DUA BELAS

110 9 2
                                    

Rumah adalah tempat pulang setelah keluar dari pintu

Kehujanan. Aku berjalan diantara rintik hujan yang turun, melewati pohon-pohon tinggi, pesawahan yang jalannya menanjak, masih jauh dari rumah. Petir petir besar terdengar sesekali, aku merasa kaget seketika dan merasa ada di tengah-tengah kematian. Seluruh pakaian yang ku kenakan basah kuyup, dari ujung kepala yang mana dikenakan sebuah kerudung sampai sepatu semuanya pun basah. Aku tak tau bagaimana keadaan buku-buku di dalam tas.
Tiba dirumah dengan segera aku masuk kedalam dan mengucapkan salam pada Ibu.
"Assalamu'alaikum." ucapku.
"Wa'alaikumsalam." Nenekku yang menjawab.
"Ya Allah, ujan-ujanan ra? Cepat mandi! Nanti masuk angin." kata Ibu dari dapur.
"Iya bu." ucapku.
Seusai mandi aku makan dan minum susu hangat yang dibuatkan Ibu. Harus ada susu, iya harus. Karena tanpa susu taakan ada Kiyrra. Si anak sapi yang hobinya galakin orang. Kata mereka karena efek minum sapi, jadi aku ini galak. Bagiku itu hanya sebuah pendefinisian yang tidak masuk akal.
"Besok-besok bawa payung." ucap Nenekku.
"Iya nek, Kiyrra tadi lupa." jawabku.
"Kak Kiyrraaa... Bantuin ngerjain PR." pinta Yurika.
"Yaudah mana kakak bantuin."
"Dih tumben gak berantem, gini dong kan enak diliatnya juga." kata Ibuku, seraya menyimpan cemilan di atas meja.
"Dih Ibu apaan sih." ucapku.
Selesai membantu adikku Yurika mengerjakan PR nya, Aku izin pergi ke kamar dengan alasan ingin mengerjakan PR juga. Padahal untuk sekedar menggalau, besok hari sabtu dan tak ada tugas apapun.
"Bu, Nek, Kiyrra ke kamar ya mau ngerjain tugas juga." pintaku.
"Iya sana kerjain nanti malem takut mati lampu lagi, jangan main handpone ada petir." ucap Ibuku.
"Iya Bu." jawabku.
Aku masuk ke kamar dan kubuka buku diaryku dan menuliskan beberapa kata demi kata, kupikir ini akan menjadi alay jika dibaca bukan pada masaku.
***
Tuhan, hatiku memilihnya...
Entah kenapa hanya dirinya, dirinya yang mampu membuatku begini. Aku mencintainya.. Sangat mencintainya. Sampaikan ini padanya. Dan izinkan aku untuk mengenalnya dengan caraku sendiri.
Hanya dirinya yang mampu membuatku begini, aku tak tau mengapa bisa begini. Aku tak minta ini dan tak mau ini terjadi! Aku tak mau! sungguh, aku tak ingin ini terjadi.
Namun ini tentang rasa. Semakin besar rasa ini ku tolak maka semakin besar pula rasa ini ada dalam hatiku. Jika aku boleh meminta, aku tak ingin mempunyai rasa ini.
Aku memang mencintainya, sampai detik manapun aku tetap mencintainya. Jika suatu saat rasa ini hilang ataupun memudar maka dia bukan untukku.
Namun jika rasa ini tetap ada dan tak berubah sampai detik aku dipersatukan dengannya bahkan dipanggil oleh Sang Maha Kuasa, maka dia adalah takdirku.
***
"Kiyrraaaaa, udah Adzan Ashar.. Sholat dulu cepat!" perintah Ibu.
"Iya Bu, ini juga mau." jawabku. Yang mana membuyarkan segala inspirasiku dalam menulis. Tentangnya.
Dengan segera aku berlalu ke kamar mandi dan mengambil air wudhu lalu sholat sesuai apa yang tadi Ibu perintahkan. Seusai sholat, Ibu menyuruhku untuk makan. Kami makan apa adanya dengan telur dadar yang diberi bumbu balado kesukaanku. Aku dan Yurika rebutan untuk mendapatkan telur dadar duluan. Yaitulah kebiasaanku bersama Yurika, yang membuat Ibu melotot yang akhirnya aku dan Yurika tertawa. Ibu hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Kalian tuh kebiasaan deh kalau makan suka begitu, pamali tau." ucap Ibu.
"Tuh Kak Kiyrra yang duluan tuh Bu." adu Yurika.
"Apasih lo yang duluan juga ish." ucapku sewot.
"Ra, apa tuh 'elo elo' gaboleh gitu! Itu sama aja ngajarin adeknya pake bahasa kasar!" omel Ibu menasehati.
"Iya maaf maaf deh Rara salah." ucapku menyesal.
"Ya sudah lanjutkan makannya!" perintah Ibu.
Kami pun melanjutkan makan sampai habis, tanpa ada satu dua kata yang keluar dari mulut. Itu peraturan keluarga dan tidak ada yang boleh meninggalkan bekas makan meski itu hanya 1 biji nasi yang tertinggal di piring. Semuanya harus bersih dan rapih. Kalian belum tahu satu hal tentang Ibuku. Ya begitulah Ibuku baik namun selalu tegas kepada aku dan Yurika. Dia orang hebat. Apabila satu kata yang keluar dari mulutku adalah bahasa kasar, dia tak segan-segan menasehatiku berjam-jam. Memang hidupku ini penuh dengan aturan. Namun aku suka, itu mengajarkan melakukan hal-hal baik. Dan mungkin ini penyebab aku dianggap judes, karena hal yang orang lakukan berbeda dengan yang aku lakukan.
Aku, Kiyra Reviana Azkina. Lahir di Sumedang pada tanggal 18 Januari. Ayahku seorang buruh hebat yang mampu membesarkan dan mendidikku dengan baik. Aku sangat bangga padanya. Ibuku seorang Ibu rumah tangga biasa. Dia baik, namun tetap tegas kadang juga cerewet. Namun Aku sayang padanya. Ibu juga cerdas. Dulu saat Aku SD, guru-guru sering membanding-bandingkanku dengan Ibu. Sebagian dari guruku adalah guru Ibu, makannya mereka tau.
"Kiyrra tadi Bah Onang guru SD kamu sekaligus Guru Ibu nanyain." kata Ibu.
"Kenapa Bu? Kangen mungkin ya hehe."
"Pede kamu haha."
"Ih faktanya kali."
"Enggak itu katanya Kiyrra sekarang sekolahnya dimana? Terus nanti mau lanjut apa enggak? Gitu katanya." jelas Ibu.
"Dih Bah Onang mah gitu orangnya, giliran Kiyrra masih SD aja sering dibanding-banding sama Ibu. Katanya Kiyrra beginilah Ibu begitulah, pusing tuh dulu Kiyrra." cerocosku.
"Haha biarin dong Ra, Ibu tuh dulu murid kesayangannya."
"Masa sih Bu?" tanyaku antusias.
"Iya dong."
"Pantesan ya haha, tapi kemarin aku ketemu sama Bah Onang Bu." ucapku.
"Iya gitu? Dimana?" tanya Ibuku.
"Di Cigalumpit pas Kiyrra turun dari angkot. Katanya ada yang mau diomongin tapi Kiyrra gak tau apa. Gak jelas sih si Abah." jawabku.
"Eh iya Ibu lupa pas ketemu sama Ibu juga bilang. Katanya, Abah minta tolong di bantu meriksa hasil ulangan anak-anak SD lagi nanti semester sekarang." kata Ibu.
"Dih dikira penting, semester 1 Kiyrra juga yang periksa masa sekarang juga, males ah jawaban anak SD suka aneh." jawabku.
"Aneh gimana Ra?" tanya Ibu.
"Aneh pokoknya, suka ngasal gak jelas. Kiyrra suka ketawa-ketawa kalo bacanya juga." jawabku.
"Ih biarin hiburan kali Ra haha." ucap Ibu seraya tertawa.
"Iya ya haha." jawabku ikut tertawa.
Tak terasa aku mengobrol dengan Ibu sampai jam 8 malam. Dan kemudian aku disuruh belajar ke kamar. Sebenarnya ini jarang terjadi, aku tak tahu faktor apa yang menyebabkan kami tidak seintens dulu. Entah mungkin seiring berjalannya waktu dimana aku semakin besar atau apa, aku kurang tahu.
"Belajar sana udah jam 8. Eh udah sholat belum?" tanyanya.
"Ya udah dong Bu. Yaudah deh Kiyrra ke kamar dulu ya belajar." pamitku.
"Iya gih sana, jangan malem-malem tidurnya nanti kesiangan."
"Iya, Ibuku sayang." ucapku seraya berlalu menuju kamar.
Dikamar aku hanya diam dan merasakan kebingungan, daripada bingung lebih baik buka handpone dan bikin status facebook.
***
Status : Kiyrraa Azkina
Kau orang yang besar
Kau telihat dan dikenal
Aku hanya orang kecil
Yang tak terlihat dan tak dikenal
Mereka mendengarmu
Namun, tidak mendengarku
Kau pusat perhatian
Sedang aku hanyalah angin lalu
Setelah itu ku tekan kirim dan beberapa menit kemudian statusku mendapat beberapa like dan 1 komentar. Lalu kubuka ternyata yang komentar Audrey. Ku balas komentar dari Audrey, lumayan untuk menghilangkan bete.
Komentar :
Audrey Laura : Anjiirrrrlah gaslau mulu lu!
Kiyrraa Azkina : Biarin gaada larangannya ini.
Audrey Laura : Haha kalo gue yang larang?
Kiyrraa Azkina : sok aja bukan emak gue ini dih.
Audrey Laura : elo kan bebeb gue hehe
Kiyrraa Azkina : najiiissss anjirrr, uuwwoooo... Pen muntah rey.
Audrey Laura : Oh gitu? Yaudah kita putus!
Kiyrraa Azkina : oke fine! Eh tumben lu gaada nge sms?
Audrey Laura : Anjirrrr kangen lu ya? Haha
Kiyrraa Azkina : apaaan, ah elu gak punya pulsa ya ? Haha
Audrey Laura : sialan!  Pulsa gue masih buanyaakk gini baru ada yang ngisi hehe
Kiyrraa Azkina : huh bangga! Pasti dari si Fauzi kan?
Audrey Laura : hehe tau aja lo ah :D
Kiyrraa Azkina : bagi-bagi keleusss-__-
Audrey Laura : enak aja wlee, makannya cepetan punya bebeb dong wkwk
Kiyrraa Azkina : huh kopet!
Audrey Laura : wkwkwk
Sesudah membaca komentar terakhir dari Audrey, karena sekarang sudah jam 22:15 Aku langsung logout dari akun facebook takut besok Ibu marah-marah gara-gara aku susah untuk dibangunkan.
***
Selamat tidur yang disana, yang sangat aku cintai dan sayangi. Semoga tuhan memberitahumu tentang rasa ini. Semoga rasa ini tetap ada. Semoga hatimu memilihku. Semoga tuhan mempersatukan kita. Semoga tuhan meridhoi kau dan aku bersama. Semoga kau yang menjadi imam ku. Semoga kaulah ayah dari anak-anakku. Semoga hari itu akan tiba, hari dimana kau dan aku saling memiliki. Aku mencintaimu, dan hanya akan mencintaimu. Pegang semua kata-kataku dan hukum aku bila ucapan ini akan teringkari. Tuhan, jaga dia untukku. Rifandi Fernandi.

Dari Kiyrra Kepada RifandiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang