Perlu Waktu

203 9 0
                                    

Yeey, selamat membaca ^^

******

Satu masalah selesai, sekarang masalah lain menunggu dan harus cepat diselesaikan.

"Makasih Git,"aku tersenyum tulus menatap Gita yang sudah menggandeng tangan Anton pacarnya.

"Ini terakhir kalinya Dra, paling lama sampai jam sebelas,"pamitnya, dia pun pergi keluar bersama dengan pacarnya.

Dengan sedikit takut aku masuk kedalam, aku sudah beberapa kali masuk kemari jadi aku tidak telalu asing. Nena terlihat diam menatap televisi dihadapannya, aku tidak menyapanya dan langsung duduk dibangku terdekat dengannya. Dia masih fokus dengan gambar bergerak dihadapannya, tidak terusik dengan kedatanganku.

"Na, bisa kita bicara,"ucapku setelah lebih dari lima belas menit dia mengacuhkanku. "Please Na, kita perlu bicara?!"perlahan dia memutar tubuhnya agar dapat berhadapan langsung denganku. "Ini yang terakhir Na, setelah ini terserah kamu,"aku memohon padanya, dengan malas dia mengecilkan volume televisi dihadapan kami tanpa merasa perlu mematikannya, tak apa yang penting dia sudah mulai fokus denganku.

"Pertama-tama aku mau minta maaf, khususnya untuk kejadian sepuluh tahun lalu,"dia menatapku tidak mengerti. "Kamu dibully disekolah karena aku,"dia mendelikkan matanya, terkejut. "Gita cerita semua dan aku sudah konfirmasi masalah ini langsung ke Bayu. Maaf Na, aku ga pernah tau. Keluhan-keluhanmu tentang Bayu dan teman-temanku tidak pernah aku tanggapi serius,"dia diam, masih enggan untuk bicara. "Aku ga pernah tahu mereka lakuin hal itu ke kamu, kupikir itu karena mereka tidak terbiasa denganmu. Aku harap kejadiannya tidak seburuk pikiranku, aku minta maaf karena baru sekarang tahu."

Nena memalingkan wajahnya, kembali menatap layar datar dihadapan kami yang sedang menampilkan salah satu serial India yang sedang digandrungi saat ini. Aku jadi mengerti kenapa dia enggan mematikan televisi ini, jadi saat canggung seperti ini dia bisa mengalihkan wajahnya dariku untuk sejenak mengaburkan fokusnya untuk hal lain.

"Aku bukan cewe lemah yang bakalan mewek karena hal seperti itu, hanya saja terkadang gangguan-gangguan seperti ini tetap saja dengan liar masuk kepikiranku dan membuatku tidak nyaman. Aku terus mengabaikannya, sampai akhirnya menjadi sesuatu yang teramat mengganggu,"dia tetap focus pada benda kotak dihadapannya dengan wajah datar. "Awalnya aku kira kamu deket denganku karena aku bisa membantumu mendongkrak nilai-nilaimu. Tapi seiring berjalannya waktu, aku sadar ketulusanmu dalam pertemanan kita. Kita terlalu berbeda Dra jadi saat teman-temanmu tidak menerimaku itu adalah hal yang wajar, aku hanya berharap dengan berjalannya waktu mereka bisa menerimaku. Nyatanya waktu saja yang berjalan, faktanya jalannya waktu itu tetap saja tidak membuat mereka melonggarkan hatinya untuk secuil saja menerimaku dalam lingkaran pertemanan kalian. Perbedaan kita ga bisa mereka terima dengan lapang dada, mereka ga segampang kamu menerima perbedaan itu,"dia menatapku seakan bertanya, kenapa aku bisa dengan mudah menerimanya sedangkan teman-temanku tidak.

"Kalian membicarakan tempat nongkrong baru yang akan dibuka, sedangkan aku harus berhemat dengan uang jajan yang terbatas. Kalau hujan aku akan basah dan kedingin karena jas hujan yang tidak kedap air, sedangkan kalian masih wangi dan bersih tanpa sedikitpun terciprat air. Kalian tidak sabar menunggu liburan yang akan datang hanya untuk ke Disney Land yang aku tidak akan pernah tahu kapan aku bisa kesana. Dan aku tidak minder, karena memang itulah duniaku yang berbeda dengan kalian,"dia menatapku. "Mereka ga pernah memukulku, tidak juga mempermainkan lelucon konyol selayaknya pembully yang sering dilakonkan di sinetron-sinetron,"dia menghela nafas, mengorek kesakitan masa lalu tentulah bukan hal yang mudah untuknya. "Cukup dengan mengabaikanku, dan menganggap aku tidak ada sudah melukaiku. Tersenyum dan bersahabat denganku, tapi membodohiku di belakangku cukup membuatku enggan berteman dengan mereka. Wajar kalau kamu ga tahu, karena aku pun cukup lama untuk bisa menyadari hal itu,"dia tersenyum simpul.

Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang