Sembilan Belas

711 57 9
                                    

Hari itu, Zhielle ingin bertemu dengan Raizel, dia memasuki ruangannya namun pria itu tak ada di sana, tak seperti biasanya. Ia melongo lalu mengintip ke segala penjuru untuk mencari kakaknya, namun ia tak menemukannya di sudut manapun dalam rumah. Frankenstein yang melihatnya datang menghampiri ia yang sedang berdiri di muka pintu sambil memegang pegangan pintu dengan terpaku.

"Tuan sedang tidak ada" Zhielle menatapnya

"Kemana dia pergi? Tidak biasanya dia meninggalkan mansionnya?"

"Lord memintanya melakukan sesuatu"

"Kau tidak ikut?"

"Tuan melarangku"

"Oh..." kata Zhielle singkat kemudian berlalu dari Frankenstein. Sejurus kemudian, tangan Frankenstein menahan lengan Zhielle, ia terkejut dan menatap pria itu yang berdiri di dekatnya.

"Ada apa?"

"Untuk apa kau selalu datang ke tempat lord?"

"Kenapa kau ingin tahu mengenai urusanku? Urus saja urusanmu bersama Delphia! Oh, di mana wanita itu, apa dia mencampakkanmu sekarang?"

"Kenapa kau ingin tahu urusanku dengannya?"

"Hal yang sama seharusnya kau katakan pada dirimu sendiri!" zhielle menarik kasar tangannya dan meninggalkan Frankenstein. Sepanjang jalan ke kamarnya dia menggerutu sekaligus bingung dan kesal.

"Ada apa dengannya, sejak kapan dia mau peduli pada urusanku?"

Mendekati waktu makan malam, Zhielle turun ke dapur. Ia berencana memasak sesuatu untuk dirinya sendiri, mengingat dia tidak akan bisa lagi pergi ke tempat Lord atau meminta bantuan pada Frankenstein yang sudah mengatakan hal buruk padanya.

Ketiba berada di dapur, ia berpapasan dengan Frankenstein yang sibuk menyiapkan makan malam. Mereka tidak saling tegur sama sekali. Zhielle beranjak ke sana, melihat bahan makanan di meja, dan meraih sebuah wajan. Ia berkeinginan membuat sesuatu dari kentang kupas, walaupun sebenarnya ia tak menyukai menu sayuran sama sekali. Tapi hanya itu menu yang bisa dia andalkan untuk di makan, kentang kupas rebus sederhana dengan garam.

"Apa yang akan kau lakukan?" kata Frankenstein padanya yang sedang sibuk mengolah seekor ikan merah segar

"Aku akan memasak untuk diriku sendiri"

"Apa kau bisa?"

"Aku heran padamu, bukan kah kau tidak suka melihatku dan tidak mau aku merepotkanmu? Lalu kenapa kau selalu saja ikut campur apa yang mau aku lakukan"

"Jadi kau marah mengenai ucapanku?"

"Tidak, untuk apa aku marah. Kau tidak berarti apa-apa untukku"

"Begitu?" Zhielle memasukkan kentang-kentang di atas meja ke dalam wajan kecil yang akan dia makan untuknya sendiri ketika matang nanti.

"Benar, kau mungkin berpikir apa yang aku lakukan selama ini karena aku menyukaimu. Tidak sama sekali, aku masih tidak suka padamu dan sampai kapan pun tidak pernah!!! Jadi jangan salah sangka ketika aku melarangmu bersama Delphia, aku hanya tidak mau kau mengabaikan kakakku karena wanita seperti dia..." tanpa Zhielle sadari, Frankenstein sudah berdiri di belakang punggungnya. Pria itu merepakan tubuhnya ke punggung Zhielle yang terkejut. Kedua tangan Frankenstein menahan jari-jarinya di atas permukaan meja. Dia mendekatkan wajahnya dan berbisik di antara rambut Zhielle yang terurai. Gadis itu terpaku, nafasnya sesak. Dia berdiri begitu dekat dengan Frankenstein.

