Sea
Aku enggak mengerti dengan semua ini. Tentang Bram yang hinggap di hidupku, tentang permintaannya yang ingin aku menjadi seseorang yang spesial untuknya. Seperti martabak saja yang dapat tittle spesial. Aku mulai jogging lagi pagi ini. Sudah lama sekali rasanya enggak jogging. Setelah tiga putaran rasanya aku butuh mengistirahatkan kakiku yang pegal. Sebotol air mineral dingin mampir di depan wajahku. Aku tahu siapa si pengirim air ini. Lalu dia duduk di sebelahku dan ikut menjulurkan kedua kaki panjangnya.
"Good morning, queen bee." sapanya.
"Cuihhh..sok imut banget manggilnya queen bee. Memangnya aku mamanya Hatchi?" kataku ketus sambil merampas botol air dari tangan Bram. Dia tergelak. Saat aku mengerucutkan bibir, justru dia semakin kencang tertawa. Suka sekali dia menertawaiku seperti itu. Aneh.
"Bram.." panggilku.
"Hmm"
"Dewi batal menikah dengan Roman."
"Lalu?" potong Bram cepat. Aku tengah memikirkan kata yang tepat untuk aku ucapkan. Bram sudah berjanji enggak akan memikirkan masa lalunya.
"Bram, ada yang pengen aku tanyain ke kamu." aku menarik nafas dalam-dalam. Bram menatapku penuh tanda tanya. Ddrrttt...drrttt.. Ponsel Bram bergetar. Dia merogoh saku celana bahannya lalu menjawab telepon sambil menjauh dariku meninggalkan aku yang masih dag dig dug. Satu menit kemudian Bram mengakhiri sambungan teleponnya kemudian berjalan ke arahku.
"Queen bee, aku harus pergi. Klien ini sangat penting. Akan aku hubungi kamu nanti." kata Bram dengan tergesa-gesa.
Bram mencium keningku dan pergi. Astaga, apa aku bilang reaksiku aneh saat berhadapan dengannya. Jangan bilang aku mulai mencintainya. Salahkah? Aku pikir sih t enggak. Kami sama-sama sendiri dan enggak terikat hubungan dengan siapa-siapa. Namun ada yang aku takutkan. Dewi. Ya, wanita itu sekarang sendiri. Enggak menutup kemungkinan kalau mereka..ah enggak. Aku enggak mau kecewa untuk yang kedua kali. Bram datang padaku, memintaku untuk jadi yang spesial, menawarkanku sebuah hubungan yang baru. Meskipun tanpa ada permintaan resmi. Tapi aku berjanji, aku yang akan tegas. Benar kata Delia, aku yang harus menanyakan hubungan macam apa yang ingin aku dan Bram jalani.
**
"Ah seriusan dia hamil? Masa bukan anaknya Roman. Terus anak siapa dong?" bisik-bisik dua orang perempuan di depan aku dan Bram yang tengah mengantri tiket bioskop. Aku menoleh ke sebelahku. Rahang Bram mengeras seperti sedang menahan amarah.
"Iya, makanya mereka batal nikah. Lo tau kan kalau kakak gue tuh temen deketnya Roman."
"Enggak nyangka deh gue. Terus kalau bukan anaknya Roman, anaknya siapa? Jangan-jangan tuh cewek emang janda gatel ya." kali ini perempuan berkemeja flanel bersuara. Tanpa bisa aku cegah, Bram berjalan ke depan para perempuan itu.
"Kalau kalian enggak tau apa-apa, jangan asal nuduh sembarangan ya, mbak." kata Bram. Kedua perempuan itu bingung. "Kalian ini cuma tau, cuma dengar dari orang lain tanpa tau kebenarannya seperti apa."
"Hey emang masnya siapa? Oh jangan-jangan ayahnya si jabang bayi lagi." kata perempuan berbaju hitam. Tangan Bram sudah mengudara dan bersiap akan menampar perempuan bergigi kawat itu. Aku berlari menahan Bram.
"Jangan bikin ulah disini, Bram. Ayo kita pulang." bisikku.
Disinilah kami sekarang. Di dalam mobil yang belum jalan dan masih berada di parkiran mall. Bram membenamkan wajahnya di atas kemudi. Rupanya mereka batal menikah karena Dewi diketahui tengah hamil, kenapa aku baru tahu sekarang? Atau.. Bram sudah tahu hal ini?
Sementara aku sibuk dengan pikiranku. Bram masih diam enggak mengeluarkan sepatah kata pun. Sebegitu marahnya Bram saat ada yang berani menghina Dewi. Oke, aku akui kalau aku memang sedikit cemburu. Oh atau aku cemburu berat.
