Selamat baca. Semoga suka.
**
"Kamu kenapa?" Mas Tanto menatapku dengan pandangan menyelidik. "Sarapan satu stoples gula? Senyum-senyum sendiri seperti orang tidak waras begitu!"
Sarapanku lebih manis daripada satu stoples gula, tetapi aku tidak akan menceritakan rasa bibir Renata yang masih tertinggal di mulut dan kepalaku kepada Mas Tanto. Aku lebih suka menyimpannya sendiri.
"Ada, deh. Mas mau tahu saja," elakku, masih dengan senyum.
Mas Tanto berdecak. "Cinta. Jadi kamu berhasil mendapatkan hati gadis tangguh itu?" Mas Tanto memang ku-update kabar tentang Renata. Kecuali bagian tentang dia sekarang tinggal di apartemenku.
Apakah aku berhasil mendapatkan hati Renata? "Sepertinya begitu." Aku belum tahu pasti. Kami baru akan bicara nanti malam. Namun melihat reaksinya saat kami berciuman tadi pagi, dia pasti merasakan sesuatu juga padaku. Dia memang tidak ikut melibatkan lidah sepertiku, tetapi dia membalas ciumanku.
"Kamu belum yakin padahal sudah segirang ini?" Mas Tanto menggeleng, mencela dengan tatapan. "Cinta benar-benar membunuh akal sehatmu."
Aku tahu, tetapi tidak peduli. Masa bodoh dengan akal sehat. Aku hanya perlu Renata. Itu cukup. Jadi aku akan membiarkan Mas Tanto mengejekku seharian.
Aku mengirimkan beberapa pesan dengan emoticon lebay di sela-sela meeting kepada Renata. Namun tidak ada yang dibalas setelah berjam-jam kemudian, padahal dia membaca pesannya. Apakah dia sesibuk itu dengan rapatnya, sampai tidak bisa menekan satu tombol emoticon sekalipun? Meskipun tidak ingin, aku merasa sebal. Aku menahan diri untuk tidak menelepon. Bersikap posesif padahal bentuk hubungan kami belum jelas, bukan cara pintar. Renata gadis mandiri. Merasa terkekang akan membuatnya menolakku. Dia jelas bukan orang yang akan menukar kebebasan dengan ciuman, betapa pun pintarnya aku mencium. Aku orang yang rasional dan realistis. Aku tahu, bagi Renata, pekerjaan adalah hal paling utama. Kalau aku menempatkan diri berseberangan dengan pekerjaannya, dia tidak akan ragu-ragu mendepakku. Itupun dengan catatan kalau dia benar-benar mencintaiku. Dan aku masih belum yakin soal itu.
Senyumku yang berkibar gagah tadi pagi perlahan surut di siang hari karena pesan-pesan yang tidak terbalas, dan menjadi masam menjelang jam pulang. Aku menelepon Renata dua kali, tetapi tidak diangkat. Berbagai pikiran buruk lantas berkelebat dalam benak. Bagaimana kalau Renata tidak menyukai apa yang kulakukan tadi pagi, dan kabur dari apartemenku? Sikapnya tadi memang biasa saja, tapi siapa yang bisa menduga apa yang ada dalam kepala perempuan? Mereka bisa lebih rumit daripada membangun ribuan keping lego. Kepercayaan diriku goyah dan mulai rontok.
Aku membuka pintu apartemen dengan perasaan waswas. Aku benar-benar khawatir tidak menemukan Renata di dalam. Seharusnya aku melepasnya pergi sepuluh hari mendatang sebagai kekasih, bukannya kehilangan dia selamanya karena dia tidak mau lagi berteman denganku setelah kejadian tadi pagi. Seharusnya aku menahan diri. Tidak menyerangnya seperti orang barbar. Penyesalan selalu datang terlambat.
Aku hampir melompat kegirangan saat melihat lampu benderang menerangi apartemen. Artinya Renata masih ada di sini. Syukurlah. Aku tergesa melepas sepatu. Langsung menuju ruang tengah karena mendengar suara televisi. Benar saja, Nat Geo Wild. Itu saluran televisi kesayangan Renata.
Aku menemukan Renata sedang tertidur di sofa. Posisinya miring, menghadap televisi. Remote TV ada di lantai. Mungkin terlepas dari tangannya tanpa sengaja. Aku duduk berjongkok di sisi sofa. Mengamati wajah Renata yang tampak damai dalam lelapnya. Kekesalan dan kekhawatiranku lenyap tak bersisa.
Aku tidak bisa menahan senyum melihatnya mengerutkan bibir. Mungkin dia sedang memimpikan sesuatu. Aku menyelipkan rambut yang menutup sebelah pipinya. Lalu mengusap kepalanya. Dia terlihat seperti anak belasan tahun yang masih polos. Berbeda dengan ekspresinya saat sedang mengerjaiku dengan kalimat-kalimat sarkas yang tidak pernah bisa kubalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Let You Go (Terbit)
General Fiction(Sudah Terbit) Apa yang kurasakan pada gadis itu bukanlah cinta pada pandangan pertama, tapi tidak butuh waktu lama untuk merasa terikat padanya. Hanya saja, mendapatkannya jelas bukan perkara mudah karena dia tidak pernah terlihat suka padaku. Ti...