Berharap Dukungan SemestaUntitled

175 4 0
                                    

Aku berusaha banget untuk meminimalkan typo, tapi kalau masih ada maaf ya. Makasih buat yang mau baca cerita aku, enjoy ^^

*******

Ibu dari Dian menatapku dengan marah, suaminya merangkul tubuhnya dengan gerakkan pelan mengusap lengannya menenangkannya. Sementara mamaku sendiri sekarang tidak bisa berekspresi lagi karena terlalu terkejut, sedangkan papaku seperti biasanya tidak menunjukan wajah apapun karena menurutnya tidak ada hal menarik selain bisnisnya.

Aku sedang berusaha tenang, padahal jantungku hendak keluar sedari tadi melihat reaksi keempat orang dihadapanku, terutama reaksi para wanita dihadapanku. Ini salah satu hukuman dari Dian, dia menerima pembatalan pernikahan ini dengan mudah dengan syarat akulah yang mengatakan langsung pada orangtua kami. Salahku terlalu menggampangkan masalah ini, tidak menduga jika akan terjadi drama seperti ini. Karena Dian terkesan nrimo saat aku berbicara dengannya, membuatku entah kenapa bisa berpikir jika orangtua kami juga pasti akan menanggapi dengan lapang dada seperti Dian.

Dan karenanya, sejak sejam lalu aku hanya bisa menahan emosi mendengar caci-maki yang keluar dari mulut ibu dari Dian yang sangat menyakiti telinga dan hatiku. Kuakui kalau memang aku bersalah, tapi mendengar hal yang menyakitkan tepat dihadapan dan langsung, tetap bukan hal yang mengenakkan.

"Saya sudah bahas masalah ini dengan Dian bu, dan Dian tidak mempermasalahkannya,"entah berapa kali aku mengatakan hal ini.

"Enak saja kamu berkata seperti itu. Mana tanggung jawabmu sebagai laki-laki, kalau memang kamu tidak menginginkan Dian menjadi istrimu. Seharusnya sejak awal kamu tidak menerima pernikahan ini, juga perjodohan ini,"ucap ibu dari Dian masih dengan suara tinggi yang meletup-letup.

"Saya hanya tidak mau Dian tersakiti lebih dari ini, karena Dian tahu kalau bukan dia yang saya inginkan menjadi pendamping hidup saya. Rasanya tidak adil jika saya memaksakan diri untuk tetap menikah dengan Dian, sementara mungkin dia akan lebih bahagia saat tidak bersama saya."

"Tidak tahu malu, membatalkan pernikahan dengan alasan mengejar wanita lain. Kamu pikir pidatomu tentang cinta saat ini akan membuat saya tersentuh? Memangnya kamu mengerti perasaan saya saat melihat wajah pucat putri saya, memangnya kamu mengerti takutnya saya kehilangan anak saya. Saya ibunya, saya yang melahirkannya karenanya saya tidak akan terima ada orang yang menyakiti anak saya. Jika seandainya Dian sampai meninggal dan kamu berbahagia dengan wanita itu saya pasti akan mengutukmu. Untung saja Tuhan masih mempercayai saya untuk menjaga Dian."

Aku hanya dapat menundukkan kepala, saat ini apapun yang aku katakan tidak akan dapat meredakan amarah ibu Dian. Saat ini aku hanya dapat menguatkan hatiku dan berusaha memberi pengertian pada beliau, setidaknya semoga beliau mengerti apa yang aku lakukan ini adalah juga demi kebahagiaan puterinya.

"Kenapa kamu gini Dra?"kali ini suara mama, aku mendongak menatapnya.

"Kami sudah membicarakannya ma, dan dari pembicaraaan kami inilah hasil yang terbaik untuk kami. Mungkin kedengarannya menyakitkan, tapi mama harus percaya dengan Andra kalau memang inilah yang terbaik untuk kami berdua,"aku berusaha meyakinkan mama agar memberi dukungan akan keputusanku ini.

"Tapi kenapa baru sekarang Dra?"ucap mama tercekat.

Aku diam, tidak mungkin aku bisa mengatakan kalau semua karena Nena. Bisa-bisa mama akan mencari Nena dan semua akan berakhir lebih drama dari ini, sudah syukur tidak ada isak tangis yang meraung-raung seperti terakhir kudengar dari ibu dari Dian saat memintaku untuk tidak membatalkan pernikahan ini.

"Anggap saja kami terlambat mengetahui hati kami masing-masing,"jawabku setelah beberapa detik mencari kira-kira jawaban apa yang pantas untuk aku ucapkan.

Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang