Kafein membuatku terjaga semalaman, akibatnya aku kesiangan dan sepertinya akan terlambat untuk evaluasi bulanan yang dipimpin Papa. Keterlambatan adalah salah satu hal yang tidak bisa ditolerir Papa, karena itu aku memacu Hummer-ku dengan kecepatan maksimal di jalan tol, begitu meninggalkan apartemen. Tapi begitu masuk jalan protokol yang padat, gerakan mobilku sudah mirip siput baru bangun tidur. Meski sudah tahu akan terlambat, aku terus-menerus melirik pergelangan tangan, seolah dengan melakukannya waktu akan berputar lebih lambat.
Ponselku berdering dan nama Mas Tanto muncul di layar. Aku mengaktifkan Bluetooth agar bisa mendengarnya melalui speaker mobil. "Iya, Mas?"
"Kamu di mana? Tidak lupa hari ini kamu presentasi, kan? Tuan Subagyo tidak akan senang kalau tahu kamu datang terlambat." Kakakku suka sekali menyebut Papa dengan sebutan itu, seolah-olah Tuan Subgyo bukan ayahnya sendiri.
"Sedikit lagi aku sampai, Mas. Tolong tahan Tuan Subgyo sebentar." Aku nyengir karena ikutan latah menyebut Papa seperti itu.
Aku melihat lampu lalu lintas di kejauhan sana berganti dengan warna kuning. Hanya ada satu mobil di depanku, bila aku cepat sedikit, aku bisa menyeberang sebelum lampu menjadi merah. Aku menekan pedal gas dan mendahului mobil di depanku. Sebenarnya aku tidak terlalu yakin akan bisa mencapai simpangan itu sebelum lampu berubah warna, tapi ini keadaan darurat, sepersekian detik tidak akan merugikan siapa-siapa. Aku tidak mengurangi kecepatan saat lampu akhirnya berubah warna.
Sial, seseorang tampak berlari menyeberang. Aku buru-buru mengerem. Terlambat. Meski sudah tidak dengan kecepatan tinggi lagi, aku dapat merasakan mobil besarku beradu dengan tubuh orang itu.
Tubuhku gemetar. Aku baru saja menabrak seseorang. Sial...sial...sial. Mimpi apa aku semalam? Aku buru-buru membuka pintu mobil setelah kesadaranku perlahan kembali. Ya Tuhan, Apa yang sudah aku lakukan?
Tubuh itu tergeletak di jalan raya. Kakiku terasa goyah saat mendekat. Tubuh itu tidak bergerak. Ada darah yang mengalir di pelipisnya. Aku berdiri kaku. Tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Apakah dia sudah mati? Kalau iya, tamat juga riwayatku. Aku akan berurusan dengan pihak berwajib. Hotel prodeo. Oh Tidak...
"Mas, ayo angkat," suara itu menyadarkanku. Ternyata sudah ada beberapa orang yang berkerumun di situ.
"Dia... masih hidup?" aku seperti tercekik mengatakannya.
"Iya, Mas. Masih hidup. Dia hanya tidak sadar. Harus segera dibawa ke rumah sakit."
Masih hidup. Terima kasih, Tuhan! Aku buru-buru membuka pintu mobil dan membiarkan dua orang lelaki yang ada di situ memasukkan tubuh orang tadi ke dalam. Seorang yang lain memasukkan tasnya.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit, aku berkali-kali melihat orang yang kutabrak tadi melalui spion. Seorang wanita muda. Semoga saja dia tidak apa-apa. Teringat Mas Tanto, aku lalu menghubunginya dan menceritakan tentang kecelakaan yang kualami. Aku jelas akan melewatkan rapat kali ini. Tapi rapat bukanlah hal penting yang harus aku khawatirkan sekarang. Saat ini aku sedang berurusan dengan nyawa seseorang.
Aku menghentikan mobil di rumah sakit terdekat yang kutemui. Langsung di depan IGD. Beberapa perawat yang siap dengan brankar segera memindahkan wanita yang belum sadarkan diri tadi, membawanya ke dalam untuk segera diberi pertolongan.
Aku menunggu dengan gelisah di luar. Seorang perawat lantas mendekat dan memintaku mengisi formulir. Aku sudah memegang pulpen, namun lantas terpaku karena tidak tahu apa yang harus kutulis. Apa yang harus kuiisi di kolom identitas pasien?
Teringat tas yang tadi ikut naik ke mobil, aku lantas pamit pada perawat. Mungkin aku bisa menemukan sesuatu di situ. Tas ransel itu besar dan berat. Meski ragu-ragu, aku kemudian membukanya. Ada sebuah kamera Leica yang lensanya sudah pecah. Ada juga Macbook, sebuah sketchbook dan ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let You Go (Terbit)
General Fiction(Sudah Terbit) Apa yang kurasakan pada gadis itu bukanlah cinta pada pandangan pertama, tapi tidak butuh waktu lama untuk merasa terikat padanya. Hanya saja, mendapatkannya jelas bukan perkara mudah karena dia tidak pernah terlihat suka padaku. Ti...