Little Gift

1.5K 14 0
                                    

Little Gift

Kulangkahkan kakiku menyusuri koridor sekolah yang masih sepi. Yah, aku datang sangat pagi untuk melaksanakan piket. Menyebalkan, sudah datang paling pagi, piket seorang diri pula. Ke mana semua temanku itu? Ah, kenapa aku terus mengomel sendiri? Sebaiknya aku segera menyapu kelas.

Krieet ...

Kudengar suara pitu kelas yang ditutup. Awalnya aku berpikir kalau pintu tidak akan dikunci. Namun dugaanku salah.

Ceklek!

"Ah, apa pintu itu dikunci?" kulempar sapu yang ada di tanganku ke sembarang arah lalu bergegas ke pintu. Rupanya benar pintu ini dikunci. Pintu ini dikunci dari luar. Kudengar suara cekikian beberapa gadis di depan pintu. Aku memukul, mendorong, dan menendang pintu. Namun tidak ada hasil. Kucoba menghancurkan menggunakan meja dan kursi. Namun pintu tetap tidak terbuka. Aku menghentakkan kaki sambil mengutuk orang yang telah mengunciku di kelas ini. Mataku menangkap jendela yang tidak terkunci.

"Masih ada jalan," ucapku.

Aku menyeret meja mendekati jendela, lalu menaikinya. Kubuka jendela, lalu keluar dari kelas. Tak kupedulikan lagi tasku yang masih tergeletak di bangku. Kaki melangkah dengan cepat ke gerbang sekolah. Aku berlari menjauh dari sekolah dan pergi ke sebuah warung tempat para anak SMA membolos. Aku tidak peduli lagi pada keamananku. Kejadian tadi membuat moodku untuk sekolah rusak parah. Pagi-pagi sudah dibully begitu, apa tidak makin hancur mood belajarku?

Sesampainya di warung itu, aku hanya duduk dan memesan teh hangat tanpa makanan. Aku tidak membawa banyak uang. Jadi, hanya satu gelas teh yang bisa kupesan. Sambil menunggu jam pulang sekolah, kupandang keramaian di warung itu sambil menggoyang0goyangkan kakiku.
***

Dengan perlahan, kulangkahkan kakiku mendekati jendela kelasku. Kuintip dari luar, rupanya tasku sudah tidak ada di sana. Kurasa kakakku telah membawa tasku. Pasti dia akan memarahiku karena membolos hari ini. Aku harus menyiapkan diri menghadapi hantaman omelan yang akan dilampiaskan padaku.

Sesampainya di rumah, aku masuk ke kamarku dan menutup pintunya.

"Ya Tuhan, hari macam apa ini," gumamku di atas kasur. Tubuhku terlentang dan mataku menatap ke langit-langit.

Tok-tok-tok.

Aku menghela nafas lalu menyahut. "Masuk, pintunya tidak dikunci!"

"Jadi, kenapa kau tidak memberitahuku tentang mereka?" tanya kakakku tiba-tiba setelah masuk ke kamarku.

"Hm? Mereka?"

"Jangan pura-pura, kau selalu dibully oleh mereka, kan? Dan ini tasmu," ucapnya sambil melempar tasku ke kasur.

Aku menghindar dari lemparan kakakku. "Oh, mereka. Sudahlah, aku malas membahasnya."

"Jangan khawatir, mereka tidak akan menganggumu lagi," ucap kakakku diselingi seulas senyum.

Aku mengerutkan kening. "Hah?"
***

Keesokan harinya, aku tidak menemukan tiga gadis yang biasa membullyku di sekolah. Kupikir mereka sedang sakit atau apa. Tapi anehnya, masa iya mereka sakit bersamaan? Masa iya mereka idzin bersamaan? Sepertinya ada yang aneh.

"Hei, kau salah memasukkan ramuan!" seru temanku yang duduk di sampingku. Sontak aku melempat tabung elmeyer yang berisi cairan berwarna biru ke lantai ... Dan tabung itu pecah.

"Maaf," ucapku sambil tertunduk.

Sedetik setelah aku mengucapkan kata itu, bel istirahat berbunyi dan para murid menghampur keluar kelas. Aku masih terdiam, memandang pecahan tabung elmeyer itu. Apa aku harus menggantinya?

"Kamu sih! Proyek kita jadi gagal, kan!" bentak temanku yang tadi duduk di sebelahku.

Aku masih tertunduk lesu.

"Ah kamu ini!"

Plak!

Tamparan itu mendarat di pipiku. Aku hanya menunduk sambil terisak. Tak kusadari kakakku yang telah melihat kejadian itu di balik jendela.
***

"Hei," kakakku masuk ke dalam kamarku sepulang sekolah.

"Ya, Kak. Ada apa?" tanyaku.

"Aku membawa oleh-oleh, kau mau melihatnya?"

Mataku berbinar-binar begitu mendengar kata "oleh-oleh". Sontak aku mengangguk dengan cepat. Kakakku itu menyodorkan sebuah kotak berwarna merah jambu. Tanganku dengan cepat merampas kotak itu lalu membukanya. Mataku terbalak begitu mengetahui apa isinya.

"Apa-apaan ini?"

Usus berwarna merah yang masih baru, daun telinga lengkap dengan darahnya, lidah, otak, dan barang-barang menjijikkan lainnya.

"Astaga, Kak. Apa-apaan ini? Milik siapa semua organ ini?" tanyaku histeris.

"Um ... Tiga temanmu yang suka membullymu dan temanmu yang sudah menamparmu."

Aku terserentak. "Jadi itu alasannya mengapa tidak masuk bersamaan!"

END

Oneshoot And TwoshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang