Aku dengan malas keluar dari taxi, menyeret kakiku memasuki kawasan penuh debu ini. Pak Ganda mandor proyek, kemaren menghubungiku menginformasikan kalau pengerjaan bangunan sudah selesai. Dan dari sini tugasku yang sebenarnya dimulai, mana lagi bu Sasty bilang beberapa tenant minta kami juga yang menghandle interior toko mereka. Bu Dewi bosku sih dengan senang hati menerima penawaran ini, aku juga pastinya juga dengan senang hati kalau ga lupa aku masih harus kerjasama dengan Andra, karena aku masih perlu dengan tukang-tukangnya.
"Wuih, asli ini gede banget Na. Kalau jadi pasti mewah banget,"Ardi, junior yang mendampingiku masih mengagumi kebesaran bangunan ini, belum jadi aja sudah kerasa aura mewahnya.
"Liat aja siapa yang minta kita untuk handle toko mereka,"aku menyodorkan kertas yang berisikan nama beberapa client dari brand mewah."Berkat promosi dari bu Sasty, mereka juga setuju kita yang handle toko mereka yang akan dibangun di sini,"aku melangkahkan kakiku menuju beberapa tempat yang menjadi lokasi dari tenant-tenant tersebut.
"Siang bu, jadi kami harus ngerjain yang mana lagi?"pak Ganda mendekatiku setelah melihatku dari jarak seratus meter.
"Bersih-bersihin aja dulu pak, hari ini kamu cuman mau liat-liat. Liftnya juga masih belum jadikan?"
"Belum bu, masih lift manual."
"Kami kerja kalau semua sudah bersih, kami juga masih perlu bantuan tim bapak. Soalnya kalau cuman ngandelin pekerja kami, mungkin sampai tahun depan mall ini ga selesai-selesai juga,"pak Ganda tertawa, mengerti akan candaanku.
"Kami siap dengan perintah bu Nena, pak Andra juga sudah kasih intruksi yang jelas pada kami,"aku jadi teringat akan percakapan telponku dengan Andra beberapa hari yang lalu. Meminta bantuan tenaga tambahan dari timnya, sebelum mereka mengerjakan proyek lain. Dan permbicaraan kami jadi aneh, terdengar sangat kaku dan terlalu professional. Untung saja aku tidak harus bertemu dengannya hari ini."
"Ya, sudah pak kami permisi dulu. Nanti saya akan memberi kabar lagi,"aku berpamitan dengan pria dihadapanku.
"Na, kita langsung balik kekantor nih?"aku menatap Ardi bingung."Kita makan siang dulu Na, laper banget nih. Telat-telat dikit ga masalah kali, kitakan juga sekalian kunjungan."
Aku menyetujui Ardi karena sedari tadi cacing dalam perutku juga meronta minta diisi. Kami menyusuri perlahan jalanan dihadapan kami meneliti kira-kira menu makanan apa yang akan kami santap sebagai menu makan siang. Setelah berembuk dengan Ardi, kami menetapkan pilihan kami pada Sop Buntut yang sepertinya menyegarkan ditengah cuaca terik siang ini. Untung saja Ardi tadi bersikeras untuk menggunakan mobil kantor, setidaknya pendingin udara dalam mobil tidak semakin memanaskan kami yang sedang kelaparan.
"Nena .... ?!"sapa seorang pria saat aku baru saja menjejakkan kakiku di pintu masuk rumah makan ini. Aku menatapnya, mengerutkan keningku berusaha menarik ingatan samar tentang pria dihadapanku ini. Seketika wajahku pias, mengingat siapa sebenarnya orang dihadapanku ini.
"Bayu ....,"suaraku seperti tercekik saat menggumamkan namanya.
"Hai, lama ga ketemu," dia tersenyum ramah, keramahannya tidak menulariku. Keramahannya justru menakutiku, membuatku ingin secepatnya pergi dari sini menghindarinya."Gimana kabarmu?"masih dengan sapaan hangatnya, seolah-olah benar merindukanku yang telah lama tidak dilihatnya.
"Aku baik,"cicitku, aku bahkan tidak yakin kalau itu adalah suara yang keluar dari mulutku. "Aku harus pergi,"tanpa memperdulikan Ardi yang sudah sibuk mencari tempat kosong, aku melangkahkan kakiku dengan tergesa dari hadapan pria dihadapanku ini.
"Tunggu Na, bisa kita bicara sebentar,"dia menahan pergelangan tanganku, aku meneguk liurku mencoba terlihat santai, nyatanya seluruh badanku tegang."Sebentar aja Na, ga bakalan lama,"aku bahkan ga tahu gimana akhirnya aku bisa berdiri dihadapannya, dibawah pohon yang aku tidak tahu namanya yang terletak disamping toilet rumah makan ini. Dia terlihat gelisah, keramahannya tadi sudah pudar."Maaf Na, maaf untuk sepuluh tahun lalu,"aku tidak bereaksi, hanya menatapnya bingung. Kosong, otakku tidak mampu berpikir apa yang sebenarnya diucapkannya.
----------
Hari itu aku baru pulang dari rumah Andra, dia mengantarkanku setelah kami selesai membuat prakarya yang harus kami kumpulkan untuk tugas kesenian. Tak lama setelah kepulanganku, telpon rumah berbunyi. Bayu mau bertemu denganku, dia menungguku di depan kompleks rumahku yang kebetulan adalah sebuah taman. Aku berpapasan dengan Gita saat menuju kedepan, tanpa meminta persetujuanku dia mengikutiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pertama
Roman d'amourTentang Nena dan Andra yang dekat saat SMP. Nena yang terlalu fokus dengan studinya tidak pernah benar-benar menyadari perasaan Andra. Dia hanya merasa sosok Andra adalah laki-laki terbaik yang menyandang gelar sahabatnya. Perpisahan mereka setelah...