I Am A Writer 1

410 5 0
                                    

I Am A Writer

Part 1

Tak-tik-tuk ... Tak-tik-tuk ....

Jari-jariku menari-nari di atas keyboard laptop, kedua bola mataku naik turun ke keyboard dan layar. Sesekali aku meluruskan kedua tanganku lalu kembali terfokus pada pekerjaanku. Huruf demi huruf membentuk kalimat, kalimat demi kalimat membentuk paragraf, dan beberapa paragraf membentuk cerita. Yap, aku sedang menulis. Menulis adalah salah satu pekerjaanku, karena aku adalah penulis muda.

"Nah, ini dia. Adegan di mana Dokter psikopat itu berhadapan langsung dengan Ken," ucapku sambil terus menuliskan kata-kata yang mengalir di kepalaku. Kalian tahu cerita apa yang sedang kubuat? Cerita ini mengisahkan anak kecil berusia sepuluh tahun yang bernama Ken, dia terjebak di rumah sakit yang isinya adalah dokter psikopat. Laki-laki itu tak berpengalaman dengan benda-benda tajam seperti pisau ataupun gunting. Tapi mau tidak mau, dia harus menggenggam benda tajam itu untuk menyelamatkan nyawanya.

"Zel, sebaiknya kau tidur. Kau sudah menulis sejak pukul enam sore tadi," ucap Kak Bill kakakku yang masuk kamarku tanpa mengetuk pintu.

"Jam berapa ini?" tanyaku tanpa menoleh ke arahnya.

"Jam sepuluh malam, bahkan kau melewatkan makan malam. Ayo makan dulu," Kak Bill menarik pundakku supaya aku beranjak dari kursi.

"Eh, jangan menarikku seperti itu. Iya deh, aku makan. Tapi kakak temani aku ya," ucapku sambil mengedipkan mata.

"Jangan jadi adik yang manja, kau sudah sepuluh tahun," sembur Kak Bill sambil membuang muka.

Raut wajah kekanak-kanakanku seketika berubah cemberut. "Kakak tidak asyik!"
***

Pukul 11 malam, mataku masih terbuka sempurna. Walau tubuhku sudah tertutup oleh selimut, rasa kantuk itu belum juga menyerangku. Aku bergumam tidak jelas karena belum juga terlelap, dan ini membosankan. Beberapa menit kemudian, aku belum juga terlelap. Ah, cukup sudah. Daripada aku melamun tidak jelas, lebih baik aku melanjutkan tulisanku.

"Oouuhh ... Okay, sampai di mana kita ...," ucapku ketika file ceritaku telah terbuka. Kubaca paragraf akhir dari ceritaku, seketika kata demi kata itu mengalir di kepalaku. Jari-jariku dengan lincahnya menekan keyboard dan menuliskan kata-kata yang ada di kepalaku.

"Ah, ini dia. Akhirnya aku sampai di adegan di mana Ken membunuh salah satu dokter psikopat itu," ucapku sambil terus mengetik.

Tiba-tiba saja, rasa pusing menyerang kepalaku. Sontak tanganku terangkat dari keyboard dan mencengkram kepalaku yang pusing. "Ah, kenapa malah pusing yang menyerangku. Bukannya rasa kantuk, malah pusing," ucapku menggerutu kesal. Layar laptop tiba-tiba memburam buatku, kuputuskan untuk beranjak dan pergi ke ranjang.

"Aaarrrgghhh ... Padahal naskahnya hampir selesai. Kalau aku tidak pusing, naskah itu akan kelar hari ini!"
***

Hari berikutnya, waktu berjalan sangat lambat bagiku. Sepulang sekolah, langsung kuganti baju seragamku dengan baju rumah. Tanganku dengan tidak sabaran menekan tombol on pada laptopku. Namun, ketika layar laptop sudah menyala, laptopku ditutup oleh seseorang. Sontak aku mengadahkan kepala, melihat siapa yang berani-beraninya menganggu aktivitas rutinitasku. Kudapati wajah kesal Kak Bill.

"Kenapa kakak melempar raut wajah begitu?" tanyaku polos.

"Kau ini, belum makan, langsung melesat ke depan laptop. Kalau kau tidak makan lalu sakit, kan aku juga yang repot," omel Kak Bill sambil menggelengkan kepalanya.

Aku mendengus kesal. "Ah, membuang waktu saja, ya sudah, tunggu aku di meja makan," balasku.

"Membuang waktu katamu? Kau mau menghabiskan 17 jam untuk duduk di depan laptop, hah?" tanya Kak Bill dengan nada tinggi.

Oneshoot And TwoshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang