My Scary Holiday
"Vhan, apa yang kamu lakukan? Kamu mau ke mana?" teriakku pada laki-laki yang tidur sekamar denganku.
"Jangan ikut, atau kau akan mengalami trauma besar dalam hidupmu!"
"Apa maksudmu?"
***
"Laptop, sudah. Charger, sudah. Power bank, sudah. Baju ganti, sudah. . Apa lagi ya?" gumamku seraya melihat daftar barang-barang yang akan dibawa. Ke mana aku akan pergi? Ke rumah sepupuku, Vhan. Yah, walaupun aku nggak akrab banget sih, sama laki-laki bermata empat itu. Dari pada bersama Vhan, lebih baik aku nge-game saja. Kalau bukan karena orang tuaku ada tugas keluar kota, aku tak akan harus tinggal sekamar dengannya.
Vhan, dia laki-laki yang jenius. Yeah, harus kuakui, memang laki-laki itu jauh lebih jenius dariku. Tapi, dia penakut. Haha ... dia takut pada pisau dan darah. Haha ... Si Jenius yang phobia pada pisau dan darah. Pasti menyenangkan jika mengerjainya sedikit."Kevin, apa kamu sudah siap?" tanya ibuku.
Aku segera menggendong ransel merahku dan keluar kamar. Akhirnya aku masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, aku asyik mendengarkan musik sambil chating dengan teman-temanku. Ada juga temanku yang bernasib sama sepertiku. Namanya Ziro, dia teman sekelasku. Yah, setidaknya aku bersyukur. Tidak hanya aku yang menghabiskan liburan tanpa orang tua.
***
"Baiklah, Kevin. Bermain dengan Vhan dan nikmati liburanmu."
Sebuah kecupan hangat mendarat di keningku. Kalimat itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan kedua orang tuaku sebelum mereka meninggalkanku."Vhan, ayo ke ruang makan. Orang tuamu sudah menunggumu."
Vhan memberi batas pada buku bacaannya lalu beranjak dari kasur. Ah, sudah kuduga. Dia menghabiskan waktu berjam-jam dengan buku biologi. Sepupuku yang satu itu memang jatuh cinta pada biologi. Setiap bulan, dia selalu mendapatkan banyak buku biologi dari kedua orang tuanya. Yah, orang tuanya memang memanjakannya.
***
"Hmm ppfftt ..." Aku berusaha menahan tawa dengan membenamkan wajahku ke bantal. Kejadian yang terjadi beberapa menit yang lalu masih terkenang jelas di kepalaku. Setiap kali mengingat ekspresi Vhan, tawaku ingin meledak.
Saat makan malam tadi, kedua orang tuanya selesai lebih cepat dariku dan Vhan. Jadi, aku dan Vhan hanya berdua. Keheningan menyelimuti kami. Namun, sebuah lampu bersinar muncul di atas kepalaku. Aku menatap alat makan yang aku dan Vhan gunakan. Dia menggunakan garpu, sedangkan aku menggunakan pisau.Aku mengangkat pisauku dan mengayunkannya di depan Vhan. Tentu saja wajahnya ketakutan setengah mati. Bahkan keringat mengucur dengan deras dari dahinya. Tangannya mendekap dada dan tubuhnya menggigil. Bibirnya bergetar hebat.
"Kamu kenapa?" tanyaku polos.
Laki-laki berkaca mata itu tak menjawab pertanyaan bodohku barusan. Pasti dia tahu kalau aku sedang mengerjainya. Yah, otaknya memang encer.
Tiba-tiba saja dia beranjak dari kursi dan melangkah mundur. Aku mendekatinya dengan senyum jahil. Dia berlari meninggalkan ruang makan dan masuk ke kamar mandi. Hahaha ... aku belum bisa menghapus ekspresi ketakutannya itu.
Ceklek ...
Hening ....
Hening ....
Ah, membosankan. Meski Vhan ada di kamar ini, tak ada bedanya jika dia tidak ada. Sampai kapan aku akan begini? Ah, kurasa ini akan menjadi liburan yang membosankan. Ya sudah, aku tidur sajalah.
***
"Ung ..." Aku menoleh ke kanan. Rupanya Vhan tak ada di tempatnya. Ke mana dia? Saat aku melirik jam, rupanya sekarang tengah malam. Mungkin saja Vhan ke kamar mandi. Tapi, kenapa rasa kantukku hilang? Ah, ini pasti karena aku tidur pada sore hari. Akan membosankan jika terus melamun di ruangan persegi ini.
Aku melangkah menuruni ranjang. Kuputuskan untuk mengambil seteguk air lalu kembali tidur.
Saat aku di dapur, aku melihat Vhan berjalan gontai melintas di depanku. Aku segera meletakkan gelas yang kupakai dan menghampirinya."Vhan, apa yang kamu lakukan? Kamu mau ke mana?" teriakku pada laki-laki yang tidur sekamar denganku.
"Jangan ikut, atau kau akan mengalami trauma besar dalam hidupmu!"
"Apa maksudmu?" tanyaku tak mengerti. Oke, ada apa dengan sepupuku ini?
Dia tidak menjawab. Langkah kakinya terdengar sangat berat. Mengapa mengatakan hal yang tak masuk akal? Trauma besar? Memangnya dia mau ke mana? Ah, dari pada penasaran, lebih baik kuikuti saja. Sepertinya dia balas mengerjaiku.
Vhan membuka pintu gudang yang sudah reyot termakan usia. Aku berusaha tidak mengeluarkan suara. Tapi aku tak sengaja menginjak plastic. Walaupun begitu, Vhan tetap berjalan maju tanpa memperdulikanku. Kurasa dia tak peduli kalau aku mengikutinya.
Dia menggeser sebuah lemari kayu besar. Wah, rupanya dia kuat juga, ya. Di balik lemari itu ada sebuah anak tangga menuju ke bawah. Tanda tanya besar muncul di kepalaku. Tangga itu akan menuju ke mana?Vhan menuruni anak tangga itu. Makin ke bawah, keadaan makin gelap. Aku hamper kehilangan bayangan Vhan. Setelah mencapai dasar, aku merasa telah menginjak sesuatu yang lembek dan licin. Sayangnya aku tak bisa melihat apa itu. Karena penasaran, aku jongkok dan mengambil benda yang kuinjak tadi. Benda itu berbentuk seperti selang dan basah. Aku penasaran, benda apa yang kupegang ini.
Tiba-tiba cahaya masuk ke mataku. Aku melihat benda yang kupegang."APA INI???" teriakku histeris. Aku tak percaya, yang kupegang adalah organ manusia yang ada di pertuku. Selang di bagian pencernaan.
"Aku tidak phobia seperti yang kamu pikirkan. Itu hanya akal-akalanku. Dan kamu mempercayainya. Itu berarti, actingku bagus, kan?"
"Vhan?" mataku bertemu dengan kedua mata di balik kaca mata itu. Tatapan penuh kebencian terpancar jelas di matanya.
Di tangan kiri Vhan ada senter, dan di tangan kananya ada ... pisau berlumuran darah.
***
"Aaaah ...!" jeritku ketakutan.
Aku belum bisa melupakan kejadian beberapa hari lalu. Aku melihat sisi gelap Vhan yang dia sembunyikan dengan baik. Dia juga menyuruhku untuk tutup mulut tentang kepribadian psikopatnya itu. Setiap malam, aku selalu memimpikan kejadian itu.Harusnya aku tak mengikuti Vhan pada saat itu.
Liburan ini tidak membosankan, melainkan menakutkan.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot And Twoshoot
De TodoBerisi kumpulan oneshoot dan twoshoot dengan aneka genre.