"Maafkan aku Sea." lirih Bram akhirnya.
"Kenapa?" tanyaku bloon. Aku enggak siap dengan perkataan Bram tadi.
"Maaf sudah bikin kencan kita berantakan."
"Aku ngerti kok."
Tanpa suara kami melewati perjalanan dengan saling diam. Hanya lagu dari Ari Lasso yang mengalun pelan dari audio car. Apa aku jahat kalau aku menginginkan Bram sekarang? Apa aku mengingkari janjiku untuk enggak jatuh cinta pada lelaki di sebelahku ini. Kenapa sekarang aku justru takut kehilangannya?
"Hay kenapa diam saja, Queen bee?" tanyanya sambil mengelus tanganku. Aku hanya memberikan senyum pada Bram. Aku enggak mau dia tahu kegamangan hatiku ini. Bram menurunkan aku di toko buku sesuai permintaanku. Rasanya sudah lama aku enggak berada di antara rak-rak kayu yang berisi novel-novel romantis kesukaanku. Aku paling suka kalau ke tempat ini sendirian. Kalau mengajak seseorang terasa enggak bebas. Terlalu diburu-buru.
Bahkan dengan Ardhan pun dulu aku selalu memintanya untuk meninggalkanku sendiri disini.Awalnya Bram menolak meninggalkanku sendiri disini namun setelah aku jelaskan, akhirnya ia mengerti. Sepeninggal Bram, kakiku melangkah naik ke lantai dua tempat dimana novel romantis berada. Aku berjalan menelusuri setiap rak berisi novel-novel sambil melihat-lihat apakah ada novel yang menarik perhatianku. Tanpa terasa, kakiku menginjak sesuatu. Uppss..aku menoleh dan mendapati aku yang tengah menginjak kaki seorang lelaki tampan berwajah oriental. .
"Duhh.. Maaf ya mas. Enggak sengaja. Sakit ya?" kataku memohon.
"Lihat-lihat dong mba. Untung pakai flatshoes coba pake heels. Bolong kaki saya." jawabnya.
"Iya maaf mas. Maaf ya sekali lagi."
Dia meninggalkanku begitu saja. Ish dasar orang sombong. Tahu sombong sekalian saja kakinya aku bolongin pakai mesin bor. Setelah mendapatkan novel pilihanku, aku segera menuju lantai satu yang terdapat coffee shop. Aku memesan vanila latte untuk teman membacaku. Suasananya enggak terlalu ramai dan musik klasik menghiasi coffee shop ini. Cocok sekali bukan dengan yang aku butuhkan saat ini?
Tunggu, aku merasa dari tadi ada yang memperhatikanku. Tapi saat aku menoleh enggak ada siapa-siapa selain dua orang wanita dewasa tengah berbincang-bincang sambil sesekali melakukan selfie. Daripada rasa parnoku makin menjadi, aku memutuskan untuk segera pergi dari tempat ini dan melanjutkan membaca di balkon unitku saja. Saat baru beranjak, seorang waitress memberiku gulungan kertas lalu pergi begitu saja tanpa permisi. Barulah saat di dalam taksi, aku memberanikan diri membuka lipatan kertas itu. Mataku membulat membaca kata per kata yang tertulis di kertas putih itu.**
Aku mengunci pintu rapat-rapat. Memastikan terkunci sempurna. Niatku yang ingin duduk di balkon, aku urungkan dan memilih menutup connecting door.
Kenapa ini terulang? Astaga aku seperti dikejar-kejar debt collector. Aku melihat lipatan kertas itu yang teronggok di atas lantai. Bagaimana kalau dia lebih gila dari Bram? Aku menyesal membantu Bram menyelesaikan masalahnya. Tapi..aku enggak menyesal untuk mencintai dia. Kenapa sempat-sempatnya aku memikirkan ini. Aku buka sekali lagi lipatan kertas itu. Isinya masih sama. Aku pikir setelah dua kali aku baca, isinya akan berubah.Hay Sea, aku mohon bantuanmu seperti kamu membantu seseorang bernama Bram. Aku mengagumimu.
..Julian..
Benar kan? Isinya seperti ini. Seseorang bernama Julian memintaku untuk membantunya sama seperti aku membantu Bram. Apa-apaan ini. Masalah cinta lagi kah? Ya Tuhan..masalah cintaku saja belum dimulai dan sekarang?
Sepertinya aku mulai gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
On Air ( Secret Admirer )
RomanceApa yang akan kamu lakukan jika secret admirer-mu memintamu untuk menyatukan kembali hubungannya dengan sang mantan? Sea Gifty Paragota akan menjawabnya dan apakah usaha Sea berhasil mempersatukan secret admirernya itu dengan sang mantan istri? Sil...