19 - Let Me

4K 343 5
                                    

"Kalo jalan liat-liat dong!" 

Disuasana kantin yang ramai ini, Bella meneriaki Jenny yang memasang wajah cengo dihadapannya. Membuatku dan Gea yang baru saja duduk di sebuah meja berjalan cepat ke arahnya.

Seketika aku dan Gea menutup mulut kami masing-masing. Baju seragam Jenny dan Bella sama-sama kotor terkena tumpahan kuah soto kuning. Dan aku snediri yakin itu tidak akan mudah hilang.

"Kan gue emang liat-liat! Lo yang gak liat-liat! Udah tau kantin rame lo malah ngobrol cekikikan gaje." Jika dilihat dari siapa yang paling banyak terkena tumpahan, tentu Jenny. Dia yang membawa soto itu. Kemungkinan besar ini memang disengaja. Tapi aku tidak boleh nethink. Aku melihat Jenny yang wajahnya merah padam. Sekaligus menimbang apa aku harus turun tangan juga? gea disebelahku sudah menghampiri Jenny dan mengusap punggung Jenny agar sabar.

"Heh! Lu ngga abis-abisnya nyari sensasi disekolah ini ya?!"

"Lo siapa sih? Anak baru tenar udah berani macem-macem."

"emangnya sekolah ini punya nenek moyang lo? Lo pikir karena lo, kita semua wajib tunduk ke lo, iya gitu? Lo juga manusia. Sama! Sama-sama makan nasi sama napas pake idung!" Gea meluapkan emosinya. Aku tidak tahu jika Gea memiliki dendam tersendiri dengan Bella dkk.

Aku melihat teman-teman Bella yang sudah mengambil ancang-ancang membuat keributan ala perempuan. Tarik-menarik rambut? That's it!

Aku melirik sebelahku dimana terdapat seorang siswi yang membawa jus tomat. Membuatku dengan cepat mengambi uang di sakuku dan menyodorkan kepadanya. Sepertinya dia tahu maksudku. Dengan segera dia menerima uangku dan memberiku jus yang dibawanya. Dengan perlahan aku berjalan ke samping Bella.

Byur!

Cairan merah kental itu membasahi wajah Bella. Aku yang mengguyurnya hanya mampu menatapnya dan berjalan mundur. Teman-teman Bella sudah membantu Bella dengan heboh.

"Lainkali, kalo mau nyari gara-gara sama temen gue, liat dulu ada gue apa ngga. Kalo beraninya keroyokan, jelas banget lo yang lemah. Dan lagi, gue ngga sebodoh itu nilai temen gue yang salah. Jelas-jelas dia bawa soto pake nampan. Yakali kuahnya bisa terbang gitu sampe ngebasahin semua badannya? Kalo nabrak, paling kecipratan, bukan basah semua." Setelah mengatakannya aku segera menelan ludah. Dengan tatapan mata aku melihat ke arah Jenny dan Gea yang sudah menatapku.

Seperti sudah memiliki kontak batin, kami seperti bisa saling membaca pikiran masing-masing.

Tanpa suara kami menghitung mundur.

'satu-dua-tiga'

"WOYYY!!!" kami bertiga segera melesat pergi sambil berlari dari kantin. Entah kami menghiraukan suara teriakan Bella yang menggema itu. Yang penting kami selamat dari amukan singa kelas kakap.

Aku berlari mendahului Gea dan Jenny. Dapat kulihat wajah mereka berseri-seri sambil mengikuti arah lariku. Kami berlari hingga kami sampai di depan pos satpam. Cukup jauh, mengetahui harus mengitari dua gedung dulu sebelum sampai di pos satpam.

"Kalian kenapa?" Kata babeh, satpam sekolah.

"Gak apa-apa. Numpang istirahat bentar." Aku melirik Gea dan Jenny yang juga sama-sama melihatku.

"HAHAHAHA.." seketika tawa kami meledak.

"Gila lo, Nera! Ngga nyangka gue!" Nafasku tersengal-sengal. Membuatku memegangi perutku yang sudah sakit karena tertawa terus. Aku merasa bukan seperti diriku yang dulu. Dulu, aku dengan senang hati jika ditindas diam saja, nurut saja, dan tidak berani mengutarakan pendapat. Aku sudah berubah. Mengingat aku dulu tidak seperti ini. Benar, masa SMA harus aku nikmati.

"Sejak kapan seorang Nera bisa jahil?" Aku hanya tersenyum mendengarnya.

"Baguslah. Kayaknya si Vektor jadi pengaruh baik buat Nera. Idup itu ngga harus monoton." Jenny berkata demikian. Jika memang ini ulah Vektor, apa aku masih bisa menjadi Nera, Nona Invisible dihadapannya? Invisible, hm? Bukan aku yang sekarang.

Manusia berandalan itu sudah tidak peduli lagi padaku. Bayanganku untuk mendapatkan seorang teman harus sirna. Teman? Ya teman haha.. haha.. haha.. Mati saja aku ditelan paus berteman dengan cowok berandal. Ya, berandal. Aku harus menanamkan kata itu di otakku mengenai Vektor.

"Bisa gak ... Kalian lupain Vektor? Jangan ngomong dia didepan gue."

"Lo sendiri yang bilang gak apa-apa, Ner?" Gea berkata demikian sambil duduk di pinggir pos satpam. Nafas mereka sudah tidak tersengal-sengal lagi. Aku menatap wajah mereka satu-satu. Apakah aku harus menanyakan hal memalukan ini?

"Gue minta saran.."

Jenny dan Gea menatapku. Aku langsung ikut duduk disamping mereka. Kuperhatikan wajah mereka dengan lekat.

"Pilih yang ada atau nggak?"

"Hah?" ucap mereka serentak. Aku menggigit bibir bawahku. Ayolah, kawan, kalian harus mengerti maksudku. Kulihat Jenny dan Gea kini saling tatap dengan alis berkedut. Namun seketika Gea melihat ke arahku.

"Tapi ngga selamanya yang 'ngga selalu ada' itu ngga ada. Ngerti gak?" Giliranku yang menatap wajah mereka sambil melongo. Tidak selamanya yang 'tidak selalu ada' itu tidak ada. Jadi maksudnya itu, walaupun orang itu terlihat tidak ada tapi ternyata dia ada?

"Sumpah gue ngga ngerti." Aku mengacungkan tanda peace. Gea menegakan tubuhnya dan menatap mataku dengan sangat-sangat lekat. Siap menjelaskan maksud perkataannya.

"Untuk kasus lo, si cowok yang ngga selalu ada menurut lo ini, sebenarnya dia selalu ada. Cuma dibalik layar. Nah, udah gitu." Benar dugaanku. Jika laki-laki yang aku maksudkan itu adalah Vektor, lantas selama ini Vektor selalu ada untukku gitu? Menyapa saja tidak pernah.

"Sok tau banget lo gue ngomongin cowok?"

"Kalo bukan cowok apa lagi? Senpai?"

"Emangnya gue lagi ngomongin kakel apa?"

"Nah makanya. Yakali lu ngomongin kucing tetangga lu yang lagi hamil? Nggak mungkin kan?"

Aku tidak pandai berbohong.

"Tapi, susah. Maksudnya, dia itu gitu deh."

"Ih lu mah gak peka! Selama ini si Vek-"

"STOP!" aku dan Gea terkejut mendengat nada tegas dari Jenny. Dia menatap tajam Gea. Gea telihat tidak terima. Jenny memelototkan matanya begitupula Gea. Mereka sepertinya sedang berbincang melalui tatapan mata.

"Kan gue udah bilang, jangan bilang ke orangnya!"

"Tapi dia ngga ngerti, Jen!"

"Nanti juga ngerti. Biarin yang bersangkutan aja yang jelasin. Jangan kita."

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku menunggu dua orang dihadapanku ini selesai berbicara. Karena bosan, aku mengeluarkan ponsel dari saku rok. Melihat notifikasi pembaharuan aplikasi. Aku heran, semakin sering aplikasi itu diperbaharui, semakin banyak juga kelebihannya. Namun kapasitas memori yang dikenakan juga semakin besar. Jika aku berubah, maka banyak hal baru yang aku akan ketahui. Namun, semakin banyak juga pengorbanan yang akan kulakukan. Dan aku tidak ahu pengorbanan apa itu.

"Nera. Gue seneng banget lo udah berubah. Tapi, lo pasti punya alesan karna berubah kan?"

Eh?

###

yeyyy.. seneng ih walaupun baru 1000 wkwkwk... Makasih ya yang udah mau baca ^^

Changing Me [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang