3 - Analisis Vektor

6.9K 465 6
                                    

Setelah adegan saling berkenalan secara resmi dengan Vektor, aku yang sedang melaksanakan istirahat kedua ini merinding ketika melihat Vektor dan kawan-kawan berbuat gaduh dikantin. Gea dan Jenny pergi ke ruang guru mengumpulkan Laporan Praktikum. Jadi, berhubung aku tidak memiliki orang untuk menemaniku, aku jalan saja sendiri ke kantin. Baru saja aku hendak mengantri panjang di deretan Mie Ayam, pundaku ditepuk seseorang. Otomatis aku menoleh dan kudapati wajah Vektor yang berseri-seri.

"Hai, Nera." Ucapnya yang membuatku ikut tersenyum kecil. Aku disapa. Yah, walaupun bukan dengan orang yang lebih baik dari tukang onar.

"Hai juga, Vektor." Tatapanku kembali lurus ke abang-abang Mie Ayam. Aku berada di deretan paling belakang. "Lo pake kacamata?"

Oh ya, aku lupa melepasnya. Aku memang memakai kacamata. Mataku minus 0,75. Dimaklum, aku senang membaca e-book dengan lampu kamar yang dimatikan.

"Oh iya, biasa." Kataku seramah mungkin. Terdengar bisik-bisik dari sekitar. Ya, aku tahu aku sedang berbicara dengan Vektor yang notebane tukang onar yang tampan. "Oh gitu."

Keheningan melanda kami. Aduh, dia kok tidak kembali saja duduk?

"Lo mau pesen Mie Ayam? Yakin?"

Tanyanya yang kupikir memang tidak mungkin sih. Nanti waktu istirahatku terganggu.

"Iya." Kataku dengan nada ragu-ragu. "Mau gue bantuin ngga?"

Bantuin?
Aku jadi kepikiran ketika aku menolak membantunya tadi pagi padahal aku sendiri tidak tahu dia ingin dibantu apa.

"Bantuin?" Tanyaku balik. Vektor hanya tersenyum lalu berdeham keras yang membuat abang Mie Ayam menatapnya. Aku tidak tahu jenis telepati apa yang ia berikan kepada abang Mie Ayam yang kini mengangguk-anggukan kepalanya.

Aku menatap dia dan abang Mie Ayam bergantian. Wah ada apa-apa nih.

"Lu ngancem abang-abangnya?" Dia hanya menjawab dengan tertawa kecil.

"Jangan nethink gitu ke gue. Udah gabung sama gue, yuk." Tanganku ditarik olehnya. Tentu saja aku tidak mau.
"Eh! Mie ayam gue!" katakku berusaha melepas pegangan tangannya.

"Nanti dianter. Bentar lagi. Ikut gue." Katanya sambil senyum-senyum. Dih, nih anak kenapa lagi?

Akhirnya aku pasrah ditarik olehnya. Beberapa pasang mata melihat aksi kami.

"Duduk." Aku melongo. Vektor menatapku sambil mengangkat alisnya.

"Kenapa?" Aku mengerjapkan mata. Terkejut. Tentu saja aku terkejut, lihat! Aku dibawanya ke mejanya yang isinya anak-anak nakal semua. Bagaimana image-ku nanti?

"Ng.. Ini kan meja lu sama temen-temen lu. Masa gue duduk disini?"

"Oh? Yaudah kalo ngga mau, emangnya lo liat ada tempat kosong lagi?" Aku mengedarkan pandanganku. Penuh semua. Lalu aku beralih menatapnya. Baiklah, perutku sudah memberontak. Hanya kali ini saja aku ikut duduk disini. Aku menghela nafas. Tentu saja aku malu. Aku satu-satunya anak perempuan di meja ini. Berhubung aku tidak ingin dianggap lemah dan sebagainya, aku menampilkan wajah dingin dan datarku. Seolah tidak peduli dimanapun aku berada.

Vektor mengusir temannya yang duduk disampingku.

"Kenapa gue boleh ikut duduk disini?" Baru saja Vektor duduk aku langsung melontarkan pertanyaan. Vektor terlihat menahan tawanya. Tentu saja menurutku ini aneh. Aku yang biasanya duduk sendiri dan tidak kenal anak kelas yang lainnya atau bahkan hanya tahu namanya saja, diajak duduk di meja gerombolan ini.

"Karena lo Nera, temen gue. Ya gak?" Tanyanya kepada yang lain. Yang lain sih mengangguk-anggukan kepalanya. Ah, sudahlah. Aku hanya harus makan Mie Ayam dengan tenang.

Changing Me [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang