Roti Goreng

134 5 0
                                    

Makasih buat yang sudah mampir dan baca ceritaku, maunya update cepet taunya itu hanya kata-kata. Ya sudahlah, selamat membaca^^

*****

Sudah hampir sepuluh putaran, dan aku belum juga berniat untuk menghentikan kegiatan berenangku. Untung saja kolam renang dirumahku cukup luas, sehingga dapat memanjakanku yang lumayan hobi berenang. Saat tepat putaran kesepuluh aku berhenti sejenak ke pinggir, mengatur nafasku yang mulai ngos-ngosan karena sudah lama tidak berenang selama ini.

"Mas Andra, di tunggu ibu didalam kalau sudah berenangnya,"suara bi Sumi asisten rumah tanggaku menyadarkanku dari lamunanku.

Aku hanya menganggukkan kepala, bersiap keluar dari kolam renang ini karena memang inilah tujuanku datang hari ini. Mama sudah beberapa kali menelponku untuk pulang kerumah, katanya rindu denganku. Kurasa itu hanya alasan, pasti mama masih mau menginterogasiku tentang masalah pembatalan pernikahan itu karena sejak hari itu aku belum ada menghubungi mama lagi.

Setelah merapikan diriku, aku langsung melangkahkan kakiku menuju dapur. Duduk dengan tenang menunggu mama yang sedang serius membuat roti goreng andalannya. Mama dan dapur mempunyai ikatan yang unik, karena mama yang jarang memasak akan menjadi sibuk dengan dapurnya apabila ada hal yang mengganggu pikirannya. Mama sama seperti ibu-ibu perkotaan pada umumnya, menggunakan jasa asisten rumah tangga untuk mengurus kebutuhan rumah tangga dan perut kami. Tapi di saat-saat tertentulah baru mama akan turun tangan langsung mengotori dapurnya, dan kami sekeluarga sudah hapal kalau mama sudah didapur pasti adalah hal penting yang akan disampaikannya.

Mama menghaturkan sepiring penuh roti goreng yang baru saja diangkat dari wajan, tanpa permisi aku langsung mencomotnya satu dan memakannya.

"Ini baru diangkat Dra, masih panas banget,"mama mengingatkanku dengan wajah ngeri karena aku seolah imun dengan panas dari roti goreng ini.

"Sudah lama mama ga buat ini,"aku sudah mengambil yang kedua.

Mama tetap dengan tenang menunggu aku menyelesaikan kunyahanku, aku meneguk air sebanyak-banyaknya sebelum memfokuskan diri pada mama yang sudah duduk dihadapanku.

"Mama kira kamu bakalan ngenalin wanita itu ke mama? Mama kenal dia Dra?"

"Kenal, dulu dia sering kemari."

Dahi mama mengkerut, mungkin sedang mengingat siapa saja wanita yang pernah aku ajak kerumah.

"Nena namanya ma, teman SMPku dulu,"aku membantu mama mengingat Nena.

"Teman belajar kamu dulu,"mama tidak yakin dengan perkataannya.

"Iya,"jawabku singkat.

"Kok bisa,"dahi mama semakin berkerut menanggapi jawaban dariku.

"Aku sudah cinta Nena dari dulu ma, dari waktu SMP. Dia alasan kenapa waktu itu aku maksa mama buat mindahin aku ke Australia ke tempat kak Lieta. Sejak itu kami ga pernah berhubungan lagi. Aku pikir akan gampang melupakannya, jadi saat mama jodohin aku dengan Dian aku terima-terima aja dan waktu tanggal pernikahan sudah ditetapkan aku masih yakin kalau aku bisa nerima Dian,"aku tersenyum ironi. "Tapi saat ketemu dia lagi, aku langsung tahu kalau aku ga mungkin bakalan bisa dengan Dian,"aku berhenti sejenak, menatap mama dan menunggu reaksinya.

"Dia wanita yang membuatmu harus ikut terapi?"

Aku langsung meruntuk dalam hatiku, padahal aku sudah wanti-wanti kak Lieta supaya hal ini jangan sampai kedengaran mama.

"Lieta ga pernah kasih tahu mama, waktu itu mama ga sengaja ngeliat kamu keluar dari tempat praktek psikiater itu. Jadi mama langsung tanya Lieta."

Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang