4. Skripsi ini membunuhku

51 7 2
                                    

*Chandra*

Aku terjebak diantara tumpukan diktat kuliah, laptop, draft skripsi dan juga kopi. Tekatku, semester ini harus S1!

Ketika hampir semua dosen meremekanku, saat itulah semangatku begitu menggebu. Bahkan dosen pembimbingku, selalu bersikap pesimis tiap aku mengadakan bimbingan.

Tiap menerima KHS, aku sudah terbiasa melihat angka dua koma. Menurutku itu sudah bagus. Setidaknya untuk mahasiswa seperti aku, yang sedikit jauh dari kata pintar. Rekor tertingi IPK yang pernah kudapat cuma 2,8! Hasil maksimal dari begadang tiap malam kalo pas UAS. Di awal kuliah, aku malah masuk dalam kategori mahasiswa nasakom. Beban mental terbesar karna aku merasa malu sama Mama yang katanya semasa kuliah, ga pernah dapat IPK di bawah 3. Apalagi Papaku juga tergolong arsitek hebat yang sudah dipastikan memegang nilai tinggi semasa kuliah. Meski kuliahnya di kampung halamannya sana. Negri boyband kalo nuna menyebut Korea Selatan.

"Makan dulu! Udah jam 10 lebih." Entah sejak kapan nuna masuk, yang jelas teguran itu kudengar sesaat setelah mataku hampir terpejam.

Punggungku yang sedari tadi membungkuk, terasa sedikit nyeri ketika kutegakkan. Mataku pun mulai perih, sedari tadi melototi layar PC.

Perenggangan ringan, kuharap bisa membantu. Kedua tanganku juga mulai memijat pelan kedua sisi kepalaku. Baru saja hendak kuputar pinggangku, ketika kedua tangan istriku sudah berada di kedua pundakku. Meremas lembut, sekedar menghilangkan kekakuan di sekitar punggung.

Kepalaku menengadah, menyertakan senyuman, agar dia bisa melihatku, dan aku bisa melihat wajahnya yang menunduk menatapku. "Makasih, nuna!"

"Omongan Friska ga usah ditanggapi serius..... Aku ga akan maksa kamu buat cepet-cepet ngelarin skripsi. Aku juga ga akan nuntut kamu buat cepet kerja..... Anggap aja kita lagi ngejalanin pacaran halal." Kuraih tangan kanannya yang masih memijat pundakku, agar bisa kutarik sampai pada bibirku.

Satu kecupan lembut di punggung tangan putihnya. Kupikir tangan itu akan terasa wangi, nyatanya justru bau bawang putih yang kudapati.

Begitulah bau tangan perempuan tangguh! Dari tangan itu, sudah bisa dijadikan sandaran hidup 5 karyawannya. Tangan itu, bisa merubah depot kecil peninggalan orang tua, menjadi sebuah kafe yang meskipun sederhana, tapi menghasilkan banyak rupiah.

"Mau aku bikinin Kwetiaw goreng? Masih ada sisa satu porsi."

"Ga usah. Aku ga lapar. Nuna istirahat aja! Aku turun bentar bantu Tio beresin meja ya."

"Kamu sedari siang belum makan. Kasian cacing peliharaan kamu," saat menyebut kata cacing, tangan kirinya bergerak turun mengusap perutku.

"Jangan diterusin lebih kebawah. Itu bisa berujung 'sunnah'. Ntar aku kecewa karna nuna lagi ga bisa diajak nambah pahala."

"Kata siapa aku ga bisa diajak nambah pahala?" bisikannya membuat libidoku sedikit meningkat.

Sial! Aku beneran lagi capek. Tapi tangan nuna udah mulai gerilya aja.

"Aku udah kangen. Dari kemaren dicuekin mulu. Rasanya, laptop itu lebih beruntung karna dipelototin sepanjang waktu." dia gigit kupingku pelan. Membuatku menelan ludah, menahan untuk tak membalasnya. Sebab aku masih didera lelah.

Ini benar-benar membuatku gila! Membayangkan geliat tubuhnya saat aku berada di atasnya. Desahannya, rintihan pelan, gosh!

Nuna selalu berhasil membuatku TURN ON!

Aku berdiri perlahan. Melihatnya menggigit sedikit sudut bibirnya, membuatku paham kalo dia sudah sangat menginginkanku.

"Kita pulang!" ucapku lirih.

Brogan Kesayangan NunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang