TUJUH - NANGANEK NAMAT

850 64 8
                                    


Aku berharap siang cepat berganti sore, sore cepat berganti malam, malam cepat berganti pagi. Hari cepat berganti hari, minggu cepat berganti minggu, bulan cepat berganti bulan. Akankah kenangan hari ini dapat kulupakan? Aku ingin menghapus memori hari ini. Apa bisa? Seperti menghapus file di komputer. Tinggal tekan delete atau langsung hapus di recycle bin.

Pagi. Pukul 6.30. Aku di sekolah. Maraton menyalin PR. Tidak lain dan tidak bukan, PR Fio. Pelajaran berlalu seperti biasanya. Sampai saat ini, semuanya berjalan normal.

Aku berjalan ke kantin bersama Fio. Mengantri, sambil mengincar lumpia goreng kesukaan kami. Meli juga bergabung. Seseorang menepuk pundakku.

"Ta, boleh ngomong sebentar?"

"Gue udah bilang ke lu kalo--"

Ia menarik tanganku ke meja kantin. Ia menyuruhku duduk.

"Gue rasa kemaren gue salah banget sama lu. Sebagai permintaan maaf, gue mo ngajakin lo pergi ke suatu tempat, pasti lu suka."

"Ga ada waktu, Rel, sorry."

Jam pelajaran berlalu cepat hari ini. Baguslah. Kukayuh sepedaku menuju rumah.

"Lu ngapain di sini?"

"Nat, ngomongnya, kok, gitu sih, sama Nak Darrel. Dia mo ngajak kamu pergi, tuh."

"Ayo, Nat, langsung berangkat."

"Gue sibuk."

"NAT."

"Tapi, Mah..."

"NAT."

"Naik apa emangnya?"

"Naik sepeda, dong. Kesukaan lo. Sini gue bonceng."

Entah mengapa aku langsung naik ke sepedanya. Mungkin untuk mempercepat keadaan atau semacamnya.

"Pegangan dong, nanti jatoh."

"Bodo amat. Lu mau bawa gue kabur atau apa?"

"Lu suka fotografi kan?"

Aku terkejut. Darrel membawaku ke sebuah taman. Tamannya indah, rerumputan hijau membentang. Beberapa kelinci bermain riang. Burung-burung berkicauan. Mataku tertuju pada satu pohon. Sepertinya tak asing bagiku. Kukelilingi pohon itu, tanganku meraba sesuatu yang tak biasa. Di pohon itu terdapat ukiran nama.

Richard & Natalia - Best Friend Forever.

Aku berbalik dan melihat Darrel yang sedang menatapku. Sejenak aku terdiam. Tak terasa air mataku mulai mengalir.

***

Tiga tahun lalu...

"Richard! Jangan cepet-cepet larinya... Cape tau..."

"Nenek tua... Nenek tuaaa... Gitu aja capeee... weee..."

Lelah sekali rasanya berlari-lari seharian. Aku juga lupa membawa botol minumku.

"Liat, Nat, ada pohon! Lebih tinggi dari aku sedikit!"

"Nanti pasti kalo kita udah gede, pohon ini juga udah gede, ya, Chad!"

"Gimana kalo kita ukir nama kita di sini... Buat tanda... Aku dan kamu, selamanya akan sama-sama terus..."

***

"Sore itu gue sama Richard berbaring di bawah pohon ini. Itu pertama kalinya gue ngeliat matahari terbenam yang begitu indahnya, bersama orang yang berharga di hidup gue saat itu."

"Gue... Maaf gue ga tau. Maaf gue udah bikin lu marah kemaren. Maaf gue ngebiarin lu nyeritain semuanya, padahal gue kan baru kenal sama lu..."

"Ya, udahlah. Gimana Sabrinanya? Mau dibantuin ga?"

"Tapi..."

"Lupain yang kemaren. Gue punya ide supaya Sabrina tertarik sama lu."

"Caranya?"

Kukayuh sepeda Darrel, menuju ke arah pulang.

"JAHAT LU TA! BERENTI TAAA! SEPEDA GUA TUH!!! STOOOPPP!!!"

"KEJAR GUA KALO BISA, GENDUT!"

NADA NADIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang