salah satu sudut ruangan dekat jendela dan melirik keluar pada langit-langit mansion yang bersinar bintang sama-samar dari puncak atap kemerahan. Musik merdu, tapi terdengar seperti bunyi paling berisik untuknya. Keramaian itu membuatnya menemukan kesepain yang lebih sepi dari yang pernah ia temukan sebelumnya. Nafasnya membuang penuh ragu-ragu. Dari sudut atap nampak sebuah bayangan sedang berdiri membelakangi arah cahaya. Di tangannya seoleh menggenggam sesuatu. Awalnya Zhielle tak peduli, bagianya itu hanya ulah orrang asing. Pandangannya menuju ke arah keramaian dan melihat Lord berbincang dengan Lascrea. Matanya membuang ke arah lain dan bayangan yang jauh itu makin membentuk dirinya, melepas sesuatu dari tangannya. Melesat cepat dan Zhielle baru menyadarinya. Ia berlari ke arah Lord dan Lascrea. Mendorong keduanya jauh dan panah tajam itu memecahkan jendela, melewati nyala sebuah lilin hingga padam, lalu terhenti ketika tertanam di pundak Zhielle yang bergetar oleh kesakitan.

"Penjaga!" panggil Lord dengan marah dan Central Knight berhamburan. Para undangan berhamburan panik dan Kepala Keluarga mninggalkan kesenangan mereka akan dansa dan musik yang menyenangkan

"Dia ingin membunuhmu, bawa Lascrea" kata Zhielle dengan nafas terputus-putus dan megap

"Gejutel bawa Lascrea pergi" perintahnya dan ia sendiri membopong tubuh gadis itu keluar. Mereka berada dalam sebuah ruangan terpisah, zhielle terbaring pada sebuah kursi yang tertumpuk banyak bantal untuk menumpu tubuhnya. Jemar-jemarinya bergetar tanpa henti.

"Kau tidak apa-apa?' ujar lelaki itu dengan cemas padanya. Zhielle tertawa sebisanya

"Itu bukan pasak! Jadi, aku tidak akan mati"

"Aku akan menyuruh orang untuk memanggil para penyembuh" terang Lord akan meninggalkan ruangan megah tersebut. Namun mendadak jemari lentik gadis itu yang masih bergetar menahan ujung pakaiannya. Ia berbalik dengan keheranan

"Tidak perlu"

"Tidak apa-apa, bukankah saat seorang alchemis terluka mereka memerlukan yang lain untuk menyembuhkan mereka? Setidaknya, aku akan percaya apa yang mereka katakan dibandingkan denganmu"

"Tidak, aku mohon jangan!" katanya dengan panik dan setengah histeris. Lord menemukan sesuatu yang membuatnya tertarik sekaligus curiga

"Ada apa?"

"Tidak ada" kedua jemari lebar Lord menggenggam lengannya dan menatap sepasang mata yang sama dengan warna matanya

"Katakan sesuatu" ia terdiam. Tatapan Lord tampak memaksanya dan membuat Zhielle seakan tak mampu melarikan diri dari kehendak lelaki itu

"Aku tidak bisa, maksudku aku tidak memiliki kekuatan meregenerasi lukaku dengan baik," katanya dengan tercekat dan nafas berat yang terputus-putus pada tiap ia berujar. Lord tak bicara, ia terkejut namun tak menanmpakkan semua itu dengan tugas di permukaan wajahnya. Jemari Zhielle meraih jemari Lord "berjanjilah, jangan mengatakan apa pun pada siapa pun. Tidak perlu mengatakan pada siapa-siapa. Atau ornag-orang akan berpikir kalau aku adalah vampir tidak berguna"

"Itu tidak mungkin" Lord mengelak

"Mungkin, kau bisa!" tuntun Zhielle

"Bagaimana kalau panah itu beracun, dari perak?"

"Tidak masalah, mungkin darahku hanya akan keracuanan perak tapi kita tidak akan mati seperti werewolf"

"Jangan bodoh, tidak masalah jika orang lain tahu, dibandingkan kau mati"

"Aku akan mati" kekeras kepalaan Zhielle membuat Lord kehabisan kata-kata. Ia mulai mencari cara lain yang sekiranya mampu menyelamatkan gadis itu. belum sempat sesuatu jalan pemecahan ia dapati. Gadis itu mengerang kesakitan, panah yang panjangnya selengan itu ia tari dengan paksa, hingga lukanya membuka makin parah dengan tetesan darah kental.

"Apa yang kau lakukan?" terang Lord penuh keterkejutan

"Tidak apa-apa" katanya dan membuang panah itu ke atas lantai bersama titk darah yang ikut dengannya

Fanfic Frankenstein Love Story Part 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang