Phobia Damned
“Aliya, bagaimana kabarmu?” tanya Ila, sahabatku. “Sudah seminggu kau tidak menampakkan diri di sekolah, banyak yang menanyakan tentangmu.”
“Maaf, aku harus merawat Ibuku di rumah sakit,” jawabku seraya membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja.
“Bagaimana keadaan Ibumu sekarang?” Ila mengangkat ranselnya dari bangku.
“Ibuku sudah membaik.”
Tiba-tiba saja tiga siswi yang menurutku “lebay” lewat di depanku dan Ila. Mereka membicarakan pacar baru Anne, mereka baru saja jadian beberapa hari lalu.
“Pacar, ya. Aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya memiliki pacar,” gumamku sesaat setelah Anne dan kedua temannya pergi meninggalkan kelas.
“Kau tidak pernah tertarik pada lawan jenis, huh?” tanya Ila.
Kugelengkan kepalaku, sambil melangkah ke luar dari kelas.
“Kau aneh, Al. Aku harap kau tidak menyukai sesame jenis.”
Dengan spontan kulayangkan jitakkanku ke kepala Ila. “Kau kira aku LGBT?”
“Bisa jadi,” jawab gadis itu dengan cengiran di wajahnya.
***
Karena bosan dan menganggur, kuputuskan untuk membuka akun sosial mediaku. Dengan segera aku duduk di depan meja belajar dengan laptop yang menyala. Sebelumnya kulirik jam di dinding yang menunjukkan pukul tiga sore. Yah, setidaknya aku bisa berseluncur di social media sambil menunggu malam.
Tiba-tiba saja aku mendapatkan pesan dari seseorang yang tidak kukenal. Tidak terdapat foto profile pada akun itu, namanya juga terdengar aneh.
Floix Extrime: “Hei.”
Aliya Vict: “Hai.”
Floix Extrime: “Bisa kau buatkan aku sebuah puisi romantis?”
Aliya Vict: “Tidak, maaf aku bukan orang romantis.”Aw menjijikkan, puisi romantis? Itu hanya omong kosong untuk merayu seseorang yang kau suka. Ingat, omong kosong. Kebanyakan dari mereka para pecinta cerita romantis bersifat naïf. Kenapa aku bilang begitu? Mereka percaya orang yang mereka suka akan mencintai mereka sampai mati. Apakah cinta itu abadi? Hei, tidak ada yang abadi di dunia ini. Kita semua akan mati, bukan? Begitu juga dengan cinta. Ada yang mengatakan kalau cinta itu abadi, tapi bagiku itu hanya bulshit.
“Aliya, sampai kapan kau akan duduk di depan komputer? Kerjakan tugasmu!” suara ibu membuyarkan lamunanku.
“Baik.”
***Hari ini sangat menyebalkan. Hari ini aku harus membersihkan perpustakaan seorang diri. Karena apa? Karena aku tak sengaja menjatuhkan buku-buku di sebuah rak dan menimbulkan keributan di perpustakaan. Akhirnya Mrs. Karin menahanku di perpustakaan ini ketika jam pulang sekolah.
“Aliya?”
Aku berbalik dan mendapati sosok laki-laki tinggi dengan seragam yang rapi, berambut hitam legam berdiri di hadapanku. “Ada apa, Rey?”
“Mau kubantu membersihkan perpustakaan?” tawarnya.
Karena lelah setelah merapikan buku, maka kuanggukkan kepalaku pertanda setuju. Rey mengambil sapu yang tergeletak di samping rak berisikan buku novel dan mulai menyapu. Sementara aku duduk di salah satu kursi dan beristirahat.
Setelah kegiatan bersih-bersih di perpustakaan itu selesai, aku dan Rey pergi ke taman di dekat sekolah. Kenapa aku tidak langsung pulang ke rumah? Karena aku bosan berada di rumah.
“Kau tidak mau pulang, Al?” tanya Rey yang duduk di sebelahku.
“Tidak, aku bosan berada di rumah,” jawabku. “Aku mau membeli eskrim,” ucapku seraya berdiri, namun Rey menarik tanganku dan menyuruhku kembali duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot And Twoshoot
De TodoBerisi kumpulan oneshoot dan twoshoot dengan aneka genre.