12. Park Chan Soo

32 3 0
                                    

*Nessa*

"Aku sakit."

Kalimat singkat darinya cukup ngebuat aku belingsatan ngeluarin motor dari garasi, ninggalin kafe selagi masih buka dan banyak pelanggan.

Seharian ga ada chat apapun, tau-tau dia nelpon dan bilang kalo sakit. Sialnya, dia justru lagi ada di rumah. Seingatku, kemaren sebelum pulang, dia sempat bilang bakalan ga tidur di kost.

Ujung telunjukku menekan bel yang menempel di tembok samping pagar hitam, rumah  bergaya minimalis. Aku berharap Chan masih kuat jalan dan bisa membukakan pagar.

Kutunggu beberapa saat, tapi tak ada jawaban, maka kutekan lagi belnya. Lalu kembali menunggu dengan penuh kecemasan.

Di bawah temaran lampu teras yang tak terlalu terang, aku bisa melihat wajah pucat brondongku saat keluar dan tertatih kearahku. Kemeja yang dia pakai kemaren pun belum diganti.

"Kamu sakit apa? Kenapa baru nelpon? Pasti dari tadi belum makan apa-apa. Muka kamu ampe pucet gitu. Seharusnya kalo udah tau sakit tuh bilang. Pasti karna lebam di perut kamu itu. Kita ke dokter!" Selayaknya perempuan pada umumnya yang begitu cepat panik, cercaan pertanyaan serta komentar langsung terlontar ringan dari mulutku, bahkan sebelum dia sampai di pagar.

Sama sekali tak ada jawaban keluar dari bibirnya, yang tampak pucat.

Begitu pagar terbuka, aku langsung menghambur masuk.

"Motornya ga dimasukin?", ucapnya sambil ngeloyor pergi, tanpa basa-basi bantuin aku buat masukin motor. Mungkin dia dendam, gara-gara motor itu dia jadi sakit.

"Jangan lupa pagarnya di kunciin!" Selorohnya sebelum melalui pintu.

Motor sudah aman di dalam pagar yang terkunci, helm pun sudah aku taruh di atas jok, dan kupastikan ga akan jatuh. Terburu, aku masuk dalam rumah setengah berlari.

Chandra rebahan di sofa dengan mata terpejam. Aku mendekat lalu bersimpu diatas lantai, samping sofa. Dia tak menyisakan sedikit pun tempat untuk kududuki.

"Kenapa ga nelpon dari tadi? Kamu pasti belum makan," kuulangi petanyaanku yang tadi sempat terlontar, tapi tak terjawab.

"Aku ga bisa makan. Tiap abis makan selalu muntah..... Mau nelpon nuna, aku takut nuna sibuk."

"Tapi kan ga harus nahan sakit gini..... Seharusnya begitu ngerasa sakit gara-gara jatoh kemaren, kamu periksa ke dokter. Ga dibiarin sampe parah gini..... Kamu kuat jalan kan? Kita ke rumah sakit sekarang."

"Dari sebelum jatoh kemaren, perut aku udah ga enak kok."

"Apalagi udah ngerasa sakit sebelumnya. Ga ada salahnya kan pergi ke dokter?!"

"Emang nuna biasa cerewet gini, atau cuma karna aku lagi sakit aja?"

"Karna aku ga suka liat kamu sakit."

Tatapan matanya ga berbinar seperti biasa, senyumanyapun begitu berat, karna memang terpaksa. Dan dia masih belum mengiyakan tawaranku.

"Ngeliat nuna, aku berasa punya tenaga. Kayaknya ga perlu ke rumah sakit deh."

"Lucu?!", tanyaku sinis dengan mata melotot. "Udah deh ga usah ngegombal! Waktunya lagi ga tepat. Buruan ganti baju!" Kutarik tangannya agar dia bangun. Permukaan kulitnya terasa panas. Chandra beneran sakit!

Seringainya tampak samar. Aku tau dia berusaha menutupi rasa sakitnya.

"Kunci mobil ada di laci meja foto. Pake mobil putih aja.....jangan lupa dipanasin dulu, dan jangan sampe nyentuh mobil Mama! Oh ya, nuna bisa pake matic kan?!", dia bicara sambil terus jalan, tanpa merasa perlu ngeliat aku yang berdiri di tempat semula.

Brogan Kesayangan NunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang