Part B

855 55 5
                                    

       Malam menjelang, sinar dari obor yang menyala di dinding tiap sudut mansion milik Lord menerangi jalan yang tertutup batu-batu merah besar yang terhampar di sepanjang lorong yang seolah tidak ada ujungnya. Langkah kaki dalam kesunyian menggema selangkah demi selangkah menuruni tangga-tangga batu menuju sebuah ruangan. Di depan sebuah ruangan yang tidak berpintu, langkah itu berhenti karena terpaku pada sesuatu yang berada dalam ruangan yang penuh dengan deretan buku di tiap lemari kayu yang berukuran besar.

Disebuah kursi yang menghadap tepat ke muka pintu, seorang gadis berambut cokelat sedang tertidur di atas sebuah kursi dengan tangan menggenggam sebuah buku bersampul putih. Untuk sesaat pria itu mencoba tidak peduli, tapi ketika menatap wajah gadis yang tertidur dengan pulas itu membuatnya ingin mendekat.

Langkah dari pria bersepatu hitam itu meletuk pelan permukaan lantai. Dia berhenti sebentar, kemudian terdiam sambil memandangi raut muka Zhielle. Tangannya dengan hati-hati meraih sebuah buku dalam dekapan gadis itu dan meletakkannya ke sebuah mmeja yang berada di antara mereka berdua.

Pria itu lalu tersenyum sebentar, kemudian makin mendekati Zhielle. Jemari kurusnya mengusap rambut cokelat bergelombang yang menjuntai diantara pundak gadis yang tertidur di depannya.

Tubuh jangkung pria itu setengah membungkuk, sepasang matanya kemudian terpaku melihat wajah gadis itu terkena sinar obor kuning pucat. Wajah laki-laki tersebut kemudian mendekati muka Zhielle, makin dekat hingga ia bisa mencium wangi nafas darinya. Dia mengecup bibirnya diam-diam, lalu meninggalkan tempat itu.

Tak lama berselang, sepasang mata Zhielle membuka. Dia terkejut, karena masih berada dalam ruang perpustakaan, dan bukan dikamar seperti yang ia kira sebelumnya. Dengan langkah terhuyung, ia menyusuri lorong untuk tiba di sebuah kamr yang berada di ujung lorong dengan deretan jendela-jendela besar dan tiang-tiang kokoh penyangga atap berwarna abu-abu terang. Dari jauh, Delphia yang melihatnya bermuak masam, lalu tersenyum kecut.

Pagi itu, Frankenstein sedang membersihkan jendela bagian luar mansion milik Raizel ketika kemudian Delphia mengunjunginya. Dengan senyum ramah sekaligus menggoda, ia bersikap tenang, berdiri di belakang Frankenstein yang sedang sibuk melapi kaca-kaca yang telah mengkilap dan begitu bening tanpa noda. Dari pantulan kaca itu, Frankenstein melihat Delphia sedang memandanginya. Merasa ingin tahu maksud kedatangan gadis itu, Frankenstein lantas berbalik dengan menunjukkan sikap dingin.

"Apa ada hal penting yang membawamu kemari?" Delphia tersenyum menggoda, sambil memainkan rambut keemasannya.

"Benar"

"Jika kau ingin menemui tuanku. Kau bisa menuju ke ruangannya"

"Sayangnya, aku datang kemari untuk menemuimu.... Frankenstein" alis pria itu bertaut. Raut keheranan tergambar jelas dari wajahnya.

"Ada urusan apa kau menemuiku?" langkah Delphia mendekatinya. Jemari tangan yang lemtik milik perempuan itu menyapu wajahnya dan berhenti di antara pundak lebar Frankenstein. Pria bermata biru itu bergeming, dia menanggapinya dengan dingin tanpa tertarik sama sekali.

"Apa kau mau menemaniku berjalan-jalan malam nanti ke mansion Lord?" dengan kasar, Frankenstein menghempaskan tangan gadis itu.

"Aku memiliki banyak urusan. Aku tidak memiliki waktu untuk mengurusi orang sepertimu" wajah Delphia yang penuh percaya diri berubah kesal.

"Orang sepertiku katamu?"

"Tuanku sudah memintaku melarrangmu untuk terlalu sering datang kemari, jadi sebaiknya kau menuruti hal itu karena aku bisa bersikap kasar jika itu demi kepentingan tuanku" tawa kecut menggema di telinga Frankenstein.

Fanfic Frankenstein Love Story Part 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang