8 - Toko Buku

4.9K 379 1
                                    

"Gue Cuma mau bilang, sekarang gue lagi males belajar." Aku mengatakannya dengan tenang dihadapan Andra kawan-kawan. Andra menatapku dengan tajam dan ujung bibirnya tertarik. Menampilkan seringai licik.

"Lo udah banyak berubah ya, Ner?"

"Nggak."

Andra merapikan bukunya. Merapikan? Sebentar. Apa artinya aku akan pulang? YES!

"Kalo gitu temenin gue bentar." Apa? Aku melongo melihat Andra yang sibuk merapikan bukunya. Wajahnya datar tanpa ekspresi membuatku meringsut menjauhinya. Menemani seorang Andra? BIG NO!

"Nggak. Nggak bisa. Gue sibuk."

Andra hanya mendengus. Dia menatapku dengan tajam. "Setau gue tadinya lo seneng banget deh mau tiduran dikamar?" aku menggaruk tengkuku yang tidak gatal. Membuatku berdeham. Aku mulai memasukan pinsilku dengan perlahan.

"Cepetan!"

Lalu aku hanya merapikan barang-barangku dengan asal-asalan.

"Jangan berantakan gitu juga!"

"Terserah gue deh Ndra!" Emosiku muncul. Membuat Andra hanya berdeham sambil melihatku yang semakin tidak beraturan memasukan buku. Aku segera menyampirkan tasku dibahu kananku. Menenteng sweater rajutan dan menatapnya dengan tajam.

"Kemana?"

Andra melihatku sambil menahan tawanya. Entah ada apa dengan laki-laki itu atau hanya aku saja yang merasa dia memang menjadi bawel dan banyak protes?

Aku mengikuti langkah Andra menuju parkiran mobil. Melihatnya menuju mobil berwarna hitam yang berada diujung lahan parkir. Mobil yang biasa ditunggu kaum hawa untuk datang kesekolah. Mobil yang ingin siapapun masuk kedalamnya. Bukan terkunci didalamnya.

"Masuk cepet."

Aku hanya memutar kedua bola matakku dan masuk ke kursi disamping Andra.

Mobil melaju dengan biasa. Membuat suasana didalam mobil hening. Tidak ada yang berbicara. Seketika aku mengutuk Vero yang membawa pergi motorku dengan alasan motornya yang mogok kemarin. Aku memandangi jalanan lewat jendela disampingku. Mempercayakan mentorku untuk menemaninya. Semoga aku dapat bagian karena meladeni dirinya yang pemaksa.

Mobil Andra berhenti di parkiran toko buku yang cukup besar. Menjadi tujuan utamaku untuk membeli novel keluaran terbaru. Aku tidak menyangka Andra mengajakku ke tempat yang merupakan surga duniawi entah keberapa bagiku.

"Turun."

Aku segera menuruti perkataannya. Hatiku bergejolak riang.

Begitu kami masuk kedalam, aku segera melesat meninggalkan Andra yang kuyakin mencibirku. Aku berjalan menuju rak-rak Novel. Mencari cerita yang dulu pernah aku baca di aplikasi e-book dan sekarang sudah ada versi cetaknya. Mataku terus menelusuri rak buku. Hingga aku mendapati novel itu berada di rak paling atas dan merupakan best seller. Seketika aku menyumpahi petugas yang menaruh Novel itu dibagian paling atas. Aku memutar kepalaku dan mencari petugas toko buku. Dan hasilnya nihil. Otakku langsung menuju ke seseorang. Andra. Hahaha... Yakali aku meminta bantuan makhluk es itu.

"Ngapain?"

Sebuah suara mengagetkanku dan membuatku terlonjak. Andra menatapku dengan sebelah alisnya yang terangkat. Aku melihat tangannya yang sudah penuh dengan buku pelajaran. Menenteng dua buku tentang Fisika dan Biologi. Sudah kuduga, favorit seorang Andra.

"Mmm.. Boleh minta tolong nggak?"

Andra mendengus dan memberikan kepadaku buku ditangannya. Menaruhnya dikedua tanganku yang sigap memasang posisi menerima buku. aku melihat Andra yang mengambil buku itu tanpa kesusahan.

"Yang ini?"

"Bukan. Sebelahnya."

"Ini?"

"Iya." Andra mengambil buku itu. Sejenak ia membolak-balikan buku itu dan membaca tulisan dibagian belakang buku.

"Kok buku best seller ditaro paling atas sih?" Gumamnya namun dapat kudengar. "Tadi gue udah nyari yang dibawah, nggak ada. Kehabisan kali." Dia hanya mengerutkan bibirnya dan menaruh buku itu diatas bukunya yang berada ditanganku.

"Bawain sekalian ke kasir."

Sekalinya menyebalkan tetap menyebalkan.

Aku mengikuti langkah bossy Andra menuju kasir dimana sudah terdapat Mbak-mbak kasir dengan senyuman ramah seperti biasanya. Aku menaruh tiga buku yang lumayan tebal itu dimeja kasir. Menunggu mbak-mbak itu menyebutkan harganya.

"Dua ratus tujuh puluh." Aku menyodorkan uang tujuh puluh ribu kepada Andra. Namun laki-laki itu menolaknya dan mendorong tanganku.

"Gue bayarin. Upah lo nemenin."

Munafik jika aku bilang bahwa aku tidak suka dengan barang gratisan.

###

"Kak. Ayah nunggu lo di ruang kerja." Setelah mengatakannya Vero meninggalkanku yang terbengong sambil memakan es krim cup diruang tengah. Setelah menyuap dengan mantap, aku mematikan televisi yang sedang menayangkan drama Korea dan berjalan menuju dapur. Menaruh es krim sisa di kulkas. Setelahnya aku bergegas masuk ke ruangan Ayah.

TOK! TOK!

"Masuk." Terdengar suara dari dalam ruangan. Aku membuka knop pintu dan masuk dengan pelan-pelan. Tidak berniat menganggu Ayah yang sedang membaca sebuah buku. Mata ayah menatapku lekat dan tajam. Ada rasa amarah yang terpancar. Apa Ayah tahu?

"Sini." Katanya yang membuatku melangkah lebih dekat. Kini aku beridir dihadapannya dan terhalangi meja kayu. Ayah menatapku lekat. Sesekali ia menghembuskan nafasnya kasar. Jika Ayah tahu perihal aku dihukum hormat bendera dua hari yang lalu, kurasa aku sudah punya cukup alibi.

"Kenapa kamu bisa dihukum hormat gitu? Ayah juga dapat laporan kamu dan Kevin berantem di aula. Benar?" Aku menganggukan kepalaku.

"Ceritakan kepada Ayah. Semuanya." Setelah menenangkan hatiku, aku menatap Ayah dengan yakin. Menatapnya dengan percaya diri dan dengan kesungguhan bahwa aku sang korban. Tak kuasa juga aku mengendalikan tatapan mata tajamku ketika melihat Ayah yang juga menatapku sama tajamnya. Dua Andrasvani diruangan ini memang sama-sama keras kepala. Coba saja ada Vero, kami semua pasti saling bertatap tajam.

Lalu mengalirlah ceritaku. Mengenai tiga tahun silam, dimana kejadian itu yang membuat Ayahku mendengus geram. Mengenai keterlambatanku. Tentu saja aku tidak menyebutkan nama Bella ketika mengatakan bahwa aku dilabrak seseorang yang salah paham. Ayah terlihat percaya dengan ucapanku. Apalagi aku mengatakannya dengan tenang. Tidak ada unsur takut di dalam kalimatku. Mengatakan aku bisa mnegatasi semuanya sendiri.

"Baik. Ayah percaya. Belajarlah dari kesalahanmu. Jangan hal memalukan ini terjadi lagi. Dan jika bisa, jauhi Kevin Billdrew."

"Tidak usah Ayah yang bilang, aku juga ngga ada niat baikan dengannya. Kecuali dia meminta maaf atas kejadian saat itu."

Setelah mengatakannya, aku segera berbalik. Tidak menoleh sedikitpun. Berjalan lurus dan dengan perasaan yang campur aduk.

Setelah menutup pintu, aku menghembuskan nafas dengan lega. Setidaknya, Ayah percaya padaku. Karena saat ini kepercayaan yang aku butuhkan.

###

Dikit ya???? Hehe maaf.. Ini spesial awal masuk sekolah kok _Penghabisan Kuota_ . Sekedar info, besok sekolah Author udah mulai KBM *hah*, Vote dan komen kalian jadi penyemangat loh buat Author biar cepet-cepet up. Karena kayanya Author punya banyak waktu sibuk apalagi les dll, mau info aja, untuk cerita ini akan up MINIMAL seminggu sekali, dan MAKSIMAL seminggu tiga kali. Bisa lebih sih, tergantung antusias kalian HAHAHAHAHA... Buat yang komen dan kirim pesan, bukannya aku nggak mau baca dsb yaa.. Tapi kuota tipis :v Nanti kalo banjir kuota dibalesinnya. 

Semangat ya yang udah masuk sekolah! Ketemu temen geng dan gebetan seru gak?/

Cerita ini masih panjaaaaaaaaaaaang dan jauuuuuuuuuuuhhhh dari kata kesempurnaan, maaf kalo nggak seru dll. 

Thx ^^

Changing Me [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang