BONUS CHAPTER

4.3K 211 21
                                    

Aku menatap berkas dihadapanku ini. Sudah lebih dari setahun aku dipercayai Vero untuk memegang anak perusahaan Andrasvani yang kebetulan masih terletak di daerah Jakarta. Setidaknya aku tidak perlu mengendarai mobilku jauh-jauh jika ada rapat pemegang saham dadakan yang sering terjadi belakangan ini. Vero terkadang suka menemuiku walaupun sebenarnya aku tahu dia akan pergi ke kantor pusat.

Harga saham di perusahaan Andrasvani semakin naik dan entu saja semakin banyak saja yang coba melobi kami. Aku tidak akan menjatuhkan nama Andrasvani, dan aku tidak akan mengecewakan Vero. Sudah sepantasnya aku berterima kasih kepadanya.

Media sudah menguak kisah keluarga kami. Hal itulah yang membuat perusahaan kami menjadi sorotan utama dalam majalah bisnis. Masyarakat seperti penasaran dengan sosok keluargaku. Terutama aku dan Vero. Aku sedikit terganggu ketika melihat banyak fotoku yang terpampang di internet, aku pernah meminta tolong Vero untuk meredakan isu itu. Namun namanya juga media, Vero tidak bisa berbuat apapun selain mempercayakan kenalannya yang kebetulan memiliki sebuah stasiun televise guna meredakan isu miring tentang Andrasvani.

Aku sudah berumur Sembilan belas tahun. Ketika aku baru saja lulus SMA, keluargaku datang menghampiri kami dan meminta Vero sebagai Presiden Direktur walaupun masih dalam masa percobaan. Aku kasihan dengan Vero, masa SMA nya harus terbebani dengan pekerjaan yang ia tanggung. Ia sering bolak-balik ke kantor pusat atau bahkan harus merelakan jam sekolahnya karena rapat penting. Aku pernah menyuruh Vero untuk homeschooling, tapi ia menolaknya dengan tegas.

Usia Vero masih terlalu muda untuk memegang kendali perusahaan ini. Oleh karenanya, ketika ia menawari posisiku saat ini aku tanpa berpikir panjang langsung menerimanya. Itung-itung aku meringankan pekerjaannya, bahkan aku sering menggantikannya di rapat karena jadwal Vero yang terlalu padat.

Perusahaan memang akan mengkukuhkan posisi Vero ketika adikku itu menginjak usia dua puluh tahun. Dan itu masih tiga tahun lagi.

Aku kuliah online. Kurasa hal ini wajar terjadi di jaman teknologi yang pesat seperti saat ini. Disela-sela aku bekerja, aku juga belajar. Aku cukup diringankan dengan adanya beberapa Universitas yang memang menyediakan kelas online , aku hanya harus menghampiri gedung kuliah ketika akan Ujian atau ada kepentingan lain yang membutuhkan dosen disana. Aku tidak lagi memilih untuk kuliah kedokteran, aku memilih Bisnis sebagai jurusanku yang memang aku ketahui melenceng jauh dari jurusan IPA.

Ddrrtttt... drrrtttt...

Ponsel disampingku bergetar. Aku mengambil ponselku dan menutup berkas dihadapanku. Aku mulai membuka laptop dan aku berniat untuk belajar saat ini.

"Halo?" Ucapku sambil menyalakan laptop.

"Kamu udah makan?" Aku tersenyum kecil ketika mendengar suaranya.

"Belum. Nanti aku turun ke bawah." Kataku lalu mulai melihat materi yang ada.

"Jaga kesehatan. Kamu bisa suruh OB kan buat bawain kamu makan ke ruangan kamu?" Katanya lagi dengan nada khawatir. Aku hanya berdeham dan mataku masih fokus dengan laptop dihadapanku. Melihat materi yang terpampang.

"Kamu lagi apa?" Sepertinya dia curiga karena aku hanya berdeham saja membalas perkataannya.

"Kuliah. Ada materi yang ketinggalan gara-gara ke Singapur kemaren." Ungkapku jujur. Aku tidak bisa berbohong jika menyangkut apa yang aku lakukan. Aku tahu informan dia dimana-mana, termasuk OB yang kerja disini adalah informan dia. Aku seperti diawasi setiap saat dan dia tidak segan-segan menegurku. Tapi aku senang dengan perlakuannya.

"Apa aku ganggu?" Aku menggeleng walaupun aku tahu dia tidak bisa melihatku.

"Nggak. Malah aku seneng." Aku tersenyum dan aku dapat mendengar kekehan darinya.

Changing Me [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang