28. Jangan Menangis Lagi

1.8K 144 9
                                    


Bram


Percaya atau enggak aku merasakan sakit yang luar biasa. Bukan tubuhku yang sakit tapi hati. Seperti inikah yang dirasakan Sea juga? Saat ini aku merasa jadi lelaki brengsek yang mematahkan hati seorang gadis baik seperti Sea. Aku yang menyeretnya masuk dalam masalahku dan sekarang tanpa pemberitahuan aku menyuruhnya pergi meskipun dengan cara yang kelewat menyakitkan. Ini semua di luar kendaliku. Seharusnya aku enggak kembali pada masa laluku dan enggak menyanggupi permintaan ayahnya Dewi untuk rujuk kembali dengan putrinya. Namun aku sudah menganggap Pak Hengky sebagai pengganti papa yang sudah meninggal ketika aku baru menikah satu bulan.

"Kamu kenapa melamun?" aku terkejut karena Dewi. Aku baru sadar kalau ada dia bersamaku saat ini yang tengah menemaninya makan.

"Habiskan! Baru setelah itu pulang dan istirahat." perintahku.

"Siap, kapten!" balas Dewi dengan berlagak hormat.

Aku membawa Dewi pulang ke rumah kami yang sempat aku datangi beberapa minggu yang lalu bersama Sea. Hanya mengingat nama gadis itu, ulu hatiku terasa mencelos. Apa kabarnya dia saat ini? Sedang apa dia sekarang? Jujur saja aku mulai terbiasa dengan kehadirannya. Dia yang selalu bisa membuatku tertawa karena tingkah dan celotehannya. Aku akui kalau aku mulai memiliki rasa padanya. Cinta atau bukan aku belum bisa memastikannya.

"Aku mau makan sesuatu. Kayaknya aku ngidam deh." rengek Dewi.

"Mau aku buatkan apa?" tanyaku sambil memapahnya untuk berbaring di ranjang. Sejak bercerai aku enggak pernah menempati kamar ini namun tetap aku jaga kebersihannya. Setiap hari ada pembantu yang aku suruh membersihkan rumah.

"Aku mau makan toge goreng yang ada di depan kampus kita loh."

"Kita harus kesana, gitu?"

"Enggak, kamu saja yang beli. Aku capek mau istirahat."

Aku selimuti tubuh Dewi hingga batas dada dan mengusap kepalanya. Dia menahan tanganku saat aku akan beranjak. Matanya yang bening menatapku dengan ekspresi datarnya. "Apa kamu masih mencintaiku?" tanya Dewi. Aku memutus kontak mata dengan Dewi.

"Istirahatlah. Aku akan segera kembali."

Syukurlah Dewi enggak menuntutku lagi dengan pertanyaan-pertanyaan sulit. Ya pertanyaan dari Dewi tadi sangat sulit. Apa aku masih mencintainya?

**

Kegiatan Sea belakangan ini adalah melamun. Entah saat memasak, berjalan sampai saat menyetir pun kadang dia hilang konsentrasi. Kemarin saja dia harus mengganti rugi gerobak es podeng yang dia tabrak di pinggir jalan.

"Sudah beberapa hari ini gue enggak liat Bram? Kemana dia?" tanya Ubit di sela-sela break siaran malam ini.

"Sibuk kali mas." sahut Sea asal.

"Lo enggak lagi berantem kan?"

Sea menggeleng. "Emang kita tom and Jerry yang suka berantem? Sudah ah bentar lagi on air."

Ubit kembali ke ruang kontrol dan mulai memberi aba-aba kalau on air akan segera mulai. Entah kenapa seharian ini Sea sering memutar-mutar lagu Passenger yang berjudul Golden Leaves.

What's left to say when every word's been spoken?

What's left to see when our eyes won't open?

What's left to do when we've lost all hope and

What's left to break when our hearts are broken?

On Air ( Secret Admirer )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang