Duabelas

786 59 0
                                    

Malam berikutnya datang, suasana Cluthes lebih ramai dari biasanya. Ada sebuah acara digelar penduduk yang berjumlah 50 an orang. Dari jauh sudah terdengar bunyi gendang musik, nyanyian, api unggun, suara tawa dan keramaian yang membahana seolah bertarung dengan pucuk-pucuk sunyi pohon di hutan. Dari jauh, mengintip dari kaca jendela, Zhielle melihat keramaian itu. Ia dan Frankenstein sedang berada di kamar tersebut tanpa bicara. Frankenstein sibuk dengan sebuah buku di tangannya. Perhatiannya begitu tercurah pada buku itu hingga tak seorang pun akan bisa mencuri kedamaian batinnya kala itu.

Sesekali Zhielle memandangi penasaran ke arah Frankenstein, tapi lama kelamaan ia menjadi bosan sendiri.

"Aku lihat di luar sangat ramai, bagaimana kalau kita keluar" ajaknya sambil menunjuki ke muka jendela. Frankenstein yang sedang duduk denga menelentangkan kaki di atas tempat tidur tak begitu peduli.

"Pergi sendiri kalau kau mau" kesedihan muncul di wajah Zhielle setelah penolakan itu. Ia tertunduk, menyembunyikan wajahnya

"Itu tidak menarik, aku tidak mengenal siapa-siapa di sana"

"Kau mengenal anak-anak kecil di sana, jadi mainlah dengan anak-anak yang kau kenal" ujar Frankenstein sambil membalik halaman buku.

"Jelek sekali!" balasnya dengan terkulai.

Zhielle modar-mandir dengan bosan tak punya kegiatan untuk di lakukan. Ia dilingkupi kebingungan karena keinginannya. Sejujurnya ia ingin ke sana tapi canggung, sebaliknya Frankenstein yang diharapkannya malah tak peduli.

Akhirnya setelah berpikir beberapa menit, ia menyerah dan pergi ke sana seorang diri. Frankenstein mengacuhkanny sebentar. Ia diam-diam melirik tapi seperti sebelumnya tak mau ambil pusing.

Zhielle bergabung dengan kumpulan warga, sedikit tak enak dan malu juga kaku awalnya, tapi kemudian ia diterima dengan baik. Beberapa warga juga memberinya minuman dan makanan yang sama dengan yang dikonsumsi oleh meraka. Para wanita itu mengajaknya duduk di antara kumpulan balok putih berwarna pucat yang masih berbau segar kayu hijau yang manis, sambil menikmati api unggun jingga keemasan di depan mereka. Ia menikmati minuman dan makanan yang diberikan padanya barusan.

Ada hal yang terasa aneh di bibirnya saat menyicipi minuman berwarna pekat dalam gelas hijau dari bambu di genggamannya. Rasa pahit, sedikit manis, tajam di lidahnya dan sedikit membakar di ujung kerongkongannya. Tapi zhielle tak peduli dengan rasa yang mengganjal itu dan menghabiskan minumanya.

Semua orang tertawa, berdansa sambil mengeliligi api unggun untuk mendapat kehangatan dari cuaca dingin di gunung malam ini, yang berkabut dan mulai basah. Beberapa pria mulai mengajak pasangan gadis mereka berdansa dengan sopan. Zhielle yang melihatnya hanya tertawa, tubuhnya agak oleng perlahan dan kehilangan sedikit kontrol dirinya hingga ia mulai ikut berdansa sendiri tanpa ada yang mengajak.

Tubuhnya menggelayut ke sana kemari di antara kerumunan orang disertai serangkaian tawa yang membahana. Salah seorang pria dari kerumunan itu mulai tercuri perhatiannya. Ia mendekati Zhielle, dan mulai mengajaknya mengobrol ramah.

Mereka berdua tertawa ceria seakan sudah benar-benar akrab, hingga pria berparas cukup tampan dengan tubuh kokoh berbalut pakaian tradisional abu-abu mulai merangkul pinggang Zhielle. Gadis itu yang sepenuhnya tak mengerti pada hal yang menimpa dirinya tak menolak. Baginya yang ia lihat seperti mimpi dan dia sendiri sedang berada di tempat lain yang aneh, ribut tapi membuatnya senang lebih dari biasanya.

Ketika mereka asyik berdansa sambil berpegangan tangan dengan akrab, tanpa mereka sadari Frankenstein sudah berdiri dekat dengan mereka berdua, mengamatinya dari iris matanya yang biru, kebiruan yang tak tenang, seperti laut yang terkena badai bergejolak.

Fanfic Frankenstein Love Story Part 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang