24 - Pemikiran Singkat

4K 320 0
                                    

"Gila. Botak pala gue lama-lama belajar mulu."

Aku memakan nasi uduk didepanku dengan khusyu, tidak peduli dengan celotehan protes dari Gea dan Jenny mengenai pelajaran Sejarah tadi. Otakku sudah lelah, jadi aku membutuhkan makanan. Iya makanan, bukannya melihat pasangan baru yang lagi makan siomay diujung kantin. Kok kaya ada saki-sakit gitu ya?

"Mau beli es, nitip gak?" Aku menggeleng dan memilih melahap ke makananku. Sambil berusaha menulikan telingaku dan mendengar percikan air mancur kecil yang terletak dipinggir kantin.

"Widiw. Duaan mulu. Kaya permen karet." Kata Gea disebelahku berhubung Jenny beli es tadi. "Namanya juga lagi kasmaran. Kaya lu nggak pernah aja." Kataku.

"Emang lu pernah?"

"Kagak. Hehe.."

Keheningan cukup lama menyelimuti kami sampai akhirnya ada yang menepuk pundakku dan membuatku terlonjak kaget hingga terbatuk.

"UHUK! UHUK!"

" Eh, sorry!! Gak sengaja! Mau manggil aja tadinya." Itu suara Andra. Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku.

"Minum nih minum."

"Eh anjirr.. Minum gue tuh!" Si Gea marah melihat Andra mengambil minum miliknya dan menyodorkan kepadaku secara paksa.

"Temen lu lagi keselek gini, pelit amat." Tuh kan aku malah jadi ingin tertawa.

"Itu mah salah lu! Beliin minum kek apa kek. Tuh anek-antek jenius lu lagi nganggur nggak lu suruh beli apa gitu buat si Nera? Gak modal cih."

"Apa?" Nada suara Andra sudah berubah kawan-kawan. Nyeremin. Seperti diselimutin hawa dingin. Aku melihat ekspresi wajah Gea yang udah seperti batu. Pucat pasi. Siapa juga yang menyuruhnya melawan ucapan Andra?

"Udah. Lu manggil gue kenapa, Ndra?" Andra masih menatap Gea datar. Sedatar-datarnya wajah Andra. Dia juga jadi hanya menatapku datar. "Gak jadi." Katanya singkat. Aku lalu mengangguk saja. Belum apa-apa Andra sudah badmood. Sebenarnya aku sedikit aneh melihat perubahan sikapnya. Dia bersikap seperti ini kepada siapa? Kepadaku saja? Eh, mikir apa tadi?

"Uuuu.. Belum ketemu sama bugeman gue sih tuh anak." Aku menatap Gea sambil tersenyum kecil.

"Emang lu berani?"

"Kagak sih. Hehe.." Aku hanya ikut terkekeh saja.

"Eh, lama ya?" Tiba-tiba Jenny sudah datang dan duduk lagi sambil membawa es ditangannya. Rambutnya berantakan. Dia menyisir rambutnya dengan tangan. Aku hanya diam tanpa berbicara apa-apa lagi.

"Kurang lama. Nggak liat tuh si Nera udah meleleh? Panas woi panass.."

"Apaan sih Gea. Udah ah, uduk gue udah abis. Mau kekelas."

"Gue juga."

"Lah gue baru dateng ditinggalin gitu aja?" Dapat kulihat wajah kecewa Jenny. Maafkan aku.

###

"Pulang bareng gue, Ner." Kata Andra yang melihatku baru saja keluar dari kelas hendak jalan untuk pulang. Aku tidak membawa motor lagi hari ini. Karena Ayah tidak mengizinkanku. Mau tahu kenapa? Karena Ayah tahu aku bohong saat aku libur tiga hari padahal ternyata aku diskors. Ayah tidak marah. Cuma.. ngebentak. Gitu sih. Bunda bilang keceplosan.

"Gak se-gercep itu mas!" Baru saja aku ingin mengangguk, suara berat itu mengitrupsiku dengan Andra. Aku lihat tiga orang _lagi_ anggota berandalan vektor datang kearahku dan Andra.

"Nera pulang balik sama kita."

"Apaan lu dateng-dateng?" Kata Andra dengan dingin. "Lu kira Nera apaan mau balik sama kalian?"

"Lah emangnya lu apaan mau ngajak balik Nera? Widiw, gataw malu banget ew."

"Mulut kaya cewek aja." Setelah berkata seperti itu, Andra menarik sebelah tanganku. Menatap dingin gerombolan itu yang menatapnya balik dengan sinis.

"Nggak semudah itu, Ndra!" Kata mereka berteriak sebelum aku hilang dibalik tangga.

###

Andra melajukan motornya dengan lumayan cepat hari ini. Membuatku memegang bahunya lebih erat. Jujur, melihat Andra yang sudah balik lagi ke sisi es nya membuatku ragu untuk pulang bersamanya tadi. Tapi aku tidak ingin memperburuk keadaan dengan menolaknya. Jadinya, ya, aku ikutin saja kemauannya.

Motor Andra berhenti dirumahku. Aku segera turun. Sepanjang perjalanan tadi tidak ada yang membuka pembicaraan. Iyalah, gimana mau ngomong kalo bawa motor aja kaya udah kebut-kebutan.

"Besok dan seterusnya lu pulang bareng gue." Ucapnya singkat dan meninggalkanku yang melongo. Tapi, aku mau masih ingin bawa motor. Gimana dong? Enak saja memerintahku. Memangnya siapa sih dia? Aku berdecak kesal dan membalikkan tubuhku masuk kerumah. Ketika aku masuk, aku disambut dengan pemandangan yang sangat menyenangkan.

DUA PIZZA UKURAN LARGE TERPAMPANG DI KARPET!

"Wih, ada pizza nih." Kataku sambil melepas sepatu. Aku segera berlari kecil dan menaruh tasku asal di kursi.

"Enak aja." Tiba-tiba Vero datang dan duduk disebelahku. Ikut mengambil pizza juga.

"Tumben udah balik?"

"Bosen gue." Katanya lalu mengunyah pizza. Aku hanya menganggukan kepalaku. Aku melihat kesekeliling rumah yang sepi. Bunda pergi?

"Dek. Bunda pergi?"

"Tau tuh. Gue pulang juga udah ada pizza ini di meja makan. Katanya sih pergi ngikut Ayah ke kantor. Ada yang harus diurus." Aku menangguk. Memang orang tuakku itu tidak bisa dipisahkan. Jika Bunda datang ke kantor Ayah, berarti memang terdapat urusan-urusan yang penting yang harus membuat Bunda turun tangan ikut dengan Ayah. Semacam konsultan gitu deh Bunda dimata Ayah saat mengurusi pekerjaan.

"Dianter sama siapa lu? Andra? Anaknya Pak Geva itu bukan sih?"

"Mana gue tau."

"Yee.. Masa lu nggak kenal Pak Geva? Beliau udah pernah kesini juga. Temen Ayah dikantor. Punya perusahaan juga. Cuma didunia elektronik gitu. Temen cowok lu namanya Andra Refrigerant kan? Anaknya tau."

"Oh gitu."

"Dikasih tau malah bodo amatan." Vero mendengus mendengar responku. Aku memang sedang tidak ingin bicara. Mataku sedang focus dengan tampilan layar televise yang sedang menayangkan program music.

"Gak penting ih apaan sih infonya. Mau dia anak presiden kek gue gak peduli. Tukang perintah kaya di amah pantesnya jadi patung aja. Minta ditimpukin tiap hari soalnya."

"Kepincut aja lu."

"Gak yeee.."

Aku mengambil lagi pizza dihadapanku. Lumayan, rezeki anak soleh sampai rumah disambut pizza ukuran besar.

"Gue ada info lagi." Aku segera menolehkan kepalaku melihat Vero. Aku memasukkan potongan pizza ke mulut sambil terus menatapnya. Wajah vero terlihat serius. Ekspresi wajahnya tidak bisa kuartikan lagi. Mungkin dia ada masalah.

"Ayah teleponan gitu sama Bokap si Kevin."

"Hah???"

"Gue semalem gak sengaja denger ayah nelpon gitu. Trus nama kevin dibawa-bawa. Mungkin Ayah udah tau kalo si Kevin bikin gara-gara mulu sama lo. Ayah juga gak mungkin diem aja kali. Gak mau kejadian waktu itu keulang lagi."

"Gak sengaja apa nguping?" Kataku datar.

"Nguping."

Aku hanya diam. Entah kenapa selera makanku menjadi tersedot oleh lingkungan sekitar. Membuatku tidak menatap 'lapar' pizza dihadapanku. Aku mengerjapkan mata. Seketika suasana menjadi hening. Membuatku dan Vero sibuk dengan pikiran masing-masing. Apakah Kami harus mengalami hal ini? Disaat anak-anak lain mungkin sedang bermain-main, jalan-jalan. Kami? Masalah kami saja sudah membuat kami lelah. Dan seketika aku sedih. Sedih telah dilahirkan menjadi bagian keluarga Andrasvani untuk pertama kalinya.

###

rmuk暑�V}.

Changing Me [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang