12. Cerita Tentangnya

1.9K 142 2
                                    

Aroma teh hijau sangat kental memenuhi ruangan pantry kecil di MX Radio. Sea tidak segera pulang seperti biasa justru dia memilih menikmati malam dari atas rooftop gedung MX. Udara malam Jakarta kontras dengan udara di siang hari yang begitu memanggang kulit. Dari atap di lantai lima, Sea memandang jauh gedung-gedung pencakar langit yang nampak indah berkilauan. Sesekali dia menyeruput teh hijaunya hati-hati karena masih panas. Kedua tangannya dia tempelkan di sisi mug putih agar terasa hangat.

"Kamu lihat deh dress itu. Cantik ya." ujar Ardhan saat mereka berada di sebuah mall. Mata Sea melirik ke arah jari telunjuk Ardhan. Peplum dress berwarna hijau toska itu sungguh cantik dipajang di manekin butik. "Pasti dress itu cocok di kamu, yank." ujar Ardhan lagi. Sea hampir tertawa. Bagaimana bisa dress berukuran S itu masuk ke dalam tubuhnya yang big size. Tanpa ancang-ancang Ardhan berjalan meninggalkan Sea di belakang.

Sebuah tepukan di bahu mengagetkan Sea. Dia berbalik dan mendapati Ubit tengah berdiri memandang langit Jakarta juga sambil menyeruput bir kalengan.

"Belum pulang mas?" tanya Sea membuka percakapan.

"Belum. Kata mang Ikin ada lo disini dan minta supaya pintu rooftop jangan dikunci dulu." Sea tersenyum tipis lalu meneguk lagi teh hijaunya. "Gue bukan cenayang, Sea." perkataan Ubit barusan membuat Sea bingung. "Gue ataupun Delia bukan cenayang atau dukun atau apapun sebutan bagi orang yang bisa baca pikiran orang lain." Ubit melepas jaketnya lalu meletakkan di kedua bahu Sea.

"Kita kenal sudah lama. Jadi ada sesuatu yang aneh dari lo ataupun Delia, gue bakalan tau." Ubit meneguk lagi bir kalengan miliknya. "Lo ada masalah kan sama Ardhan?" tembak Ubit. Sea gugup. Dia tidak berani menatap mata Ubit. "Lo tau, gue sayang sama lo. Tapi bukan karena kita dua orang dewasa, tapi gue sayang sama lo kayak sayang seorang kakak pada adiknya."

Sea merangkul bahu Ubit untuk menenangkan Ubit yang nampak menahan emosinya. "Lo tau, adik gue mungkin sekarang seumuran lo. Lo tahu juga kenapa di umur gue yang sudah kepala tiga enggak juga nikah-nikah?" tanya Ubit.

Sea pun menggeleng. "Gue pengen bahagiain nyokap gue dulu. Nyokap masih trauma untuk kehilangan anaknya lagi. Agak egois memang, tapi adik gue itu sangat disayang nyokap." sebulir air mata menetes pelan di ujung mata Ubit.

"Kenapa mas Ubit baru cerita ke aku?" tanya Sea pelan.

"Gue enggak pengen saja kalian kasihan sama gue. Gue cuma pengen lindungin lo dan Delia. Itu saja." Sea terharu. Air mata akhirnya lolos dari kedua bola mata bulat miliknya. Tanpa ada maksud apa-apa, Sea memeluk Ubit.

"Kenapa gue jadi curhat? Lo boleh curhat ke gue, apa yang sebenarnya terjadi antara lo dan Ardhan? Ardhan enggak selingkuhin lo kan?" Sea meremas tangan Ubit yang mengepal seakan-akan ingin menghajar Ardhan.

"Enggak lah mas. Aku sama Ardhan baik-baik saja. Mas Ubit enggak usah khawatir ya."

**

"Saya terima nikah dan kawinnya Dewi Puspita Kencana binti Hendrik Wiraliosojati dengan mas kawin emas murni 24 gram dan uang tunai 10 juta rupiah dibayar tunai." Dengan sekali nafas, mereka sah menjadi sepasang suami istri. Semua hadirin yang menyaksikan peristiwa sakral tersebut berdoa untuk kedua mempelai. Ballroom sebuah hotel mewah di kawasan Kemang di sulap menjadi tempat resepsi yang megah dan luar biasa indah dengan warna dominasi gold.

"Kamu bahagia sayang?" tanya sang mempelai wanita.

"Tentu saja istriku yang paling cantik. Aku enggak sabar untuk melahapmu malam ini." bisik sang mempelai pria tepat di telinga sang istri dan membuat mempelai pria mendapat cubitan di pinggang.

On Air ( Secret Admirer )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang