Garbage Collector

397 3 2
                                    

Garbage Collector

“Na, apa yang kau tonton itu?” tanya Zoe sambil menatap layar laptopku.

“Rekaman cctv,” jawabku singkat.

“Apa menariknya rekaman cctv? Kupikir kau sedang menonton film atau drama korea?” tanya Zoe penasaran, Dia pun ikut menonton rekaman cctv yang kudapat dari internet.

Tak lama kemudian, gadis penakut itu menjerit ketika melihat adegan seseorang yang menusuk perutnya sediri di dalam sebuah lift.

“Aaahhh … Nina, kenapa kau menonton adegan seperti itu?” tanya Zoe, dia beranjak dari kursi dan menjaga jarak denganku.

Aku hanya memperlihatkan senyum simpul. “Bukankah itu bagian menariknya?”

“Apa isi otakmu itu, Na!?” jerit gadis itu yang masih teringat dengan adegan tadi.
***

Kalian tahu, apa menariknya rekaman cctv? Kita bisa melihat adegan bunuh diri, kecelakaan, tragedi besar, dan hal-hal menarik lainnya. Mungkin bagi kalian hal-hal yang kusebutkan tadi terlihat menyeramkan dan menjijikkan. Tapi tidak buatku. Aku tidak tahu, mengapa isi otakku sudah seperti ini. Tapi, karena sudah terjadi, tentu akan kujalani.

Karena kecintaanku terhadap hal-hal yang berbau psycho itulah aku dijauhi teman-teman di sekolah. Mereka menganggap kalau aku pernah melakukan pembunuhan, mutilasi, dan hal-hal tidak jelas lainnya. Aku tidak pernah membunuh, apalagi memutilasi. Mungkin aku memang mencintai psychotic. Lalu bagaimana dengan kalian para pecinta film horror? Apa kalian pernah memainkan salah satu game berhantu di film-film itu? Ah, aku tidak peduli dengan teman-temanku. Lagipula, walaupun aku tidak punya teman, aku tidak akan mati, kan?

“Na? Tugas Bahasa Inggrismu sudah selesai?” tanya Eve, salah satu teman sekelasku. Tumben sekali ada yang mau berbicara denganku hari ini.

“Sudah, kenapa?”

“Kau bisa mengajariku? Ada beberapa hal yang tidak kupahami,” pinta gadis itu.

“Yeah, sure. Duduklah di sini,” ucapku seraya meletakkan tasku di bawah kursi agar Eve dapat menempati bangku di sebelahku.

Siang itu, aku sibuk mengajari Eve Bahasa Inggris. Agak aneh, ada yang berani mendekatiku dan berbicara denganku. Ah, mungkin saja Eve hanya akan datang ketika dia membutuhkan sesuatu dariku. Pada akhirnya dia akan sama saja seperti yang lainnya.
***

“Good morning, Nina!” sapa Eve dengan sok ramah bagiku pada keesokan harinya.

“Hmmm … yeah … pagi,” jawabku dingin.

“Apa semua tugasmu sudah selesai?” tanya gadis itu seraya meletakkan tasnya di bangku di sampingku.

“Sudah, kenapa? Kau ingin menyontek?” tebakku.

“Tidak, aku hanya bertanya. Oh ya, kau tahu tidak, Alesha mendapatkan surat misterius kemarin ketika pulang sekolah. Isi suratnya, Alesha harus menemui si pengirim surat di halaman belakang sekolah. Menurutmu, siapa si pengirim surat itu?”

“Gadis ini cerewet sekali,” batinku dalam hati. “Tidak tahu, lagipula apa peduliku? Aku yakin Alesha terlalu berharap. Kapan gadis itu akan menemui si pengirim surat?”

“Hari ini, sepulang sekolah.”
***

Sepulang sekolah, aku terpaksa pulang terakhir dikarenakan jadwal piket. Menyebalkan, ketiga temanku terpaksa pulang duluan. Katanya sih, ada urusan. Aku hanya mengiakan dan menyapu ruang kelas sendirian. Tidak hanya menyapu, tapi juga menghapus papan tulis dan membersihkan meja dari debu. Semua kegiatan itu membuatku baru dapat meninggalkan kelas pukul 4 sore.

Oneshoot And TwoshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang