NH 18 - Forever Young

593 68 37
                                    

REYHAN POINT OF VIEW

Kami terus berlari. Tembakan pistol polisi itu sudah tidak terdengar. Aku menoleh ke belakang, polisi-polisi itu hanya diam di tempat seakan sedang menikmati setiap derasnya tetesan air hujan.

"Cepat, Cuy! Kejar Josh!!!" Yance berteriak melawan bunyi hujan.

"Aku tahu!!!" teriakku tak kalah kencang.

Kami terus berlari secepat kilat mengejar langkah Josh. Sekarang aku sedikit paham mengapa Josh tidak lagi berkumpul bersama kami. Dia telah melakukan sesuatu yang berbahaya!

Larian ini berhenti begitu melihat seseorang sedang berusaha memanjat dinding pembatas kawasan ini dengan jalan tol di seberangnya.

Dengan teriakan yang belum pernah kuteriakkan sebelumnya, terlempar untuk Josh. "JOOOOSHHH!!!!"

Pria yang kami asumsikan adalah Josh itu menoleh. Mata kami saling bertatap. Josh mengurungkan niatnya untuk memanjang dinding itu dan berjalan mundur secara perlahan.

"Josh? Itu kamu, kan?" Aku berjalan mendekatinya. Tanganku berusaha mencegah tetesan hujan dari pandanganku.

"JANGAN MENDEKAT!!!" teriaknya. "Lebih baik kalian pergi dari sini. PERGI!!!"

Langkahku terdiam. Melihat Josh semarah ini membuatku tertegun. Wajahnya khawatir berusaha mencari celah untuk keluar dari langkah kami.

"KUBILANG PERGI!!! PERGI REYHAN! YANCE!" teriaknya lagi secara frustasi.

Aku menghiraukan teriakannya. Aku bukan laki-laki pengecut yang langsung pergi begitu saja saat sahabatku sedang membutuhkanku.

"MINGGIR REYHAN!!! Jangan ikut campur!!! Pulanglah!!!" Josh semakin memundurkan langkahnya.

"Josh, tenang..."

Dia berusaha melarikan diri, namun tak urung pula niatnya terbatalkan saat aku berhasil menyentuh pundaknya. Josh terdiam sambil terisak-isak. Josh yang terkenal dengan pria kuat dan gagah itu menangis di depanku, di depan mata kami. Ini kali pertamanya kami melihat Josh menangis.

"Josh, ceritalah pada kami." Yance mengusap pelan pundak Josh untuk menenangkannya.

Josh semakin terpuruk di bawah guyuran air hujan. Tetesannya membuat Josh semakin tersakiti. Dia terduduk lemas di atas aspal. Kepalanya tertunduk. Jari-jarinya mengepal kuat.

"Ma-maafkan aku, Rey..."

Kalimat itu... kalimat yang sempat kudengarkan pada malam terakhir Josh berkumpul dengan kami. Hingga saat ini kalimat itu masih merupakan teka-teki.

"Maafkan aku, Rey... Aku sahabat yang paling bodoh di dunia ini!" tangisnya pecah.

"Kamu tidak memiliki kesalahan apa pun padaku, Josh. Berhentilah untuk meminta maaf!" tegasku yang tidak lagi kuat mendengar kesedihannya.

Josh menggeram. Dipukulnya tanah aspal itu dengan sangat keras. "Akulah sahabat paling bodoh di dunia ini! Bahkan aku mengorbankan sahabatku sendiri demi kepentinganku! Persetan!"

Yance menutup telinganya. Ia tidak ingin mendengarkan berbagai umpatan dari mulut Josh. Detik kemudian, Josh melemparkan sesuatu yang membuat kami terkejut tidak percaya.

Obat-obatan terlarang! Narkoba?!

"Ka-kamu..." ucapku menyentuh plastik terlarang itu.

"ENGGAK! Aku bukan bandar narkoba!!!" teriak Josh lagi. Kali ini teriakannya begitu menyayat. "Aku bukan bandar narkoba..." ucapnya lirih.

Aku mengusap pundaknya. "Lantas untuk apa semua ini, Josh?" Aku berusaha berkata selembut mungkin.

"A-aku... membutuhkan uang." Dia berkata lirih. "Ibuku... sangat membutuhkan obat sekali, dan kami sudah tidak mempunyai uang. Semua harta kami tandas begitu saja disita oleh bank." Perkataannya membuatku tersayat.

Nuansa HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang