SATU - URAB AGGNATET

5.2K 236 25
                                    


Bruuummm... Bruuummm...

Mobil box besar berhenti di seberang rumahku. Tak lama kemudian, seseorang keluar sambil membawa sepucuk kertas putih dan bolpen. Dia memencet bel. Lalu dari rumah itu, seorang ibu keluar dan...

"Non, hayu makan siang dulu! Udah ditungguin mamanya, tuh..."

Bibi menepuk pundakku. Aku berbalik.

"Bi, itu mobil box lagi nganter barang-barang pindahan, Bi?"

"Katanya sih, iya, Non... Baru pindah tadi pagi... "

Tetangga baru, ya? Akhirnya rumah itu berpenghuni lagi setelah Richard pindah. Aku... aku rasa... Bibi benar. Perutku mulai meraung-raung tak berirama. Aku menutup tirai ruang tamu kemudian melangkah menuju ke ruang makan, menyusul mamaku yang hampir menyelesaikan makan siangnya.

"Ta, abis makan temenin Mama, yuk, ke tetangga baru itu. Mau kenalan."

Aku mengangguk tanda setuju.

Makan siang kuselesaikan dalam sekejap. Nasi dan dua potong ayam goreng telah berpindah ke perutku.

Heuuuuuu......

"Ayo, Ta, berangkat..."

Aku terpaksa mengikuti Mama. Padahal proses pencernaan baru saja mau dimulai.

Ting tong... Ting tong... Ting tong...

"Harus banget mencet belnya sampe 3 kali?"

Jari telunjuk anakmu ini seakan punya pikiran sendiri, Mah. 3 adalah angka kesukaanku.

Seorang ibu berusia mapan keluar dari rumah itu. Senyum ramah terhias di wajahnya.

"Selamat siang, Bu. Kami dari tetangga seberang, mau berkunjung sebentar, Bu..."

Mudah tertebak. Pasti...

"Ayo, mari, silakan masuk..."

Tataan rumahnya sudah diubah. Di ruang tamu ada sofa untuk 5 orang. Terlihat toples kue kering yang melengkapi meja bundar kecil di tengah ruangan. Kardus-kardus bertumpukkan di dekat lemari televisi.

"Semoga betah di sini, ya, Bu..."

"Iya.. Trimakasih juga, lho, Bu, sudah mau mampir ke sini. Saya panggilin anak saya, yah, suruh ambilin minum. RELLL, AMBILIN MINUM, RELLL, ADA TAMU!"

Teriakan "IYA" terdengar dari arah dalam rumah. Anak dan ibu sama saja, teriak-teriakan dalam rumah.

Dua gelas es teh diletakkan di meja, terlihat amat segar. Aku juga baru ingat. Sejak selesai makan aku belum membilas mulutku. Tenggorokanku... haus... haus... haus...

"Nih, kenalin, anak saya yang kedua."

"Darrel, Tante... "

"Panggil aja Tante Amel, ya, Nak Darrel."

"Darrel..."

"Natalia..."

Tanganku dan tangannya bersalaman. Iya, dia. Anak laki-laki sepantaranku, rambutnya hitam lebat berponi, kulitnya putih, pipinya chubby, matanya sipit, memakai kacamata berlensa cukup tebal, dan tubuhnya gemuk. Lengkap, kan, ciri-cirinya?

"Darrel tahun ini baru masuk SMP. SMP Permana, yang dekat sini."

SMP Permana? Sepertinya pernah dengar.

NADA NADIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang