How You Love Me

349 9 2
                                    

How You Love Me

Hari ini, aku harus melaksanakan kerja kelompok bersama kedua makhluk idiot ini. Oh, sebenarnya anggota kelompokku berjumlah 4 orang termasuk aku, hanya satu orang di kelompok ini bukanlah idiot seperti yang kukatakan tadi. Dia adalah Richo, laki-laki tinggi yang beperan sebagai ketua kelompok di sini. Helvy dan Risya adalah dua tokoh idiot yang kebetulan sekelompok denganku dan Richo. Jujur, mereka berdua sama sekali tidak berguna.

“Ris, bisa kau cari jawaban soal nomor tiga?” tanya Richo yang masih terfokus pada layar laptopnya.

“Akan kucari,” jawab Risya lalu segera mengambil hand phonenya untuk mencari jawaban. Ketika aku melirik layar hand phone Risya, emosiku mendadak naik. Gadis itu tidak mencari jawaban yang diminta, melainkan membuka akun sosial medianya.

“Um, Ric, biar aku saja yang mencari jawaban soal nomor tiga,” ucapku seraya mengambil hand phoneku yang tergeletak di atas kursi.

“Vy, kau sudah menemukan jawaban nomor satu?” tanya si  ketua kelompok.

“Belum,” sahut Helvy santai.

Laki-laki berkulit sawo matang itu menghela napas panjang. “Biar aku saja yang mencarinya, aku sudah menemukan jawaban nomor dua.”

“Dua gadis itu memang tidak berguna,” bisikku pelan.

“Ric, Zel, kami pulang duluan ya,” ucap Risya yang beranjak berdiri dari sofa.

“Apa?” tanyaku dan Richo hampir bersamaan, sesaat kami saling menatap.

“Kenapa?” tanya Helvy polos.

“Kalian ….”

“Oh, tidak masalah, pulanglah. Aku dan Zelda akan menyelesaikan tugas ini,” ucap Richo menyela ucapanaku.

“Okay, sampai ketemu besok!” seru Helvy dan Risya bersamaan, lalu pergi meninggalkan ruang tamu  rumahku.

“Ric, apa yang kau lakukan? Mereka bahkan tidak melakukan apapun,” ucapku dengan kesal.

“Yah, aku juga tidak tahan. Jangan khawatir, mereka akan berguna buatku.”

“Hah?” tanyaku tidak mengerti.

“Hei, kau ini pacarku. Cobalah percaya padaku, kau tidak perlu bingung,” ucap Richo buru-buru menghilangkan kebingunganku.

“Okay, terserah padamu. Oh ya, aku sudah menemukan jawana nomor tiga, ini,” ucapku seraya mennyodorkan hand phoneku.

“Great, aku juga sudah menemukan apa yang kucari.” Laki-laki tinggi yang saat ini berstatus sebagai pacarku itu menyalin jawaban dari internet lalu mematikan lapropnya. “Okay, tugas kita sudah selesai. Sampai ketemu besok.”

“See you,” balasku.

Kulirik jam dinding yang menunjukkan pukul empat sore, lalu menarik napas panjang. “Hari yang melelahkan, apa yang akan Richo lakukan kali ini?”
***

Keesokan harinya, aku menunggu kedatangan Richo di kelas. Pukul setengah tujuh pagi, biasanya laki-laki itu sudah duduk manis di bangkunya. Tapi hari ini, di mana dia?

Detik demi detik berlalu, menit demi menit berlalu. Lima belas menit kemudian, laki-laki itu  belum juga tampak. Kuletakkan kepalaku di atas meja, dan menghela nafas.

“Di mana dia?” gumamku.

“Hei, maaf menunggu lama. Ada urusan kecil tadi,” ucap sebuah suara yang familiar buatku.

Kuangkat kepalaku, kudapati Richo sudah duduk di sampingku. “Ada apa?”

“Bukan apa-apa, hanya mengurus sampah-sampah tak berguna. Hei, mau melihat hasil kerja kelompok kemarin? Aku telah mengeditnya.”

“Sure.”

Setelah selesai melihat hasil kerja kelompok kemarin, bel berbunyi dengan nyaring. Richo segera memasukkan laptopnya dan menatap ke depan. Dari tadi, aku mencari sosok Risya dan Helvy, namun dua makhluk idiot itu belum juga muncul.

“Ric, di mana Risya dan Helvy? Aku tidak melihat mereka.”

“Ah, sudahlah. Jangan pikirkan dua makhluk idiot itu. Fokus pada pekerjaan kita sekarang. Kita akan mempresentasikan hasil kerja kelompok kita, ayo!” Richo segera menarik tanganku dan mengajakku ke depan kelas.

“Okay semuanya, hari ini kami akan mempresentasikan hasil kerja kelompok kami. Sebelumnya maaf, karena dua anggota kelompok kami Risya dan Helvy tidak dapat hadir. Jadi, mari kita mulai …,” ucap Richo memulai presentasi.
***

“Zel, malam ini kau ada acara?” tanya Richo pelan. Saat ini, kami sedang duduk-duduk di taman pada jam istirahat.

“Tidak ada, kenapa?”

“Aku ingin mengajakmu makan malam, kau mau?”

“Di mana? Restoran bintang lima?” tebakku.

“Bukan,” ucap laki-laki itu, “di tempat biasanya,” kali ini dia berbisik di telingaku.

Tiba-tiba saja, otakku baru tersambung dengan apa yang dipikirkan Richo. Dengan antusias, kuanggukkan kepalaku. “Malam ini, pukul 12 malam. See you.”
***

Jam di tanganku menunjukkan pukul 12 malam, kini aku sudah duduk manis di dalam sebuah rumah tua berdebu. Di hadapanku, terdapat sosok laki-laki tinggi berkulit sawo matang duduk manis menatapku. Di antara kami, terdapat tumpukan daging yang tampak lezat.

“Daging siapa ini, Ric?” tanyaku penasaran.

“Risya dan Helvy, setidaknya mereka  berguna setelah mereka mati, kan?”

“Nice, kau selalu tahu cara membuatku bahagia, Ric.”

“Beginilah caraku mencintaimu.”

END

Okay, setelah membaca story di atas, ada yang bisa menangkap pesan moral cerita ini? :v

Oneshoot And TwoshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang