"Jadi Profesor Lupin itu teman orang tuamu?"
"Iya. Tapi selama ini keberadaannya tidak tahu kemana. Dad juga tidak pernah mendengar kabarnya lagi sejak kejadian 'itu'," Harry duduk memeluk bantal sofa kesayangannya. Akhir pekan ini dia dan Draco diizinkan bermalam di tempat Severus, meski yang bersangkutan sedang tidak ada di tempat. Sekiranya Severus sudah menganggap Harry dan Draco sudah cukup dewasa untuk tidak lagi coba-coba meramu sendiri tanpa pengawasannya.
Draco bersandar di sofa, "pantas, rasanya dia memberi perhatian lebih padamu."
"Eh? Masa? Aku rasa tidak. Dia baik pada semuanya."
"Tingkat kesensitifan bocah ini nol besar," batin Draco, lalu dia berdiri.
"Kau mau kemana?" tanya Harry.
"Ambil sesuatu untuk dimakan. Lapar sekali rasanya."
Mata Harry mengikuti sosok Draco yang menuju ke dapur dan membuka lemari penyimpanan lalu mengeluarkan setoples biskuit, "hei! Itu punyaku!"
"Minta sedikit. Dasar pelit," tapi perkataan dan tindakan sama sekali berbeda, Draco membawa toples kaca berisi biskuit itu ke tempat duduknya di tempat Harry dan langsung menikmatinya.
"Sedikit apanya?" tak mau biskuit kesukaannya dihabiskan Draco, Harry pun ikut makan. Lalu mereka ngobrol tentang tugas sekolah, "essay sejarah sihirmu sudah selesai?" tanya Harry.
"Sedikit lagi. Aku heran kenapa pelajaran itu masih bertahan padahal hampir sembilan puluh persen muridnya selalu tidur di kelas."
Harry tertawa, "kecuali Hermione dan Blaise pastinya. Salut mereka tetap bisa terjaga meski dongeng Profesor Binns lebih parah dari bualan si Lockhart."
"Jangan ingatkan aku dengan si idiot itu," Draco menggigit biskuitnya sekuat tenaga, "memuakkan. Aku yakin kalau dia guru paling bodoh yang pernah mengajar di Hogwarts. Heran—kenapa Profesor Dumbledore mau memperkerjakannya, ya?"
Harry cuma mengangkat bahunya.
"Lalu essay Ramalanmu bagaimana?"
Mendengar pertanyaan Draco, Harry langsung lemas, "aku menyesal ambil mata pelajaran itu."
Kali ini Draco yang tertawa, "Grim! Nak... kau memiliki grim di cangkirmu," Draco menirukan polah guru Ramalan mereka yang sepertinya terobsesi pada hal-hal buruk.
Harry menghantam kepala Draco dengan bantal sofanya, "awas kau! Memang kau pikir enak, baru saja pelajaran pertama sudah diramalkan akan mati?"
Draco cekikikan teringat wajah Profesor Trelawney saat memandang Harry seperti melihat orang yang sekarang, "guru yang lucu, dia itu."
"Lucu apanya. Aneh sih iya!"
Seperti biasa, kalau sedang berdua seperti ini, arah pembicaraan mereka makin lama makin tidak jelas, mulai Quidditch sampai produk terbaru Zonko, bahkan model sapu terbaru, Firebolt, yang membuat mereka sempat lupa waktu dan berdiri di depan toko Quidditch di Diagon Alley selama beberapa belas menit. Atau berita yang masih hangat, yaitu tentang keluarga Weasley yang memenangkan hadia Grand Prize dan menghabiskan liburan ke Mesir sekaligus mengunjungi Bill, putra kedua keluarga Weasley, yang bekerja di cabang Gringotts.
Obrolan mulai ngawur setelah malam makin larut. Ocehan-ocehan tidak jelas tentang berbagai hal mulai terlontar, tanda kalau mereka berdua sudah sangat mengantuk tapi mereka sama-sama enggan untuk segera tidur.
Senin pagi, Harry berjalan bersama Ron dan Hermione menuju ke kelas Transfigurasi sambil mengobrol.

KAMU SEDANG MEMBACA
Here We Are (complete)
FanfictionAuthor Aicchan REPUBLISH PS : Beberapa chap di privat