Sebuah pertanyaan yang meluncur begitu saja sebelum dia pergi. Aku tau ini akan membuatnya sedih. Tapi aku ingin mengetahui, seberapa besar perasaannya padanya.
"Kau tau kan, kalau aku selalu mencintainya. Sampai kapan pun."
Jeonghan mengatakannya dengan tersenyum, mengarah kepadaku. Kutatap matanya, berusaha mencari kebenaran. Dan aku tau, kali ini dia tak berbohong. Perkataannya jujur, mungkin benar-benar tulus dari hatinya. Jeonghan menghilang seiring pintu cafe tertutup. Kini aku masih duduk disini bersama sebuah buku miliknya. Sebenarnya aku ingin menelpon Seungcheol. Memberitahukan semua hal ini tapi aku masih menjaga perasaan Jeonghan.
"Kalaupun mereka di takdirkan bersama, mereka akan bertemu, kan?"
Kuambil buku itu dan berjalan keluar cafe. Menuju mobilku dan pergi entah kemana. Rasanya berat. Mengingat semua waktu yang awalnya senang sekarang berubah seperti ini. Kurasa aku memang harus mendinginkan kepalaku. Tugasku belum selesai. Kurasa, waktu juga akan mengubah seseorang kan? Hanya entah kapan hal itu akan terjadi dan menunggu. Hingga waktu menjawabnya.
***
Seungcheol POV
Tiga bulan. Aku tak menemui Jeonghan sama sekali. Doyoon menghilang dan membuatku lega. Aku sudah lulus tapi terasa hampa. Ya, hampa. Sejak kejadian itu aku sama sekali tak bertemu Jeonghan. Dan harusnya, hari ini kami bersama-sama merayakan kelulusan. Tapi kenyataannya, itu hanya sebuah angan belaka. Jeonghan entah dimana dan itu membuatku semakin bersalah. Salahku menuruti egoku tanpa memperhatikannya.
Kampus bukan lagi tempat yang menyenangkan bagiku. Perpustakaan bukan lagi tempatku berlama-lama. Kau benar, aku sudah lulus tapi aku masih suka menyusuri tempat itu. Hanya untuk menikmati kenangan dari setiap hariku bersama Jeonghan. Kenangan yang kini tergantikan oleh sunyi senyap tanpa tawa khas lelaki yang kusayangi itu. Sepi. Bahkan rumahnya pun nampak sepi. Kalau ingat rumah itu, aku selalu mengingat bagaimana kami bergumul di kasur hingga siang hari. Dan wajah cantiknya yang terlihat berkilau ketika matahari menyinarinya. Ah, bodoh sekali. Aku kehilangan malaikatku.
Dua hari yang lalu, aku berpapasan dengan Mingyu. Dia mengatakan bahwa Jisoo dan Jeonghan mencariku. Salahku yang tak pernah muncul lagi. Ah bukan, lebih tepatnya dia melarangku muncul. Aku rasa dia benar-benar gila. Sebetulnya aku ingin menelpon Jisoo, menanyakan keberadaan Jeonghanku. Aku merindukannya. Merindukan segala kecerobohannya, merajuknya, tangisannya, seluruhnya. Tubuhnya? Aku selalu merindukan setiap jengkal tubuhnya yang selalu di sampingku ketika kami terlelap. Bibir itu, mata itu, hidung itu, selalu menghiasi setiap hariku dan tubuhnya yang terlihat kecil di dalam pelukanku. Tapi semua itu dulu, sebelum kebodohanku yang mengiyakan dia.
Entah sudah berapa lama kususuri setiap sudut kampus. Berusaha menemukannya atau setidaknya Jisoo. Hanya dia harapanku. Hanya satu tempat yang belum ku susuri. Gazebo dekat taman. Aku ingat itu merupakan tempat favorit Jisoo. Walaupun aku tau, mendatangi rumahnya akan lebih berhasil daripada seperti ini. Segera ku langkahkan kakiku menuju tempat itu. Hingga dari kejauhan aku dapat menemukan sosok yang familiar bagiku. Jisoo duduk sendirian di tempat itu. Segera ku langkahkan kakiku menuju tempatnya.
"Jisoo-yah, bisa kita bicara?"
"Akhirnya kau menemukanku. Duduklah, ada banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu."
Seketika aku merasakan suasana di sekitarku menegang. Aku tau, ini ada kaitannya dengan Jeonghan. Aku siap, menerima semua hujatan dari mulut sahabatku sendiri.
"Cheol, jujur aku ingin mengatakan sesuatu mengenai Jeonghan. Tapi bisakah kau menjawab pertanyaanku terlebih dulu?"
Aku hanya mengangguk. Takut? Entahlah. Nyaliku hilang begitu saja jika sudah dihadapkan dengan sesuatu yang membuat Jeonghan sakit hati. Jeonghan adalah kelemahanku dan aku benar-benar memahami itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You 「COMPLETE」
Fanfic"Harusnya dari dulu sudah ku katakan" - Yoon Jeonghan "Kau sahabat terbaikku" - Choi Seungcheol "Aku akan selalu disampingmu" - Hong Jisoo Genre : Yaoi ©24machinegun