"Apa kau tidak bisa bernafas? Tanganmu bergetar, wajahmu memerah, darahmu berdesir" jari-jari Frankestein yang diselubunginya dengan tepung gandum berjalan menaiki jari-jari Zhielle, menuju pergelangan tangan, lengan lalu pundaknya. Meninggalkan bekas bubuk cerah itu sepanjang lengannya, lalu menyapu dan meraba lehernya.

"Katakan padaku, kau menyukai ciuman dan sentuhan itu. Sekujur tubuhmu juga merasakan panas yang membuatmu merasa akan terbakar. Apa aku salah?"

Frankentein membalik tubuh Zhielle berhadapan begitu dekat dengan sudut bibirnya. Dia meraih punggung lehernya, mencengkram lembut helaian rambutnya, jari-jarinya menuruni di antara bahunya, lalu berhenti di antara dadanya. Frankenstein bisa merasakan aliran nafasnya yang tak teratur, keringat dingin yang memenuhi kulit pucatnya berpadu dengan tepung putih yang mencair di atas kulitnya.

Pria bermata biru itu mendekatkan wajahnya ke muka Zhielle, sepasang mata gadis itu bersinar dengan gugup, sedangkan mulutnya hanya bisa bungkam. Nafas Frankenstein jatuh di antara pipinya, hidung dan mendekat bibirnya. Sentuhan hangat di atas kulitnya membuat Zhielle mengatupkan matanya rapat-rapat. Frankenstein menyeringai.

"Ternyata kau ini memang mudah sekali ditebak, bermain denganmu jadi tidak menarik lagi" Zhielle membuka matanya pelan-pelan.

"Main-main?" tandansnya dengan senyum pahit tak menyangka.

"Kau itu terlalu mudah di rayu. Apa semua orang kau izinkan melakukan hal yang sama padamu? Ck... Kau..." belum sempat ia mengentaskan ucapannya, satu tamparan keras mengenai wajahnya. Frankenstein terpana tak percaya, menatap sepasang mata Zhielle yang berurai air mata.

"Kenapa kau selalu seperti itu? Apa kau senang melihat seseorang yang menyukaimu jadi seperti gadis murahan hanya untuk membuatmu merasa hebat?" Zhielle menutup bibirnya sesekali, menyapu air mata yang menggantung di atas bibirnya

"Benar, aku memang suka padamu, benar aku tidak suka melihatmu dengan gadis lain, benar aku tidak bisa melupakan ciuman pertamaku denganmu. Tapi, meski begitu, meski begitu kau tidak perlu mempermalukan aku. Aku sudah berusaha melupakanmu, menghindar agar tidak perlu bicara dan melihatmu, tapi hanya dalam beberapa menit kau membuatmu sangat gamang dan rapuh. Terimakasih" Frankenstein terpaku melihat kepergian Zhielle. Dia meraba pipinya, diam dalam kebekuan dan berpikir mengenai tindakannya yang memang sudah keterlaluan.

Frankenstein berbalik menyadari sesuatu, di sana ada Lord berdiri dengan Gechutel. Pria tua itu diam saja dan memilih mengalihkan pandangannya ke arah lain, sedangkan Lord seperti biasa tersenyum padanya. Ia melangkah mendekat pada Frankenstein yang menunjukkan wajah dingin.

"Kali ini caramu mempermainkannya lebih keterlaluan" Frankenstein tak bicara sama sekali.

"Tadinya aku mau bertemu dengannya, tapi kelihatannya suasana hati Zhielle mungkin sedang buruk, sebaiknya kita pergi Gechutel"

"Baik Lord"

Di sepanjang jalan pulang dari mansion Raizel, Lord tak bicara apa-apa. Hal itu membuat Gechutel cemas. Tuannya itu lalu berhenti, berbalik menatap ke arah mansion yang barusan saja ia tinggalkan tanpa senyum.

"Aku akan membicarakan ini dengan Raizel jika dia kembali"

Fanfic Frankenstein Love Story Part 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang