23 - 24/7

4.1K 334 4
                                    

"Buruan elah." Aku melihat Vero yang sibuk dengan tas yang akan ia bawa. Aku sudah berdecak beberapa kali. Aku saja hanya membawa tas punggung kecil dan topi lebar dikepalaku tak lupa kacamata hitam.

"Bentar. Go Pro udah gue masukin kan ya?"

"AMPUN DEH VERO!" saking kesalnya aku turun saja kebawah tanpa peduli dengan adikku itu yang sibuk sendiri. Waktu sudah menunjukan pukul 8 lewat. Ini hari minggu. Pasti jalanan akan macet. Jika tidak pagi-pagi kami akan terjebak macet. Kan gawat.

"Mana Vero?" Pak Zehan dengan celana selututnya berkata demikian ketika melihatku.

"Gak tau ah, Yah! Kesel aku! Mau ke pantai aja kaya mau ke penginapan!" Aku berkata dengan sebal sambil menyipit kearah tangga. Menyebalkan.

"Namanya juga remaja. Kaya kamu nggak pernah aja."

"Nggak pernah tuh."

"Nggak inget kali ya? Coba tanya Bunda. Biar kamu inget lagi." Aya berjalan ke arah ruang tamu dan memutuskan untuk duduk disofa sambil memainkan ponselnya. Aku melirik ke arah dapur. Dimana Bunda sudah siap dengan perbekalan yang sudah rapi dan banyak itu.

"Bun, emang aku pernah sampe bikin telat waktu kita mau jalan?"

Bunda menoleh kearahku. "Pernah. Sampe gagal malahan. Kamu nangis, eh si Vero juga ikutan nangis." Kata Bunda. Kok aku bisa lupa ya??

"Lupa hehe.." Aku menghampiri Bunda dan membantunya merapikan perbekalan. Aku tidak tahu lagi kapan aku membuat keluargaku gagal pergi waktu itu. Aku benar-benar tidak ingat. Aku memasukan beberapa buah ke tas perbekalan. Bunda juga sedang sibuk merapikan posisi tempat bekal. Dan juga tidak lua snack yang membuat tas menggembung.

"Hai." Aku menoleh mendengar suara itu. Langsung saja aku menatapnya dengan tajam.

"Eh, ngambek mulu. Cantiknya luntur loh." Aku mendengus saja mendengar perkataan Vero. Sesekali meliriknya yang membawa tas gemuk dipunggungnya. Jangan lupa juga kacamata hitam yang bertengger di kerah baju putih polosnya. Cakep juga.

"Kenapa lo ngeliatin gue gitu? Gue ganteng?" Musnah sudah.

"Ew." Kataku singkat. Lalu Vero mengejekku dan pergi ke kursi bersama Ayah. Baru saja aku mengetahui Vero bukanlah adik kandungku. Baru saja aku mengetahui Vero penerus utama perusahaan keluargaku. Melihatnya bersama-sama seperti ini membuatku bertanya-tanya. Apakah selama ini Vero tidak pernah merasa canggung? Maksudku, apakah dia memang sudah melupakan fakta bahwa dia adalah adik sepupuku? Atau mungkin tidak. Dia mengingatnya, hanya saja dia tidak ingin berkelut-kelut dengan fakta itu. Memang, mungkin tanpa kehadiran Vero, entah apa yang terjadi denganku. Dan aku senang. Senang jika ternyata dia memang melupakan fakta itu.

"Udah nih Ner. Bawain ke mobil." Aku mengangguk dan menenteng perbekalan yang sudah seperti koper. Makanan lebih banyak dibanding barang bawaan. Aku melintasi ruang tamu dimana Vero sedang asik dengan ponselnya. Aku sengaja menyenggol kepalanya dengan siku.

"AW!"

"UPS! Sorry." Kataku lalu tersenyum kecil. Aku segera pergi keluar rumah dan membuka pintu belakang bagasi mobil. Aku menaruh tas makanan itu dan melihat ada pelampung bebek yang sudah ditiup duduk dengan tenang di situ. Membuatku seketika mengerenyit heran. Aku menutup pintu bagasi mobil dan masuk lagi kedalam rumah.

Changing Me [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang