Killed In Sleep

534 7 0
                                    

Killed In Sleep

“Malam ini sunyi … tak ada bintang ….
Bulan pun masih malu untuk menampakkan sosoknya ….
Malam ini … aku ingin mengusap mata indahmu ….
Kuucapkan selamat tidur untukmu …
Selamat jalan menuju alam mimpi ….
Tempat di mana semua harapanmu kan terkabul ….
Bersabarlah ….
Kau akan berada di alam itu untuk selamanya ….”
***

“Jenn, malam ini kau bisa menginap di rumahku, kan?” tanya Claudia, sosok yang selama ini kuanggap sebagai sahabatku.

Kuanggukkan kepalaku tanpa menatapnya, mataku masih terfokus pada buku di hadapanku. “Tentu saja, pukul tiga sore aku akan ke rumahmu.”

“Baiklah, aku pulang duluan ya. Sampai jumpa nanti sore,” ucap Claudia , dia beranjak dari bangku dan pergi ke luar kelas.

Sesampainya di rumah, aku melempar tubuhku di atas kasur empuk. Rasanya, hari ini sangat melelahkan. Aku memejamkan mataku sejenak, dan memikirkan apa yang akan kulakukan setelah ini. Oh iya, bukankah aku harus bersiap unntuk menginap di rumah Claudia. Sudah bukan hal baru lagi jika aku menginap di rumah sahabatku itu. Orang tua Claudia yang super sibuk membuat gadis itu tinggal berdua dengan pembantu rumah tangganya.

“Okay, sebaiknya aku segera bersiap,” gumamku ketika melirik jam yang menunjukkan pukul setengah dua siang.

Kumasukkan beberapa setel baju, buku tulis, kotak pensil, charger hand phone, dan kebutuhan lainnya. Tak lupa aku membawa sebuah tas kecil yang berwarna ungu polkadot putih yang tampak unik. Isinya adalah barang yang bagiku berharga.
***

“Jadi, apa yang kita lakukan?” tanyaku yang mulai bosan pada Claudia. Saat ini, aku berada di kamar Claudia, dan tak ada pekerjaan yang kami lakukan.

“Jenn, kau suka bernyanyi, kan? Kenapa kau tidak menyanyikan satu lagu untukku?” pinta Claudia.

Mendengar kata “lagu” sebuah ide terlintas di kepalaku. Tapi hari masih sore, tak mungkin aku melakukan rencanaku itu sekarang. Akhirnya, kuputuskan untuk menyanyikan lagu barat untuk Claudia.

“Wait a minute before you tell me anything …
How was your day?
Cause i’ve been missing …
You by my side, yeah … 

Did I awake you out of your dreams?
I’m sorry but I couldn’t sleep ….”

“Tunggu, apa judul lagu itu?” sela Claudia ketika aku sedang bernyanyi.

“Big Time Rush, Wordwide,” jawabku. “Mau kulanjutkan?”

“Aku juga ikut.”

“You calm me down …
There’s something bout the sound of your voice …
I-i-I’m never never …
Never as far away as it may seem, oh …

Soon we’ll be together …
We’ll pick up right where we left off …

Paris, London, Tokyo …
There’s just one thing that I gotta go ….”

Setelah sampai pada reft, tiba-tiba saja listrik padam. Sontak kami berdua menjerit.

“Astaga, bagaimana bisa mati lampu?” tanya Claudia yang mengelus dadanya.

“Entahlah, untungnya ini masih pukul empat sore, masih ada cahaya dari luar,” ucapku seraya memandang ke luar jendela.

“Sebaiknya kita menunggu listrik kembali menyala.” Claudia berbaring di atas ranjangnya, aku pun juga melakukan hal yang sama.
***

Kunyalakan hand phoneku hingga memancarkan sedikit cahaya. Kulihat jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Kurasa aku dan Claudia tertidur ketika sedang menunggu listrik menyala. Kuarahkan hand phoneku ke arah samping, kudapati sosok Claudia yang tertidur dengan pulasnya. Tiba-tiba saja aku teringat kembali dengan ideku yang tadi sempat kutahan. Kuedarkan cahaya di hand phoneku hingga kutemukan tas berwarna ungu polkadot putih tergeletak di atas meja belajar Claudia. Perlahan, aku bangkit dan menuruni tangga, lalu mendekati tas unguku.

Oneshoot And TwoshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang