Empatbelas

891 53 1
                                    

Karena ada kesalahan teknis yang bikin gak bisa up, jadi yang kemarin terpaksa dihapus :)

Matahari menaiki perlahan gumpalan langit putih dan biru. Pagi itu sangat cerah dengan sinar matahari keemasan yang menyentuh tanah, berkilau di atas permukaan daun, batu dan sungai-sungai yang berair jernih sambil matahari berkaca dan memantulkan sinarnya yang seperti permata di sana. Kicau burung warna warni beterbangan bersama rombongannya singgah di atas dahan pohon abu-abu beranting kurus, kecil dan panjang-panjang. Suasana bekas pertarungan semalam masih terlihat. Tanah yang retak dan pohon-pohon tumbang dan membentuk ruang kosong di hutan yang padat, nampak jelas dari udara, namun mayat itu manusia serigala itu sudah tak ada lagi di sana, semuanya sudah kembali sepi tanpa siapa-siapa, hanya menyisakan misteri bagi siapa yang kemudian melihat bekas kekacauan itu kemudian.

Frankenstein sedang terbaring, masih dengan mata yang menutup rapat, sementara di sisinya nampak Zhielle sedang duduk dan mengamati tidurnya dari sebuah kursi kayu di dekat tempat tidur pria tersebut yang berselimut kain seprai putih polos. Sesekali raut wajah Frankenstein begitu gusar dengan alis mengernyit dan mata yang mengatup semakin rapat sesekali, hingga garis-garis matanya menimbulkan kesan ketakutan di wajahnya. Mata Zhielle mengamatinya lekat-lekat dengan penasaran, kemudian keberanian atau rasa penasaran lebih tepatnya membuat jemari telunjuknya melayang di udara kemudian menyentuh pipi Frankenstein beberapa kali. Perasaan terganggu membuat kesigapan pria itu menangkap jemari kurus itu tiba-tiba, mengiranya adalah musuh. Zhielle terkejut ketika sepasang mata biru itu membuka dan jemarinya tercengkram kuat.

"Kau sudah bangun? Ini hanya aku," rasa takut tergambar jelas di wajah Zhielle. ia sempat mengingat kejadian di malam sebelumnya, di mana pria itu berubah begitu mengerikan, tak begitu jauh dengan manusia serigala yang mereka hadapi. Frankenstein yang belum sepenuhnya pulih dan masih berada di ambang mimpi dan kenyataan menatap wajah Zhielle lekat-lekat. Dia menatap tepat ke arah matanya yang berwarna merah cerah dengan tatapan khawatir. Untuk sesaat pria itu nampak berpikir dalam kekosongan, kemudian melepaskan jemari kurus dan lentik itu perlahan-lahan-lahan. Matanya kemudian ia arahkan ke langit-langit berwarna pucat di atas kepalanya yang menggantung sebuah lampu berukir kecil berwarna putih susu berbentuk lonjong.

"Kau tidak apa-apa?" Zhielle memandangnya dengan cemas, ia pikir Frankenstein masih dalam pengaruh mahluk gelap yang tempo hari membuat tampilannya mengerikan namun sekaligus mengerikan. Ia mendekat pelan ke arahnya, bermaksud memberikan lagi kekuatannya untuk menyembuhkan luka maupun perasaan buruk yang di alaminya, namun baru sebatas jemari lentiknya sampai di dekat pundak pria itu ia segera melirik dengan raut wajah yang tidak ramah sama sekali.

"Jangan menyentuhku!" sepasang iris mata itu membelalak dan jemarinya sontak berhenti dan mengambang hampa dengan pertanyaan keheranan dalam batinnya.

"Aku hanya ingin tahu, apakah kau terluka atau..." belum selesai ia mengutarakan maksud ucapannya, pria berbalut kemeja itu menghempaskan tangannya tanpa perasaan disertai tatapan dingin dan bermusuhan.

"Aku baik-baik saja! Kenapa kau tidak mencemaskan dirimu sendiri, bukankah kau juga terluka, lihat wajahmu yang penuh luka itu!" jemari kurus Zhielle menyentuh wajahnya beberapa saat kemudian memandang lagi ke arah Frankenstein yang tak peduli.

"Iya, ini akan hilang, mungkin nanti" terangya lalu kemudian berdiam dan menatap sayu ke arah lantai yang tertutup marmer merah. Cahaya matahari merambat ke tengah lantai dengan jendela di samping ranjang yang agak jauh dari tempat pria itu berbaring. Menerbangkan gorden putih dan rambutnya oleh angin pagi yang begitu menyegarkan.

Mata birunya memandang ke arah kamar itu, kamar yang di bangun dari batu besar berwarna merah pucat, mirip batu yang sama dengan di kediaman Raizel.

"Apa kita sudah ada Lukedonia?" tanyanya sekarang pada Zhielle yang masih diam mematung. Ia hanya mengangguk menimpali pertanyaan itu kemudian bangkit dari kursinya dan berjalan menuju ke ambang pintu. Langkahnya kemudian terhenti dengan wajah ragu.

Fanfic Frankenstein Love Story Part 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang