Dengan ragu aku mengetuk ruangan Simon dan tak lama kemudian terdengar suara Simon yang menyuruhku masuk. Aku pun menarik napas panjang lalu membuangnya perlahan-lahan. Aku mulai mendorong pintu itu dan mataku langsung bertatapan dengan mata Simon. Senyuman muncul di bibirnya saat melihatku datang.
"Celine. Masuklah!" Suruh Simon.
Aku dengan segera duduk di sofa yang ada di ruangan kerja Simon dengan Simon yang berdiri lalu bersandar pada meja kerjanya.
"Well, sepertinya akan ada kabar baik," Goda Simon sambil terkekeh.
"Ada apa?" Sambungnya.
"Tentang tawaranmu itu. Err-- Aku menerimanya," Jawabku mantap.
"Kau menerimanya?" Tanya Simon dan dengan mantap aku mengangguk.
"Bagus. Aku sangat senang atas keputusanmu. I'll call you later," Simon berjalan kearahku lalu menjabat tanganku dan aku membalas jabatan tangannya.
Well, aku rasa ini bukan keputusan yang salah.
Aku keluar dari ruangan Simon dengan hati yang lega. Tapi ada sesuatu yang membuatku sedikit tak lega. Harry. Aku belum mendiskusikan masalah ini dengannya. But, aku harap dia menerima keputusanku. Bagaimana pun juga ini demi kebaikan kami.
Dengan hati-hati aku keluar dari rumah Simon. Aku tak mau paparazzi memotretku dan membuat Harry tahu jika aku baru saja dari rumah Simon tanpa sepengetahuannya.
.
Kebetulan sekali saat aku memasuki basecamp, sudah ada Lou di depan.
"Hey, Lou," Sapaku dan dia tersenyum padaku.
"Celine. Apa kabarmu? Kau jarang kesini rupanya," Ucapnya dan aku terkekeh.
"Sebenarnya aku ingin bertanya. Apa Harry ada? Aku harus bicara padanya," Tanyaku.
Mungkin aku belum menjelaskan. Lou ini teman baikku selama aku di basecamp. Dia juga yang selalu menenangkanku saat Liam memojokkanku. Dia juga yang selalu membelaku saat Liam dan semua orang menjelek-jelekkanku.
"Dia ada di kamarnya. Kau tahu, akhir-akhir ini dia agak murung. Aku tak tahu kenapa. Apa kalian ada masalah?" Aku menggeleng.
"Well, lebih baik aku langsung ke kamar Harry saja. Thanks Lou," Aku bergegas naik elevator menuju kamar Harry.
Setelah sampai di depan ruangan Harry, aku mengetuk pintunya dan tak lama kemudian Harry membuka pintu.
"Hey," Sapaku dan dia melihatku seperti kaget.
Dia mundur membuka pintunya lebih lebar menyuruhku masuk. Aku segera masuk dan duduk di pinggiran ranjangnya. Well, berantakan. Setahuku Harry bukan orang yang berantakan.
"Ada apa?" Tanya Harry.
"Ada apa denganmu?" Tanyaku balik membuatku mengernyit.
"Itu bukan jawaban yang seharusnya, Celine. Aku bertanya kau malah balik bertanya. Ada apa kau datang kesini?" Ucapnya lalu duduk di sampingku.
"Apa aku tak boleh kesini? Jika tak boleh aku keluar saja. Maaf mengganggumu," Aku berdiri hendak keluar tapi tangan Harry menggenggam lenganku.
"Aku tak menyuruhmu pergi. Duduk kembali!" Jawabnya dan aku duduk kembali.
"Kau terlihat tak seperti biasanya. Ada apa denganmu?" Tanyaku dan dia menggeleng.
"Tell me, Harry!"
"I'm okay, Celine. Trust me," Jawabnya dengan nada kesal.
Aku mengangguk-angguk seperti orang bodoh dan Harry menatapku dengan tatapan aneh. Aku beralih memegang pipinya dengan kedua tanganku lalu mengelusnya membuatnya memejamkan matanya.
"Aku merasa sejak kau berpacaran denganku kau lebih sering murung," Perkataanku membuatnya membuka mata.
"Apa aku menjadi beban untukmu?" Kini air mata sudah berada di pelupuk mataku.
Uh, aku memang cengeng.
Tangannya memegang tanganku lalu menggenggamnya.
"Ya. Kau menjadi beban untukku. Tapi tak masalah untukku jika kau menjadi beban untukku. Aku memikirkanmu, memikirkan hidupmu, dan memikirkan rasa sakitmu. Aku rasa aku telah membuatmu terluka. Kau menyesal berpacaran denganku?"
Jerk. Perkataannya membuat air mataku menetes. Aku menggeleng.
"Aku tak pernah menyesal berpacaran denganmu. Ini sakit kita bersama. Aku tak pernah menyesal. Sedikitpun," Aku memeluknya dengan erat dan menangis di pundaknya dengan keras.
Andai saja tak ada yang namanya haters di dunia ini.
Aku melepas pelukan kami. "Aku menerima tawaran Simon," Ucapku dan matanya membelalak kaget.
"Kenapa kau menerimanya?" Tanya Harry dengan nada suara yang naik.
"Kita harus mencoba, Harry. Aku yakin setelah aku menjadi model, semua orang akan menyukai kita. Please, jangan membuatku bingung untuk memilih. Aku yakin ini pilihan yang benar," Aku mendengar Harry menarik napasnya lalu membuangnya dengan kasar lalu mengangguk.
Aku tersenyum lalu mencium bibirnya singkat lalu memeluknya. Akhirnya. Sebentar lagi kami akan menjalani hubungan ini tanpa ada yang namanya haters.
-
-
-
So short :(
Maaf kalo jelek dan feelsnya gadapet.
Maaf juga kalo late update.
Jangan lupa vote sama commentmya yaa :)
Silent readers? Mana suaranya?
Hehehe..
Thanks 😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lucky Girl ▶ h.s
FanfictionI don't care what people say when we're together. I love you just the way you are. Harbara Fanfiction