Latte -28-

13.5K 899 53
                                    

Liburan semester pun datang. Semakin lama, Vanessa dan Sam semakin menjauh. Mungkin karena Vanessa yang menjadi irit bicara kepada Sam. Sekarang, Ardanlah yang semakin dekat dengan Vanessa. Ardan menjadi teman curhat Vanessa setiap saat.

Seperti halnya sekarang, Ferz Cafe, kafe yang menyatukan Sam dan Vanessa dalam sebuah ikatan, malah dijadikan tempat bagi Ardan dan Vanessa untuk mengobrol dan tertawa berdua.

"Eh, lo diundang gak sama Sam buat ke Bali?" Tanya Ardan. Vanessa terdiam. Dia sedikit sensitif untuk segala sesuatu yang berkaitan dengan Sam saat ini.

"Diundang. Tapi gue rasanya gak dateng. Gue gak nyaman, Dan. Mungkin gue bilang kalo ada acara keluarga aja kali ya?" Ucap Vanessa meminta saran pada Ardan.

"Lo tau cewek yang diundang Sam kesana itu berapa?" Tanya Ardan ditanggapi gelengan oleh Vanessa. Ardan menghembuskan nafas. "Lima. Lo, Via, Vero, Lea, sama Angel... Kalo Angel, Sam bilang dia dipaksa sama tuh cewek jadi jadian." Lanjut Ardan.

"Cowoknya?" Tanya Vanessa. "Banyak. Anak anak basket, anak karate, termasuk gue sama Varo." Tanggap Ardan.

"Gue gak enak, Dan. Kayak... Mmm.. Entah kenapa, ada yang mengganjal di hati gue setiap deket sama dia. Rasanya gak bisa santai, selalu canggung." Lirih Vanessa frustasi. Dia meneguk coffee latte nya untuk menenangkan diri. Minuman itu... Minuman itu mengingatkan saat saat kenangan mereka. Oh, Vanessa jadi ingin menitikkan air mata, dadanya sesak mengingat momen itu.

"Kenapa kalian bisa gini sih? Kalian sama sama bilang kalo kalian gak putus. Tapi kenapa hubungan kalian seakan mengapung gak jelas. Kalo dibawa ombak lari sana lari sini. Kalian harus memperjelas hubungan kalian.

"Gue gak akan mau putus sama dia, Dan. Jadi gue gak akan putusin dia. Kecuali kalo dia yang putusin gue." Ucap Vanessa sambil menunduk.

Ardan mengacak rambutnya frustasi. Nih pasangan labil cocok banget, omongan bener bener persis. Batinnya. Ya, perkataan Vanessa berusan persis dengan yang diucapkan oleh Sam. Yang dia bingung, kalau keduanya tidak mau memutuskan hubungan, dan tidak mau memberikan kepastian, apa yang mereka mau? Hubungan tidak jelas?

Sampai suatu ide hinggap di pikiran Ardan. Mungkin keributan kecil akan membuat mereka memiliki kepastian hubungan. Yang Ardan mau adalah mereka tetap bersama. Dengan cara yang ia dapatkan, kemungkinannya lima puluh banding lima puluh.

"Eh, Ness. Lo mau nemenin gue latihan basket gak sore ini?" Tanya Ardan sambil mengecek ponselnya. Seulas senyum kecil langsung terbit sesaat kemudian.

"Buat apaan?" Ucap Vanessa.

"Gapapa. Mumpung liburan. Nanti malem gue traktir makan malem deh." Ucap Ardan membujuk Vanessa.

Vanessa tampak berpikir sejenak, sesaat kemudian, dia mengangguk. Ardan tersenyum sumringah.

"Thanks. Kalo gitu, mending sekarang kita pulang. Gue jemput di rumah lo jam 4 sore nanti." Vanessa mengangguk mengiyakan.

Mereka pun keluar dari kafe itu, Ardan mengantar Vanessa pulang ke rumahnya.

"Makasih hari ini. Jam empat ya." Kata Ardan mengingatkan Vanessa sekali lagi. Vanessa melambai dan mengangguk sekilas. Setelah Vanessa masuk ke dalam rumah, barulah Ardan mengemudikan mobilnya keluar dari pekarangan Vanessa.

★★★★★★★★

Ness... Udah siap?
-Ardan-

Udah.
-Vanessa-

Ok, gue otw ke rumah lo.
-Ardan-

Vanessa meletakkan ponselnya di saku, dia mengambil flatshoes miliknya dan tas selempang kecil yang berwarna sama dengan jeans dan flatshoes nya yaitu hitam. Dia juga memakai kaos putih, rambutnya diikat kuda dengat karet putih. Dia tampak manis saat ini.

Our Coffee LatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang