21. Siang Akhir Pekan

1.7K 136 5
                                    


Sea

Aku terbangun karena mendengar gedoran keras di depan pintu. Jangan tanya siapa makhluk kurang ajar itu yang berani-beraninya mengganggu waktu istirahat akhir pekanku. Yup, pasti Bram! Dengan setengah hati aku berjalan sambil mengucek-kucek mataku yang banyak kotoran. Mungkin. Tebakanku benar, Duda keren itu memasang senyum lima jarinya sambil menyodorkanku sesuatu yang terbungkus di dalam plastik. Tanpa aku ijinkan masuk, dia dengan seenak dengkulnya menghambur ke dalam unitku, masuk ke wilayah dapur dan mengambil wadah yang terbuat dari plastik. Aku sih sudah tidak aneh dengan tingkah tidak tahu malunya itu. Ia menaruh plastik putih itu diatas meja pantry dan membukanya.

"Apa itu?" tanyaku sambil berjalan ke arahnya.

"Ikan salmon. Saya tadi beli di supermarket bawah tapi enggak tau mau di masak apa. Kamu yang masakin ya?" katanya dengan cengiran setannya.

Mulutku sukses dibuat menganga. Ya Tuhan, aku enggak suka ikan. Aku akan mual jika hanya melihatnya saja dan sekarang dia membawakan ikan salmon ke dalam dapurku. Oh no! Ini bencana. Aku segera pergi dari wilayah dapur.

"Aku enggak suka ikan, Bram. Ya Tuhan, melihatnya saja sudah bikin aku mual. Tolong dapurku jangan kamu kotori dengan bau amisnya." perintahku. Tiba-tiba wajah Bram mendekat ke arahku. Perasaanku mulai enggak enak. Terlebih ditangannya masih memegang potongan ikan salmon itu. Perlahan aku mundur, Bram semakin mendekat dan sialnya aku terjerembab dengan posisi duduk diatas sofa. Oh my God, posisi yang sangat mustahil kalau aku bangkit. Bram mengurungku dengan tubuhnya yang menjulang tinggi.

Dia mendekatkan wajahnya kepadaku. "Bagaimana kalau ikannya aku masak dengan sambal mangga. Kamu pasti suka." aku menahan nafas. Bukan karena bau amisnya ikan tapi aroma maskulin yang menguar dari tubuhnya. "Oke, kayaknya aku masih harus beli bahan-bahan lagi." Bram menarik tubuhnya lalu menjauh dariku. Dia berjalan menuju pintu meninggalkan aku yang masih duduk sambil melongo memandang punggungnya yang terbalut kaos polos berwarna cokelat itu.

"Oh ya Sea cantik, jangan lupa ajak mas Ubit dan sekalian siapa tuh temanmu yang perempuan itu?" ujar Bram sebelum keluar dari pintu.

"Delia."

"Yups, ajak mereka kesini dan makan siang bersama disini. Tenang, aku yang masak. See you cantik."

Kali ini Bram benar-benar menghilang di balik pintu. Kalau saja di Indonesia enggak ada hukum, sudah aku pastikan dia akan aku cincang. Seenaknya saja mengundang mas Ubit dan Delia tanpa meminta persetujuanku. Sudah bisa dipastikan stok makananku di kulkas akan habis kalau ada dua sahabatku itu.

**

Sehabis mandi, aku bersantai di balkon sambil live streaming drama Korea yang belum sempat aku tonton. Masih ada dua jam sebelum makan siang bersama dua sahabatku dan Bram. Masa bodo, Bram bilang dia yang akan memasak jadi aku dengan santai menunggu hidangan itu matang. Setengah jam kemudian, saat di pertengahan episode pintuku berisik lagi. Pikirku pasti dua orang tamu tak dikenal. Mas Ubit dan Delia. Biar saja mereka menggedor sampai beberapa kali. Baru dua kali menggedor, suara itu menghilang. Apakah mereka pulang? Aku beranjak dari kursi dan membuka pintu.

Di hadapanku saat ini hanya ada bungkusan plastik besar yang menutupi wajah seseorang yang membawanya. Aku menyipitkan mataku untuk melihat siapa sosok 'plastik' besar itu. Lalu dia memiringkan kepalanya dan memamerkan deretan giginya yang rapi.

"Minggir, banyak nih belanjaannya." perintah Bram. Dia meletakkan paksa belanjaannya kepadaku. Sial sekali anak ini!

"Cepat bawain belanjaanku kemari, Sea."

On Air ( Secret Admirer )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang