#PenguasaJalanan

90 13 2
                                    

Sebuah kisah tentang seorang remaja dan ... bodo ah baca aja.

Gue bersumpah di bagian ini gak bakal bahas soal Anak Jalanan—bukan berarti suatu saat gue bakal bahas juga. Oh, mari mulai ini. Apa itu Penguasa Jalanan?

Menurut gue, Penguasa Jalanan adalah mereka yang mampu berjalan dengan lebih 'berkuasa'. Dalam hal ini, saat mereka lewat, mereka ibarat raja dan ratu. Tapi, timbul sebuah pertanyaan, apakah Penguasa Jalanan itu?

Gue tergolong Pengendara Motor, dan ibarat bidak catur, motor ini ibarat Pionnya kendaraan. Keuntungan naik motor itu gerakannya lebih flesksibel dan paling banyak ada di Indonesia. Tapi, sama kaya' pion, pengendara motor bukan Raja Jalanan. Sebagai pengendara motor, hal yang paling gue sebelin adalah suara Klakson. Klakson motor atau mobil gak masalah. Tapi, suara Klakson Bus sama Truk Kontainer itu bener-bener kaya' Ninja. Mereka itu ada celah dikit aja langsung ambil, dan klakson mereka adalah senjata pamungkasnya. Awalnya santai aja gitu, lalu celah dikit dan "DUETNG!" secara tiba-tiba dan WUSH, mereka nyalip. Serius ini ngagetin banget.

Saran Profesional dari gue, kalau lu punya penyakit jantung dan udah agak berat, jangan naik motor di jalan raya, serius jangan. Jangan sampai ada serangan jantung di jalan akibat Klakson Petaka.

Sejujurnya, kalau gue mikir lagi, klakson mereka ini mirip-mirip sama anak SD mau kentut. Mengendap secara tiba-tiba, mendekati secara perlahan, dan melepaskan secara mengejutkan. Mirip-mirip lah sama gue waktu SD kalau pengen kentut. Bedanya kalau SD gue berusaha bikin pantat sekseh gue berada tepat sejajar lurus di depan kepala. Maksud gue...

MAKAN KENTUT GUE, SEDAP, KAN!

Oke, itu dikasih efek hiperbola. Gue gak bakal teriak gitu, lari gak kekejar aja syukur. Untung pas SD lari gue kenceng.

Balik ke topik.

Dengan efek kejut mereka, mereka sangat berpotensi menjadi Penguasa Jalanan yang sesungguhnya.

Tapi, siapakah sebenarnya Penguasa Jalanan itu?

Gue gak kaget kalau kalian udah duga ini, tapi menurut gue Penguasa Jalanan adalah—bukan, bukan Boy, gak mungkin.

Yang bener adalah, ibu-ibu naik Motor.

Kita semua pasti udah tau kasus Belok Random mereka. Kalau kalian seberuntung gue, kalian mungkin pernah lihat foto ibu-ibu buka jok DI TENGAH JALAN PAS. Truk bisa gitu? Gak bakal ada, kalaupun mogok juga nepi. Belum lagi, ada ibu-ibu, bawa senjata api, naik motor, gak pakai helm, rambutnya disemir pirang-pirang becek. Bayangin, ibu-ibu aja udah horor, pakai bawa senjata. Ibarat Game, itu Terror Point nambah 100%. Dan, gue juga pernah lihat foto ibu-ibu naik motor ada di jalan tol, bawa motor. Keren kan.

Eh, tapi temen sekelas gue pas SMA pernah gitu juga sih, pas awal-awal kuliah. Dan dia Cowok.

Lanjut. Tapi, baru-baru ini gue mangalami kisah ini.

Bukan ke jalan tol naik motor.

Jadi, tanggal 12 Juli, besoknya udah lebaran ketupat. Gue disuruh ibu gue buat beli gas elpiji cadangan karena yang di rumah isinya tinggal setengah tabung dan masak buat lebaran ketupat itu butuh gas banyak. Sejujurnya ibu gue baru tahun ini masak ketupat pakai gas, biasanya pakai tungku, tapi gak penting juga buat dibahas di sini. Singkat kata, gue beli dengan damai. Awal balada gue sama ibu-ibu adalah pas pulang.

Sekitar tiga ratus meter dari rumah, gue naik motor lewat jalur kiri selayaknya orang biasa naik kendaraan. Lalu, secara mengejutkan ada ibu-ibu bawa motor di depan gue, di depan jalur gue. Jarak kita sekitar seratus meter. Ibu-ibu ini naik motor dengan ekspresi serius tingkat dewa, mungkin dia kebanyakan nonton Uttaran.

DEMI DEWA!

Ekspresinya itu kaya' Hitler gitu yang agak-agak gimana gitu, tapi gak kumisan. Rambutnya ala-ala Yuni Sarah versi lebat. Bayangkan Hitler tanpa kumis, rambutnya kaya' Yuni Sara versi lebat, pakai daster merah. Udah? Belum lengkap. Di belakang, dia bonceng anak yang pegangannya agak lepas-lepas. Gue mikir ini anak abis nangis, masih ngantuk, atau lagi mabok. Berhubung gue gak mau lebih terkutuk lagi, gue asumsikan anak itu lagi pilek.

Gue niatnya sih pengen ngeklakson dia, tapi apa daya gue kalau naik motor gak suka ngeklakson kalau gak dalam keadaan yang sesuai dengan peraturan menggunakan Klakson yang udah diatur dalam Undang-Undang. Jadi gue batalin, lagian kalau gue klakson, dia kaget, dia makin belok ke pinggir jalan, jatoh, mampus gue kena marah. Apes lagi kalau gas nya diambil, gue ditimpuk, kelar udah ini cerita. Nah, begonya gue, gue malah lihatin wajah itu ibu-ibu yang agak mirip Hitler. Dan tiba-tiba gue merasa bersalah.

Gue punya kebiasaan menafsirkan ekspresi orang lain. Sebagian besar sih akurat, cuma dalam kasus tadi, gue mulai bingung itu ibu-ibu yakin seratus permen dia di jalan yang benar, atau takut nabrak karena belum belajar belok? Soalnya dia manatap lurus ke depan dengan pandangan yang agak-agak meresahkan.

Matanya agak melotot gitu. Mungkin bawaan lahir.

Gue curiga yang kedua. Danitulah kenapa gue merasa bersalah. Hati kecil gue langsung berkata, "Maafkanaku Tuhan, aku salah jalan." Dan agak belok ke tengah buat ngehindar ituibu-ibu yang lempeng-lempeng aja dalam damai. Dan sampai sekarang gue maishbingung kenapa gue ngerasa bersalah. Padahal kan gue ada di jalur yang benar. Mungkinini salah satu efek magis sang penguasa jalanan.


***

Double Update bukan berarti gue bakal aktif banget lagi. Gue cuma ngerasa bersalah aja sama pembaca (yang semoga masih ada) dan gue emang lagi pengen banget ngepublish ini. Sesungguhnya gue juga diam-diam berharap bisa aktif lagi. Semoga bisa.

Gue usahakan buat aktif dan nyoba buat lebih gak garing. Karena siapa tau kalau lucu gue bisa jadi pejabat.

Oke sekian. Makasih.


[Ion Arfeus]

Diari ala GueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang