Nyeri

233 6 0
                                    

Aku duduk gelisah dibangkuku, menatap pasangan mesra dihadapanku. Ini benar-benar membuatku kesal-muak-bete-marah-mau nangis, pokoknya semua campur aduk. Kenapa juga aku tadi mau diajak keluar oleh Andra, dari tadi perasaanku memang kurang enak. Dan benar saja, dia mengajakku keluar untuk memperkenalkanku dengan tunangnanya.

Namanya Amara Dianita, panggilannya Dian. Benar-benar tipe cewe feminim yang kalem dan manis, tipe favorit ibu-ibu untuk dijadikan anaknya. Tutur bahasanya santun, penampilannya sederhana tapi elegan. Kalau aku ga tau kalau dia adalah tungan Andra aku pasti akan antusias menjadikannya sebagai teman curhatku. Tapi saat ini lain ceritanya, kalau sekarang aku pasti akan mati-matian menghindarinya bagaimanapun caranya.

"Jadi, kamu Nena,"dia menelitiku dari atas sampai bawah sekilas."Kamu sama persis dengan yang Andra sering ceritakan."

"Andra cerita tentang aku?"aku menatap Andra, yang menatapku tanpa ekspresi sementara tangannya menggenggam erat tangan Dian."Semoga aja dia ga cerita yang macem-macem tentang aku."

"Ga, kok dia bilang kamu teman terbaiknya sepanjang masa,"aku tersenyum "Jadi cuman teman terbaik", komentarku dalam hati.

"Dia juga teman yang baik kok,"aku kembali tersenyum simpul.

"Kamu taukan, kalau kami bakalan merried kalau proyek mall itu sudah selesai?"

"Iya, Andra pernah cerita. Selamat ya, oh aku juga belum ngucapin selamat buat pertunangan kalian."

"Pertungan kami sebenarnya sudah cukup lama, tapi ucapan selamatnya aku terima. Makasih ya, ucapannya,"matanya berbinar saat mengatakan itu, semoga dia benar-benar bisa menerima ketulusanku.

Walaupun ga terima dan sakit hati saat tau dia sudah bertunangan dan akan menikah, aku harus tau diri. Aku ga bisa memaksakan kehendakku, hanya untuk kebahagiaanku sendiri. Kalau Andra sudah memutuskan untuk menikah dengan Dian, berarti dia sudah serius dengannya. Dan aku bukan wanita yang dibesarkan untuk menghancurkan hubungan orang, dengan alasan cinta masa lalu yang ga kesampean. Setidaknya aku masih punya harga diri seorang wanita yang ga mau mengganggu hubungan asmara wanita lain.

Makanan datang, hari ini kami makan di restoran yang menyajikan pasta. Sebenarnya ini bukan makanan favoritku, karena satu-satunya pasta yang benar-benar diterima olah lidahku adalah spageti. Tapi, kata Andra ini makanan favorit Dian dan dia yang merekomendasikan restoran ini jadi mau ga mau aku menyetujuinya. Seperti biasa aku mengelap sendok dan garpu dengan tissue sebelum menggunakannya.

"Kamu ngelakuin itu juga?"aku mendongakkan kepalaku, menatap Dian yang juga menatapku.

"Hah, ngelakuin apa?"tanyaku bingung, Dian tidak menjawab hanya matanya mengarah pada Andra yang sedang melakukan hal yang sama denganku."Kamu ngelap sendok dan garpumu juga?"

"Kan aku sudah bilang, kebiasaanmu itu nular ke aku,"aku hanya mengganggukkan kepalaku menyetujui perkataannya yang memang sudah beberapa kali aku melihatnya melakukan hal yang sama.

"Kalian punya kebiasaan yang sama ternyata,"kali ini Dian terdengar tidak suka. Aku memandang Andra memintanya bantuan.

"Ini bukan hal besar, kamu juga boleh melakukan hal yang sama,"kata Andra datar.

"Ga, aku cuman kaget aja. Kalian punya kebiasaan yang sama,"sekarang aku benar-benar tidak enak dengan Dian.

Hening, aku canggung apa lagi yang harus aku katakan. Aku sudah menghabiskan satu gelas lemon squashku, tapi tenggorokkanku rasanya masih kering. Pertama-tama aku melihat mereka berdua datang, mereka terlihat seperti pasangan paling mesra dimataku. Tapi sekarang, entahlah mereka terasa seperti pasangan yang canggung. Kalau dipikir-pikir sedari tadi aku hanya mendengar beberapa kata yang keluar dari mulut Andra, jarang sekali aku melihat perilaku Andra seperti ini.

Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang