Aku membuka mataku perlahan, berusaha mengabaikan sakit pada wajahku. Dengan perlahan aku menuju kamar mandi untuk membasuh wajahku, aku melirik kaca dihadapanku yang menampilkan wajah lebamku yang cukup parah.
"Sialan Bayu, mukulnya ga kira-kira,"sungutku sambil mencoba merasakan perih dipipiku yang mulai terlihat membiru dengan jari telunjukku. Setelah aku bebersih sedikit dikamar mandi aku langsung keluar kamar, Bayu yang kondisinya tidak lebih baik dariku sudah duduk santai sambil menonton berita pagi ditemani dua cangkir kopi yang masih mengepulkan asap.
Aku meliriknya sebentar, mengambil kopi jatahku. Aku sengaja memilih sofa yang agak jauh darinya, menghindari kejadian kemarin malam terulang. Ikut fokus dengan berita tentang pencalonan Gubernur Jakarta dalam diam.
"Masih marah Dra?"tanyanya masih tetap fokus dengan layar datar dihadapan kami.
Aku diam, masih enggan untuk memulai percakapan dengannya.
"Apa aku perlu ketemu Nena dan sujud minta maaf dihadapannya supaya kamu puas?"
Aku menatapnya malas,"Kamu lakuin itu juga ga ngubah masa lalu. Kurasa aku saja yang kurang peka."
"Terus kenapa kamu mukul aku?"
"Entahlah, mungkin aku butuh pelampiasan. Kurasa akhir-akhir ini aku terlalu banyak masalah. Dengan Dian, dengan Nena dengan masa lalu. Aku bingung, aku kayak lagi dipersimpangan dan bingung masalah mana yang harus aku selesaikan lebih dulu."
"Aku ga pernah tahu kalau kamu segitu cintanya dengan Nena, kupikir setelah kalian ga sama-sama lagi kamu bakalan lupain Nena. Apalagi setelah kamu pindah, kamu sudah sangat jarang ngungkit-ngungkit dia lagi."
"Aku juga mikir gitu, tapi nyatanya pikiranku salah. Memang ada kalanya aku lupain Nena karena kesibukkanku, tapi ujung-unjungnya tetap aja otakku dengan sendiri mengorek-orek mencari nama Nena."
"Tapi kamu ga nolak waktu orangtua kalian akhirnya menentukan tanggal pernikahan kalian. Kupikir kamu sudah benar-benar lupa sama Nena, makanya kamu ga nolak rencana pernikahan ini."
"Aku memang sudah mau nyerah, sampai aku ketemu dengan Nena lagi. Aku mau perjuangin Nena lagi, tapi dengan gilanya Dian mengacaukan segalanya. Dan Gita dengan seenaknya ngungkit masala lalu yang ga pernah aku tahu, sekarang aku jadi ga punya muka ketemu Nena. Tapi aku juga ga ada niat buat ngelanjutin rencana pernikahan ini. Setelah sekian lama Yudha akhirnya ngaku kalau dia suka sama Dian,"Bayu menatapku terkejut saat mendengar perkataan terakhirku.
"Akhirnya tu anak ngaku juga kalau suka sama Dian,"dia tertawa sendiri. "Jadi sekarang mau gimana?"tanyanya penasaran.
"Ga tau, bingung. Ada saran?"dia menatapku kesal.
"Kamu sudah buat mukaku berantakan gini masih bingung apa yang harus kamu lakukan? Temui Nena lagi, minta maaf sama dia. Nikahi dia."
"Kenapa dari dulu kamu menggampangkan semuanya sih Bay?"
"Bukan aku yang menggampangkan, kamu yang menyulitkan dirimu sendiri. Kalau dari dulu kamu ngejar Nena secara terbuka mungkin jadinya ga bakalan ribet gini,"dia menatapku, sepertinya mengerti apa yang aku cemaskan. "Yudha sudah bilang dia suka Dian, jadi ga perlu bawa-bawa Dian lagi dalam masalah ini. Sekarang ini tentang kamu dan Nena."
"Apa memang semudah ini,"aku masih ragu.
"Kalau masalah Dian biar Yudha yang ngatasi, karena aku percaya Dian pasti sebenarnya ngerasa kalau Yudha suka sama dia. Dian itu sama kayak kamu, kalau kamu terobsesi dengan Nena kalau Dian terobsesi denganmu. Tindakan nekadnya ini sepertinya membuat dia mulai sadar kalau kamu memang ga mungkin milih dia, kemarin aku jenguk dia dan dia kayaknya sudah pasrah dengan apapun keputusanmu. Kalau masalah keluarga Dian, aku pasti bantu kamu menjelaskannya dan kak Stella juga pasti bantu. Walaupun kak Stella kelihatan ga suka dengan obsesimu dengan Nena, tapi dia tetap kakakmu yang pasti mengharapkan kebahagiaanmu,"aku mengerutkan kening. "Waktu kak Stella ngantar undangan kerumahku kami sempat ngobrol, dia khawatir denganmu,"jelasnya. "Sekarang tinggal kamu dan Nena. Sepuluh tahun kamu sudah nunggu dia, kurasa tambahan beberapa tahun bukan masalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pertama
RomanceTentang Nena dan Andra yang dekat saat SMP. Nena yang terlalu fokus dengan studinya tidak pernah benar-benar menyadari perasaan Andra. Dia hanya merasa sosok Andra adalah laki-laki terbaik yang menyandang gelar sahabatnya. Perpisahan mereka setelah...