Hatimu seperti pintu tanpa gagang yang terkunci. Aku tak tahu harus mulai dari mana aku membukanya, sedangkan kau hanya menertawakanku dengan bangganya.
Aku terus berusaha untuk mencari kuncinya, tapi tak kunjung kutemukan.
Aku berusaha mendobraknya, tapi tubuhku tak cukup besar untuk bisa merusaknya. Kau dengan entengnya menertawakanku hingga aku seakan mau mati lemas rasanya.
Aku lelah berusaha mati matian membukanya hingga aku menyerah. Aku lelah, kau terlalu membanggakan dirimu yang mempunyai pengejar setia sepertiku.
Aku menyerah, aku lelah, aku kalah.
Aku pergi dengan pasrah membiarkan pintumu yang masih terkunci itu.
Kulihat pintumu sekarang semakin usang saja dimakan waktu. Rapuh menggerogoti kayunya hingga keropos,
aku melihatmu tak sesumringah beberapa tahun lalu ketika aku masih setia dengan pintumu.Jangan merengek didepanku seperti bayi!
Kau sudah terlalu hina untuk ku upayakan.
Menyingkir dan pergilah.