Tell Me

2K 171 20
                                    

Aku selalu bertanya tanya. Kapankah waktu yang paling bahagia?

Apakah itu kebahagian yang tak terulang?

Apakah itu hanya waktu singkat yang kita miliki bersama?

Waktu yang berharga dan bahagia? Apakah itu ada di masa depan yang sempurna?

Aku tak tahu. Jadi bisakah kau katakan padaku?

TELL ME

Im Yoona. Itulah nama gadis yang duduk pada kursi pojok paling belakang. Tangan kanannya memangku dagu, sedang sebelah tangannya lagi bergerak lincah menulis sederet rumus yang berada di papan tulis.

Yoona adalah salah satu murid yang mendapat beasiswa untuk menempuh pendidikan di sekolah menengah atas. Jangan berpikir bahwa beasiswa yang dimiliki Yoona adalah beasiswa untuk orang tak mampu, karna beasiswa yang diterimannya adalah murni dari kepintarannya. Yoona bukan salah satu orang yang dipandang sebelah mata di sekolahnya atau bukan juga orang yang di pandang banyak mata. Dia hanya siswa yang berada dalam garis netral. Tak di atas, juga tak dibawah. Di sekolahnya, pintar bukanlah poin utama untuk menjadi pusat perhatian. Jadi tak heran jika orang-orang tak mengenalnya.

Ibu Yoona meninggal ketika ia masih sangat kecil, sementara ayahnya sering menghabiskan waktu di bar bersama wanita malam -bar itu adalah milik ayahnya- Ayahnya tetaplah seorang ayah, seburuk apapun orang melihat ayahnya, Yoona tetap menyayanginya. Dia tak pernah merasa ditelantarkan atau merasa diperlakukan kasar oleh ayahnya. Walau terkadang Ayahnya bersikap menyebalkan dengan wanita malam, tapi Yoona tahu ayahnya begitu menyayanginya.

Kring kring

Pelajaran berakhir dengan bunyinya bel istirahat. Guru Song mengakhiri pelajaran dengan memberi sebuah tugas yang ditanggapi malas oleh murid-murid.

"Ingin ke kantin?" Gadis berkaca mata bulat dengan rambutnya yang diikat rapi menatap Yoona. Nana Kim-- itulah yang tertulis pada nametag gadis itu.

Yoona mengangguk singkat menyetujui. Dia menyelesaikan catatannya lalu kemudian menutup bukunya. Memasukannya ke dalam ransel biru tuanya “Ayo” Yoona menarik tangan Nana pelan. Melangkah dengan santai menuju kantin untuk mengisi perut. Mereka bukan primadona sekolah yang ketika berjalan, orang-orang akan memandang mereka. Mereka hanya mereka. Berotak pintar dengan kepribadian tertutup. Yoona tak memiliki teman yang bisa disebut sangat dekat. Pribadinya yang malas tahu menjadikannya tak peduli dengan orang-orang disekitarnya. Yoona tak mencintai kepopuleran, menurutnya itu adalah hal yang mengganggu. Nana mungkin hanya beberapa orang yang bisa dibilang cukup dekat dengan Yoona.

Suasana kantin terlihat lebih ramai dari biasanya. Suara bising terdengar sangat menggangu, juga hanya beberapa bangku yang tersisa. Yoona memilih kursi yang letaknya paling pojok, tempat yang tak begitu terlihat dan sedikit menyendiri.

“Yaaa…. Park Chanyeol sudah seperti idola saja. Hanya karna kedatangannya, kantin langsung menjadi ramai.” Nana menarik kursinya, mendudukan dirinya di depan Yoona dengan tatapannya masih menatap Chanyeol.

Yoona memandang ke arah yang sama dengan Nana. Dari tempat mereka duduk, Yoona bisa melihat jelas sosok pria tampan yang begitu populer. Park Chanyeol, laki-laki yang ditatapnya sedang asyik mengobrol bersama teman-teman sekelasnya. Dua laki-laki yang duduk di depan Chanyeol adalah Luhan dan Jungkok. Sedang di samping Chanyeol, duduk Joy, gadis yang tak kalah populer dari Chanyeol, wajahnya cantik dengan rambut indah yang membuatnya semakin menarik.

“Kudengar kau pernah sekelas dengan Chanyeol, benarkah?”

Yoona memutus pandangannya dari Chanyeol, beralih pada Nana. “Waktu kelas 11.” Yoona kembali menolehkan kepalanya ke arah tempat duduk Chanyeol ketika merasa seseorang sedang menatapnya. Apa tadi Chanyeol menatapku? Pikirnya. Yoona menggelengkan kepalanya, menolak pikiran itu.

YoonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang