Kau seperti bunga oranye di pekarangan, begitu tiba-tiba dan indah. Kau bunga oranye yang tumbuh mempesona melingkari kebun kecil di pekarangan. Aku harap kau masih di sana ketika aku kembali.
Tapi kau tak ada di sana ketika aku kembali. Semua harapan yang aku punya menjadi sia-sia ketika aku terlanjur mensyukurimu. Sekarang tak ada lagi alasan untuk aku kembali.
Dan ketika aku tak punya alasan untuk kembali, aku mendengar kabar bahwa kau kembali seolah dahulu kau hanya bersembunyi berkalang di bawah tanah basah.
Tapi aku tak ingin kembali hanya untuk bunga oranye yang dapat datang dan pergi kapan saja selama ia mau.
Aku akan menyusuri setiap jalanmu dan aku akan pergi dan kembali kapan saja selama yang aku mau.
Apakah sudah takdirmu menjadi orang yang sebegitu angkuhnya. Kau pernah memelukku kemudian mendorogku hingga jatuh. Berulang kali aku coba berdiri lagi dan lagi, tapi angkuhmu memang telah membumi batu. Otakmu pun keras tak tertandingi.