NH 3 - Cerita Dari Langit

1.8K 244 113
                                    

APRIL POINT OF VIEW

MENATAP rintikan hujan di luar tidak pernah membuatku bosan. Seakan ada cerita baru di tiap bulir air hujan. Sebuah cerita dari langit.

Berada di tengah-tengah tetesan air hujan, membuat sensasi yang ditimbulkan tidak dapat dijelaskan. Perasaan nyaman, selalu ingin memejamkan mata, membiarkan tetesan itu terjatuh dan membasahi wajah.

Seolah-olah menebarkan semangat dalam jiwa.

Orang berkata, di tiap buliran air hujan terdapat sebuah cerita tentang masa lalu. Kurasa itu benar. Aku selalu teringat pada ayah. Dirinya yang memperkenalkanku pertama kali pada hujan. Dirinya-lah yang membuatku cinta mati pada setiap tetesannya. Dan ayahlah yang mengakhiri hidupnya di bawah tetesan air hujan.

Hujan telah membawa ayah pergi. Hujan telah menjadi saksi air mataku kala itu. Dan hujanlah yang membawaku ke dalam dunia baru tanpa seorang ayah.

Tetapi hujan bertanggung jawab. Karena hujanlah aku bisa kembali tersenyum, menutupi semua kekuranganku dengan senyuman, dan yang terpenting, aku bisa kembali menjadi diriku sendiri. Aku tidak perlu memikirkan bagaimana rasanya jika takdir kita ditukar dengan orang yang lebih baik. Aku merasa, kehidupan yang terbaik itu jika memiliki sebuah kekurangan. Dengan begitu, kita bisa saling melengkapi kekurangan orang lain. Bukankah begitu?

"April?"

Aku terkejut. Seseorang sedang berusaha membawa pikiranku kembali ke tubuh. Memalingkan wajah dari jendela, aku menemukan Reyhan yang sedang berdiri di belakangku.

"Kamu melamun."

Kurasa begitu. Salahkan hujan yang selalu mengambil pikiranku.

"Kedainya sudah tutup. Tadi Maddame berpesan padaku ketika kamu sedang melamun..." Reyhan memberi jeda dalam perkataannya, lalu, cowok itu memasang ekspresi memperagakan Maddame barusan. "Yuhu... Aduhai! Tuh, tuh, lihat! Tiap kali hujan datang, dia selalu melamun. Bingung Maddame harus bilang apa. cukuplah. Maddame mau pulang saja! Kamu jagain April, ya. Pantastik! Bye!"

Aku tertawa terbahak-bahak melihat Reyhan yang cocok sekali menjadi roleplay-nya Maddame.

Reyhan tertawa menyentuh perutnya. Aku tahu menertawai seseorang itu tidak baik, tetapi Maddame benar-benar langka. Apalagi ekspresinya yang tidak bisa biasa jika berbicara. Hahaha.

"Udah yuk, pulang." Reyhan menghapus air mata di sisi kelopaknya.

Tapi di luar sedang hujan. Aku menatap jendela lagi.

"Nggak apa-apa. Katanya kamu suka hujan?" kata Reyhan menggodaku untuk terjun ke bawah derasnya air.

Aku membawa sepeda kayuh. Tidak enak jika harus menuntunnya.

Reyhan memasang senyuman lebarnya. Tanpa perlu kujawab--maksudku, tentu saja tidak akan kujawab perkataannya. Aku kan... tuna wicara--Reyhan segera menarik tanganku untuk keluar dari kedai.

"April, hujaaan!!!" seru Reyhan membawaku ke tengah trotoar.

Hujan!!!

Kakiku bergerak tanpa kehendak. Tanganku melayang di udara mengikuti setiap arah air hujan. Rambutku bergerak sesuai irama angin. Jiwaku menari. Kepalaku menengadah ke atas. Tetesan lembut itu menjatuhi mata, hidung, lalu bibirku.

Mungkin aku tidak bisa berkata, tetapi hujan membantuku untuk bisa berkata. Tangan ini berusaha untuk menyentuh tetesan itu. Namun rasanya hampa. Hujan hanya bisa dirasakan tanpa perlu merasakan.

Nuansa HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang