Untuk hari sabtu yang mengharap kita menyatu
Pagi ini di hari sabtu aku bangun dari jam 03:45 dan dengan segera beranjak untuk siap-siap. Semuanya sudah ku lakukan, mulai dari mandi, pake baju seragam, sarapan, di sepatu dan buku-buku jadwal di hari sabtu yang sudah disiapkan pula dari semalam pun dimasukkan kedalam tas.
Pukul 05:35 aku sudah berangkat dari rumah menuju jalan raya untuk naik angkot. Tak lama angkot pun datang dan aku langsung naik. Tiba-tiba pas angkot yang ku tumpangi lewat tempat dimana Dee sering menunggu angkot. Entah kebetulan atau emang kita jodoh, kulihat Dee sedang menunggu angkot dan angkot yang ku tumpangi pun berhenti dan Dee naik angkot yang ku tumpangi. Dee duduk di kursi kedua belakang kursi amang angkot tepat berada di depanku.
"Heh bocah tumbenan loe pagi." ucapku.
Dee tak mendengar ucapanku. Aku tak tau apa ia sengaja atau tidak.
"Dee! Woy budeg!" ucapku kedua kalinya.
Dee tetap tak mendengar ucapanku sama sekali.
"Ih budeg! Loe denger gue gak sih? Heh!" ucapku ketiga kalinya disertai sedikit teriak.
Bagiku, aku teriak kecil tapi entah kenapa efeknya membuat seluruh penumpang yang ada di angkot melirikku. Dan aku hanya bisa senyum salting saking malunya. Namun Dee tetap saja tak mendengar, ia malah asik dengan handponenya. Ini sungguh membuat gereget, aku sangat kesal padanya. Saking kesalnya ku coba tarik kerudung Dee.
"Heh dipanggil dari tadi! Budeg yah loe?" ucapku kesal sambil narik kerudung Dee dari belakang.
"Awww...euuwww...aaaaaeewww...uuuwww...duh siapa sih ini... euhh sakit tau! Hih Kiyrra lo disini? Ih ngapain sih loe pake narik-narik kerudung gue? Sakit tau!" cerocos Dee.
"Tau ah loe, gue panggilin dari tadi kagak nyahut-nyahut sih! Ga denger yah loe? Budeg loe!" ucapku sangat kesal.
"Yaelah ra loe manggil gue? Haha." tanya Dee seraya tertawa.
"Udah tau nanya! Ih nyebelin lo!"
"Hehe gue gaks denger Ra."
"Tuhkan budeg berarti!"
"Gue pake headset tau Ra hehe."
"Jiah jadi dari tadi gue ngemeng terus lo nya pake headset ternyata, jis sedih gue huh." ucapku sebal.
"Hehe kok loe nyalahin gue sih salah sendiri juga dih haha."
"Iya sih, berasa bego juga yah gue ngomong sendiri dari tadi. Ahh Dee gue malu." ucapku seraya menutup muka dengan kedua tangan.
"Uhh alay lo alay!" omel Dee.
Tak terasa aku dan Dee sudah sampai di sekolah dan kami pun berjalan menuju kelas. Dikelas ternyata baru ada Audrey sendiri, yang sedang asik cekrak cekrek foto selfie.
"Duh.. Duh... Duhh masih pagi udah selfie aja lo Rey." sindir Dee.
"Hehe eksis dikit lah gue, sebelum ketemu pelajaran Pak Desan." jawab Audrey.
"Ra loe gapapa?" tanya Audrey.
"Lah emang gue keliatannya kenapa?" tanyaku balik.
"Udahlah dia lagi dapet Rey, dari tadi juga kek gitu." timpal Dee.
"Hai hai hai samlikummm..." tiba-tiba Erlin datang ke kelas dengan hebohnya.
Heran deh biasanya juga Felina yang kayak gitu.
"Piket lo!" ucapku ketus.
"Iya iya Kiyrra gue piket." jawab Erlin.
"Cepetan kali, mau loe di omelin Pak Desan?" omelku.
"Sabar dong Ra! Kenapa sih pagi-pagi udah ngomelin gue aja?" tanya Erlin heran.
"Dia lagi dapet!" ucap Audrey dan Dee bersamaan.
"Berisik loe ah!" ucapku seraya berlalu ke luar kelas.
"Lah mau kemana loe raaa???" tanya Audrey seraya teriak.
"Ah si Kiyrra kenapa sih?" tanya Erlin.
Aku masih bisa mendengar ucapan mereka, karena belum jauh dari kelas.
"Apa kok kalian liat gue? Mana gue tau dari angkot juga udeh judes gitu." ucap Dee yang merasa terpojokkan.
Hari ini aku merasa sangat sangat kesal, entah kenapa dan apa yang menjadi alasannya. Yang jelas hari ini berasa ingin marah-marah terus, padahal aku lagi gak dapet. Apalagi ketika melihat Erlin, susah sekali buat jadi orang ramah.
Aku berjalan menuju perpustakaan meninggalkan Audrey, Dee dan Erlin di kelas.
"Kiyrraaaaaaaa...."
Tiba-tiba ada yang memanggilku dan aku dengan refleks menoleh untuk memastikan siapa orang yang memanggil itu dan ternyata yang memanggilku adalah Kak Rifandi.
"Eh iya kak, kakak manggil saya?" tanyaku untuk memastikan.
"He iya ra, euumm ini."
Kak Rifandi memberiku kertas entah kertas apa yang diberinya.
"Apa ini kak?" tanyaku.
"Ini puisi atau apalah kakak gak ngerti yang kemarin kakak ambil itu loh dari binder kamu." jawab Kak Rifandi.
"Lah kakak baca dong? Duh isinya klise banget lagi hahaha." ucapku.
"Iya bagus tau." pujinya.
"Tunggu biar aku lihat yang mana nih isinya."
***
Ketika langit tak mendengar
Kau sendiri tak tau arah
Dunia seakan tak mempedulikanmu
Dunia seakan tak menginginkanmu
Ketika langit tak mendengar
Kau merasa tak berguna
Sepi sunyi tiada bunyi
Hening tiada suara
Ketika langit tak mendengar
Kau mulai kesepian
Tiada yang menemani
Tiada yang mempedulikanmu
Ketika langit tak mendengar
Kau lemah dan tak berdaya
Seketika dunia menjadi musuh
Seketika dunia mengabaikanmu
Ketika langit tak mendengar
Hanya satu yang mampu kau ucap
Hanya satu yang mampu kau rasa
Kau mencintainya dengan segenap hati
***
"Hahaha yang ini ternyata." ucapku refleks.
"Bagus loh ra, kakak tempel di mading ya?" tawarnya.
"Apaan sih kakak ini mah tulisan abal-abal, kalau mau Kiyrra kasih tulisan Kiyrra yang beuhh baguss."
"Ya udah yang ini buat kakak ya, kamu bikin lagi buat di mading. Gimana? Hehe."
"Kakak buat apaan?" tanyaku.
"Buat ngerjain tugas bahasa Indonesia Pak Surahman hehe."
"Ih nyontek dong? Haha."
"Hehe biarin aja gabakalan tau ini."
"Kecuali kalau Kiyrra yang ngasih tau haha."
"Jangan dikasih tau dong."
Tiba-tiba Aku melihat Pak Desan ia membawa buku. Sepertinya Pak Desan mau ngajar ke kelasku. Tahu kan, yang namanya Kiyrra selalu menjadi tranding topic diantara guru-guru. Siapa sih yang gak kenal Kiyrra?
"Aduh Pak Desan lagi." ucapku.
"Kenapa Ra?" tanya Kak Rifandi.
"Ada Pak Desan, pasti mau ngajar di kelas. Ih males deh kak."
"Heh masa belajar males?"
"Abis gurunya nyeselin hehe."
"Yaudah balapan sana sama Pak Desan siapa yang paling cepet nyampe ke kelas haha."
"Yah Kiyrra lah yang menang, yaudah Kiyrra ke kelas yah kak."
"Iya deh, eh jangan bilangin Pak Surahman loh soal puisinya."
"Iya deh bisa diatur hehe."
"Hari ini ada kumpulan osis dadakan sepulang sekolah jangan lupa kumpul."
"Iya kak kumpul kok takut nanti marah lagi deh hehe."
"Lupakan lah ra , malu tau hehe. Eh jangan lupa juga tulisan di mading."
"Sip deh."
"Kiyrra ayo ke kelas." kata Pak Desan.
Entah sejak kapan Pak Desan ada disampingku, aku baru nyadar ketika Ia memanggilku.
"Eh bapak sejak kapan disini?" tanyaku.
"Sejak tadi lah, pacaran aja ayo belajar!"
"Hehe enggak pak gak pacaran." ucap Kak Rifandi.
"Lagian ya Pak Kiyrra mah ga pernah pacaran ih dan ga mungkinlah masih sekolah ini. Lihat takdir aja nanti." ucapku.
"Alesan, ayo ke kelas!" kata Pak Desan.
"Kak Kiyrra ke kelas ya." pamitku pada Kak Rifandi.
"Ekhemm ekhemmm." goda Pak Desan.
"Iya Pak iya ke kelas." ucapku.
"Jangan lupa ya ra inget hehe." kata kak Rifandi.
"Rifandiiii.." ucap Pak Desan.
"Iya Pak maaf Pak hehe." ucap Kak Rifandi.
"Bapak biasa aja kali ah." kataku seraya berjalan bersama Pak Desan menuju kelas.
"Eh waktunya belajar."
"Belajar apa sekarang Pak?" tanyaku.
"Paragraf," jawab Pak Desan.
"Kemaren kan udah Pak." protesku.
"Ngulang lagi siapa tau pada lupa."
"Ya terserah Bapak." ucapku.
***
Tugasku adalah belajar
Tugasmu ialah mengajar
Tapi maaf,
Terkadang aku ini selalu lupa posisi
Melawan tak berarti
Alasan tiada henti
Dasar!
Murid tak tahu diri
***
Ketika sampai di kelas dengan segera Aku duduk di bangku bersama Audrey.
"Loe kok bisa bareng sama Pak Desan ra?" tanya Audrey.
"Pak Desan yang pengen bareng ma gue." jawabku.
"Hah masa bisa?"
"Yah bisa lah Rey."
"Gimana ceritanya?"
"Tadi itu kan gue keluar kelas, eh pas dijalan di deket ruang TU gue ketemu Kak Rifandi tuh lalu gue ngobrol. Nah abis gitu, gue ngeliat Pak Desan menuju kelas. Gue pamit kan sama Kak Rifandi tapi karena kita keseruan ngobrol entah kenapa Pak Desan tiba-tiba udah ada di samping gue. Gue baru nyadar pas dia udah manggil nama gue. Tau gue malu banget Rey." ceritaku pada Audrey.
"Hahaha pasti loe disangka aneh-aneh tuh sama Pak Desan ra haha." ledek Audrey.
"Loe jangan keras keras Rey, mau lu dihukum lagi kayak waktu itu sama Bu Iska?"
"Aduh amit-amit jangan sampe deh ya."
"Ekhem... Ekhemm." ucap Pak Desan.
"Iya Pak iya maaf." ucapku.
"Ngobrol aja kalian, Kiyrra cerita terus pacar kamu." omel Pak Desan.
"Mampus loe ra mampus." bisik Audrey.
"Gara-gara loe sih, gue yang kena kan? Ah bete." timpalku.
"Ah bapak pacar apaan Kiyrra mah gapernah pacaran." bantahku pada Pak Desan.
"Itu tadi lagi apa sama Rifandi?" tanya Pak Desan.
"Cieee Kiyrra ciee Rifandi cieee ekhemmm." goda teman-teman sekelas.
"Rey loe bantuin gue napa?" pintaku pada Audrey.
"Kayaknya si Pak Desan ini gasuka deh loe deket-deket sama cowok. Apa jangan-jangan." ucap Audrey histeris.
"Jangan jangan apa?" tanyaku.
"Loe mau dijadiin menantu ra, omaygat."
"Gila lo ya." timpalku dongkol.
"Hehehhehe."
"Serius gue, bantuin Drey."
"Woy terus kalo Kiyrra sama Kak Rifandi, napa emang?" tanya Audrey pada teman-tema sekelas.
"Kiyrra masih gantengan juga Wisnu kali." sahut Wisnu dengan gaya so kerennya seraya mengelus-ngelus rambut dan mengeluarkan sisir rambut dari saku celana miliknya, lalu ia sisir-sisir rambutnya dengan mata yang di kedap-kedip kan.
"Ih najiss gue amit-amit jangan sampe tuh ya." ucapku.
"Hahahahahaha sakitttt nu sakiittt." ledek Felina.
"Sudah... Sudah jangan berisik! Kiyrra kamu ke depan dan cerita!" perintah Pak Desan padaku.
"Lah Kiyrra cerita apaan Pak?" tanyaku kebingungan.
"Apa aja, ayo cepat kedepan kamu!"
"Yha Bapak, cerita apaan Kiyrra?" tanyaku.
"Ya bebas!"
Dengan malas aku maju ke depan dan mulai mencari-cari cerita yang akan ku sampaikan di depan kelas. Sungguh malasnya. Tapi sebagai murid yang budiman serta teladan aku menurut saja, toh nanti Allah akan membalas semua ini dengan nilai yang akan diberikan Pak Desan yang tiada tara dan tiada banding.
"Ayo cepat!" perintah Pak Desan.
"Iya Pak ini juga mau ngomong." jawabku ketus.
"Ekhemmm.. Euu.. Aduh Pak, Kiyrra cerita apa sih?" tanyaku kembali.
"Apa aja silahkan!"
"Asalamualaikum Wr. Wb. Jadi.. Jadii... Anu itu loh, jadi aku disini maksudnya.. Ah Bapakk Kiyrra cerita apa?" tanyaku bingung.
"Yah kamu mau nyerita apa kek ra, cepet nanti Bapak gak kasih kamu nilai.. Mau kamu?" ancam Pak Desan.
"Iya deh Pak, Kiyrra mulai nih ya."
"Huuu ayo Kiyrra semangat ra... Lo bisa ra semangat!" ledek Audrey.
"Berisik ih loe!" ucapku kesal.
Aku mulai fokus untuk bercerita, entah nyambung atau tidak ceritaku ini yang penting aku sudah bercerita. Ini akan membantu menenangkan Pak Desan untuk tidak terus-terusan bicara. Semoga ini menjadi pahala kehidupan. Dan semoga ini awal yang baik dalam hal melatih public speaking. Betapapun seorang guru tahu yang terbaik untuk muridnya. Dan mungkin, ini yang terbaik. Salam sayang dariku ya Pak.
"Jadi maksud saya berdiri di sini saya ingin menceritakan sebuah karya saya ini bukan sesuatu yang saya alami melainkan ini sebuah cerita yang tiba-tiba terlintas dipikiran saya. Baiklah saya akan memulainya :
Malam itu aku teringat tentang dirinya. Rasa untuk dirinya tetap sama. Sama halnya ketika waktu pertama bertemu. Setengah tahun yang lalu tepatnya 9 bulan yang lalu. Entahlah aku tak pernah merasakan hal aneh seperti ini. Namun aku tahu ini rasa manusiawi. Semakin aku menolak kehadiran rasa itu, rasa itu tumbuh semakin besar dalam sanubariku. Aku bingung, ketika Tuhan menciptakan rasa ini namun dikemudian hari rasa ini bisa saja hilang dan berpaling pada yang lain. Lalu apa maksudnya Ia memberikan rasa kepada kita teruntuk orang yang sebelumnya? Sebenarnya apa rencana Tuhan? Saat ini aku memang menolak rasa itu. Sangat sulit memang dan sakit. Aku tak peduli dengan rasa nyeri yang menusuk lubuk hatiku. Mengenal dan bisa dekat denganya saja aku sudah bersyukur. Kelak jika Tuhan memberiku kesempatan bersamanya aku takkan menyia-nyiakan hal itu. Orang menilaiku egois itu tak masalah. Aku tetap teguh pada pendirianku. Tak peduli apa yang orang katakan. Ini masih tentang rasa, ah andai ada yang mengerti diriku tentang hal ini. Janjiku pada negeri, orangtua dan guru masih sangat berharga dibanding rasa ini. Aku berjanji, ketika janjiku sudah ku penuhi aku akan kembali dengan rasa yang sama. Entah apa yang akan terjadi kelak, aku tak tahu. Hanya takdir yang akan menjawab. Namun aku takut, takut kalau kau bukan takdirku. Sungguh aku merasa takut. Aku tak mau itu terjadi. Aku hanya ingin kau menjadi takdirku. Tolong pegang janjiku baik-baik, aku tak mau punya rasa selain kepadamu. Aku tak mau orang lain menjadi takdirku.
Tuhan hukum aku jika kelak aku menolak takdir yang kau berikan karena takdirku bukan dia. Maafkan aku Tuhan. Sungguh aku tak mau jika itu terjadi. Aku takkan memberikan rasa ini untuk yang lain. Hanya kepadanyalah rasa ini tumbuh. Ku mohon mengertilah. Ampuni aku mencintainya.
Terimakasih, itulah yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila yang saya sampaikan ini tidak nyambung atau mungkin ada kata yang tidak berkenan di hati anda semua. Sekali lagi terimakasih banyak. Karena ini sifatnya hanyalah dadakan semata."
Semua teman-teman sekelasku bertepuk tangan dan merasa haru dengan yang aku sampaikan di depan kelas. Memang benar-benar lebay mereka itu. Padahal mana ku ngerti apa yang barusan disampaikan itu. Peduli apa aku dengan kata, kalau Sapardi saja bilang:
Jangan percaya pada mulut Sapardi
Maka untuk kali ini aku juga akan berucap hal yang sama, Jangan percaya pada mulut Kiyrra.
"Aahhh Kiyra lo bikin gue terharu tauu." puji Dee disertai dengan tangisan keci. Terlihat dari matanya yang berkaca-kaca.
"Ih loe keren banget lo sumpah." puji Audrey.
"Anjirlah ngena hati loh ra." ucap Felina.
"Loe jomblo sedari orok tapi bisa juga ya loe bikin ginian jirr." ucap Reska.
"Gue salut sama lo, ah ngena bangetttt." tambah Erlina.
Aku yang dapat pujian dari teman-teman sekelas hanya masang wajah senyum dan muka yang so dianggun-anggunkan seraya manggut-manggut. Lalu dengan langkah so anggun aku memutuskan untuk kembali kebangku tempat dimana duduk bersama Audrey. Namun tiba-tiba Pak Desan mencegahku.
"Kiyrra mau kemana kamu?" tanyanya.
"Ini saya mau duduk Pak, kan udah ceritanya." jawabku.
"Belum lah masih ada tanya jawab."
"Lah kok gitu sih Pak?" tanyaku heran.
"Ya iya gimana sih kamu." jawabnya.
Itulah Pak Desan. Guru paling menyebalkan. Sepanjang Aku mengenal guru, Pak Desan adalah guru yang tak pernah bisa aku bantah perintahnya. Dari semua guru, Pak Desanlah guru yang tak bisa dikalahkan debatnya. Hanya Pak Desan. Tapi, aku tetap punya prinsip:
Sebagai murid yang budiman
"Yah dengarkan Bapak baik-baik dan jawab dengan jujur!" katanya.
"Untuk siapa untaian kata yang kamu buat tadi?" tanyanya.
"Ya untuk yang mendengarkan saya bercerita barusan lah Pak. Bapak ini gimana sih." jawabku kesal.
"Buat pendengar atau buat Rifandi nih?" godanya.
"Apaan sih pak.” jawabku kikuk.
"Saya mau kamu jawab tuh pake untaian kata lagi kiyrra, jadi kita saling sahut untaian kata. Ngerti kamu?"
"Hah masa gitu Pak?"
"Yah gitu pokoknya!"
Kulirik Audrey dan Dee sambil pasang wajah yang seakan bertanya 'gimana ini?'. Mereka hanya tertawa dan bicara gak jelas.
"Cieee maen untai kata ni yee.." ledek Audrey.
"Ra selamat beralay-alay ya ra ya.." ledek Dee kemudian.
"Hahahahahahahahhahhaha…" tawa mereka bersamaan.
"Dasar teman yang sinting!" ucapku.
"Siap kamu Kiyrra?" tanya Pak Desan.
“Mau gak siap juga gak bisa kan?”
“Bagus kalau kamu mengerti.”
"Iya Pak silahkan mulai." jawabku so yakin.
“Untuk siapa untaian kata tadi?” tanya kembali Pak Desan.
“Dalam setiap untaian yang mampu ku katakan, orang yang mampu mendengar dan merasakan apa yang ku rasa ketika aku mengatakan untaian kata demi kata yang tadi kuucaplah aku persembahkan teruntuk mereka. Sang jiwa yang mampu merasakan dan mendengar.”
“Seandainya rasa kau padanya tak mampu kau miliki seutuhnya, jiwa dan raga orang yang ada dalam untaian tadi. Apa yang hendak kau lakukan?”
“Tuhan tidak mungkin salah memberikan rasa dan takdir dalam hidup setiap insan. Memang kadang hidup ini tak pernah sesuai dengan apa yang kita inginkan. Namun percayalah Tuhan lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Dan satu yang harus kita yakin, takdir Tuhan itu indah.”
“Apa menurutmu cinta itu?”
“Cinta? Bapak tanya saya Cinta? Cinta adalah sesuatu yang bodoh yang hadir dalam setiap insan. Cinta adalah rasa yang abadi ada dalam naluri setiap insan. Cinta adalah kesakitan yang mampu membuat kita sakit karena tak mampu untuk mengungkapkan rasanya. Cinta adalah misteri yang sangat sulit terpecahkan. Cinta adalah segala hal yang ada dan nyata terasa disetiap hati dan jiwa manusia. Cinta itu adalah kodrat yang diberikan Tuhan. Cinta itu adalah suci, yang mampu menjaga, mengasihi dan yang kadang bukan mata yang mampu melihat namun dapat dirasakan dengan hati, karena kadang pilihan hati tak sesuai dengan pilihan mata. Pilihan mata bisa saja bagus namun belum tentu pilihan hati pun bicara bagus dan pilihan mata bisa saja bicara buruk namun kita tak tahu seburuk apapun mata menilai, hati akan beranggapan itu bagus. Hati dan mata itu kadang tak searah. Kau hanya harus menggunakan hatimu untuk mengetahu hal yang benar-benar baik untukmu.”
“Bila cinta itu adalah kodrat yang diberikan oleh Tuhan bagi setiap manusia, lantas bagaimana dengan kau? Apa kau juga merasakan Kodrat tuhan tentang rasa mencintai seseorang?”
Seketika aku diam. Diam mendengar pertanyaan selanjutnya yang disampaikan Pak Desan. Aku tak tau harus menjawab apa. Aku bingung. Ku lihat Pak Desan masih melihatku dengan tatapan penasaran atas jawaban yang hendak keluar dari mulut ini. Ku tundukan kepala dan mulai mencari jawaban pas untuk pertanyaan ini.
“Kiyrraaa...” ucap Pak Desan.
Aku tak bergeming dan tetap diam. Bingung apa yang harus aku ucapkan. Apa lagi yang harus ku jawab tentang cinta? Untuk harus membedakan diri perihal punya atau tidaknya cinta saja sulit untuk dianalisa. Sejatinya, aku tau. Hanya saja belum merasa. Apa aku harus menjawab apa yang ku tahu atau apa yang ku rasa? Orang-orang selau mengandalkan pengetahuan mereka daripada perasaan mereka, apakah ada yang salah dalam diriku yang lebih mengandalkan perasaan disini?
“Kiyrraaaaa...”
Aku tetap diam.
“Kiyrra...?”
Aku tetap diam.
“Kiyraaa... bisa jawab Bapak?”
Aku mulai menarik nafas untuk menjawab pertanyaan Pak Desan. Mulutku gemetar. Seketika tubuhku terasa lemas. Keringat dingin mulai keluar. Jantungku berdekup begitu kencang. Hawa panas mulai terasa dalam ruangan kelasku ini. Tapi dengan susah payah, aku mulai bicara untuk menjawab pertanyaannya. Bagaimanapun pertanyaannya harus dijawab, karena takutnya aku dibilang PHP jika tak kunjung di jawab segera. Dan bagaimanapun sebuah pertanyaan selalu memerlukan jawaban. Mau serumit apapun hal itu.
“Saya tidak akan jatuh cinta!” ucapku dengan kata-kata yang tak disangka keluar dari mulut.
“Kenapa? Bukankah cinta yang tadi saudara paparkan adalah sesuatu yang merujuk pada keindahan? Kenapa dengan hal ini saudara menolak kodrat Tuhan?” tanya Pak Desan.
“Saya tidak akan jatuh cinta!” jawabanku masih sama dengan jawaban yang pertama.
“Kiyrra… Kiyrraa…” keluh Pak Desan.
“Bapak jangan paksa saya perihal cinta. Saya tahu, beberapa kisah dalam novel sudah cukup puitis untuk menjelaskan. Pengetahuan saya tentang cinta banyak saya temui dalam buku-buku. Peduli apa saya? Saya hanya penikmat bacaan. Pengetahuan saya belum sampai pada titik pengalaman. Percuma saya tahu banyak tapi perasaan saya gak ada!” jelasku.
“Dan pertanyaan saya tetap pada yang tadi.”
“Dan jawaban saya juga tetap. Sekali lagi, saya orang yang menolak tentang cinta!”
Aku menjawab dengan perasaan menggebu-gebu. Entah sadar atau tidak. Pak Desan yang terlihat kaget pula teman-temanku juga. Keadaan dikelas sudah menegang. Mereka tahu betul jika seorang Kiyrra gak bisa dikalahkan debatnya jika masih punya beberapa argumen untuk dipatahkan sekalipun itu dengan guru. Dan ini debat paling sunyi yang tidak melibatkan siapapun. Tak ada yang mampu masuk keperdebatan antara aku dan Pak Desan, terkecuali Audrey.
“Raaaaa..” ucap Audrey.
Ku lirik ia, dengan wajah yang seakan bertanya ‘kenapa’. Tak biasanya Audrey nimbrung percakapanku dengan Pak Desan. Karena setauku Ia lebih baik memainkan handponenya daripada harus ikut mengeluarkan suara.
“Boleh saya menambahkan?” pinta Audrey yang melirikku kemudian melirik Pak Desan.
“Silahkan.” jawab Pak Desan.
“Saudari Kiyrra, saya tau anda. Anda mencintainya, namun anda tak pernah mengakui keberadaan rasa itu. Anda tidak bisa membohongi diri anda. Cinta itu ada dan tetap ada dalam setiap insan. Jangan membuat rasa pada diri anda tersembunyi. Buka diri anda, ini hidup. Hidup tanpa cinta tidak akan lahir kata kasih sayang. Lagian yang saya tau cinta itu bukan hanya pada pasangan seorang perempuan dan laki-laki saja. Kata cinta itu luas saudari Kiyra, cinta itu bukan hanya dalam segi itu saja. Contohnya, cinta tanah air, cinta guru, cinta orang tua, cinta Allah, cinta sesama manusia, cinta itu luas Kiyra!” ucap Audrey yang membuatku membeku ditempat.
“Bukalah hatimu Kiyrra, seperti apa yang kau katakan tadi, jangan egois! Hidup ini sangat disayangkan jika kau tak pernah mensyukuri setiap hal yang ada!” sambungnya.
Aku memandang Audrey seakan bingung dengan apa yang harus ku jawab. Aku tidak bodoh menilai, termasuk menilai ucapan Audrey ini benar. Aku mulai menarik nafas, membuka mulut seakan tanda ingin berkata dan aku mulai berkata,
“ini prinsipku apapun itu, ini pilihanku!”
“Assallamu’alaikum...”
Tiba-tiba ada yang mengucap salam dan mengetuk pintu kelas. Dan ku buka pintu kelas itu, dengan terkejut kulihat sosoknya kembali.
“Kiyrraaa..” ucapnya.
“Eh kak Rifandi, ada apa? Ini Kiyrra belum keluar masih pelajaran Pak Desan.” ucapku.
“Silahkan masuk.” ucap Pak Desan.
“Eh Rifandi, mau jemput Kiyrra?” tanya Pak Desan.
Aku hanya diam memikirkan ucapan Audrey tadi, entahlah ucapannya membuatku bingung dan bertanya-tanya, ‘lalu bagaimana dengan prinsip hidupku?’ dan ku lirik Kak Rifandi sekilas. Ya Audrey benar.
“Iya Pak, mau kumpul OSIS.” jawabnya sambil melirik ke arahku sekilas.
“Nah kebeneran, silahkan duduk dulu. Kita lagi debat. Yaudah kita lihat sekarang jawaban Kiyrra jika sudah ada Rifandi.” ucap Pak Desan.
“Udah Pak udah bubar, Kiyrra sibuk ih.” protesku.
“Kalo udahan Bapak gaakan kasih kamu nilai! Lanjutkan debat ini!” perintah Pak Desan.
“Tapi saya harus kumpul OSIS Pak, lagian otak saya sudah gak konek untuk membuat untaian-untaian kata itu.”
“Setiap masalah harus bisa dituntaskan dengan baik Kiyrra!” ucap Pak Desan.
Aku gak enak sama ka Rifandi, sungguh aku gak enak membuat ia menunggu. Aku benar-benar kesal hari itu! Kenapa harus begini! Aku gak suka dengan apapun yang berkaitan dengan cinta, bagaimana ini ada Kak Rifandi pula dikelas. Kenapa guru Bahasa Indonesiaku menyebalkan? Ahhh Tuhannn... Aku benci hari sabtu ini! Pak Desan benar-benar selalu punya cara untuk memojokkan. Apasih mau nya guru ini? Kenapa harus aku yang selalu ada diposisi ini? Muridnya kan banyak! Tidak hanya satu orang yang bernama Kiyrra saja.
“Kak maaf ya, Kakak jadi terlibat. Sungguh Kiyrra gak enak ini kita harus rapat tapi malah terjebak di kelas Kiyrra. Kiyrra minta maaf kak, Kiyrra gak enak banget kak. Maafin Kiyrra." ucapku penuh penyesalan.
“Ga apa-apa ra lagian kita kumpulnya masih lama, nunggu Kakak-kakak OSIS lainnya yang sedang kumpul ekstrakulikuler pramuka." jawabnya.
“Ya sudah Pak cepat mulai lagi, lebih cepat lebih cepat pulang nih!” ucap Hilman.
“Iya iya sudah, sampai dimana tadi kita Kiyrra?” tanya Pak Desan.
Aku tidak menjawab. Entah kenapa rasanya, aku tidak berselera untuk membuka mulut menjawab apa yang harus dijawab dari pertanyaan Pak Desan. Sudah terlanjur gak suka ya gak suka. Tapi berhubung, ada malaikat yang berbisik untuk tidak bersikap ketus terhadapnya, kupaksakan diri ini untuk ramah layaknya hari-hari sebelum tibanya hari ini.
"Pak, Bapak guru Kiyrra. Entah apa yang menjadi manfaat dari semua ini, Kiyrra harap kelak akan ada sisi dimana ini menjadi sebuah renungan berharga." gumamku.
“Sampai Kiyrra dan Audrey yang adu pendapat Pak!” jawab Reska.
“Oh iya, silahkan sambung perdebatan antara dua sobat ini." ucap Pak Desan.
Audrey menatapku dan aku pun menatapnya. Kami diam. Pikiranku dengan Audrey memang tak sejalan jika berbicara 'cinta'. Aku tau dia lebih mengetahui soal cinta sedang aku apa? Jatuh cinta saja baru sekali saat ini saja. Aku ini manusia jadul yang hidup dimasa modern, di masa cinta berkeliaran. Namun tetap ku tolak dengan sepenuh jiwa dan raga demi menjaga keutuhan sang mimpi.
“Kiyrra, kamu itu gengsi! Aku tau semua hal tentangmu! Jangan biarkan aku untuk mengatakannya disini! Dalam setiap jiwa manusia akan ada rasa yang timbul bagi setiap lawan jenisnya Kiyrra! Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan dan Tuhan tidak pernah salah dalam memberikan rasa terhadap setiap insan. Dunia tanpa cinta itu tidaklah indah. Dunia tanpa cinta sama dengan kehampaan. Hidup itu harus enjoy, tak boleh terlalu serius. Jika cinta tidak ada dalam hati, jiwa dan pikiranmu saat ini, bukan berarti kamu tak punya cinta namun belum saatnya cinta itu datang!” ucap Audrey.
Sekali lagi aku terdiam. Aku diam mendengar apa yang dikatakan Audrey. Aku kalah dan aku tak tau harus berkata apa. Kak Rifandi seandainya kau tau ini. Seandainya kau mengerti bahwa saat ini aku sedang menolak kehadiranmu dalam hatiku.
Dalam hidup kadang kita dipertemukan dengan masa sulit, masa memilih contohnya. Memilih itu sulit. Kadang kita merasa mimpi dan cinta adalah hal yang dibutuhkan dalam hidup. Tapi nyatanya, keduanya itu saling merusak satu sama lain. Jika orang berkata, keduanya bisa diambil hanya tergantung kita saja yang menjalankannya. Kurasa itu salah. Jadi manusia jangan serakah, fokuskan pada satu titik! Cinta atau mimpi? Jangan ambil keduanya dikala pikiran kita masih labil, bisa saja keduanya saling merusak. Karena sehebat apapun kita, satu pikiran dalam suatu bidang kacau maka terkacau pulalah semua bidang. Tuntaskan satu per satu bila tak ingin berkacau kacau.
“Aku tau kamu mencintainya, namun kamu gengsi untuk mengakui. Jangan menyiksa hati Kiyrra, karena suatu hari kau akan menyesal dengan apa yang telah kau sembunyikan!” sambung Audrey.
“Tapi ada hal yang tak bisa aku katakan dan tak mungkin kau mengerti ini. Aku hidup bukan untuk cinta. Aku tak akan jatuh cinta. Ini prinsipku. Ini pilihanku. Jatuh cinta tidak berlaku dalam hidupku. Aku akan berada pada prinsipku. Dan sampai dimana aku belum bisa merubah negeriku sendiri, aku tak bisa memberikan rasaku untuk siapapun. Walau nyeri dan sakit yang kurasa dalam hati, aku tak apa. Karena hanya melihat negeriku sejahtera saja itu sudah lebih dari cukup bisa membuatku bahagia.” ucapku.
“Apa anda tau, jika ucapan anda mampu membuat seseorang sakit?” tanya Kak Rifandi.
Aku tak tau kenapa ia bertanya begitu, aku tak tau apa maksudnya. Kak Rifandi, ku mohon maafkan aku. aku tak tau harus berkata apa. Aku bingung dan aku menyesal berkata terlalu jauh seperti itu. Untuk saat ini, hanya aku dan Tuhan yang tahu. Maafkan atas segalanya Tuhan. Jika cinta itu ada, kenapa hal ini harus dihadapkan pada sang mimpi? Mimpi itu segalanya. Sebagai dasar juang untuk masa depan. Sedang cinta apa? Belum tentu cinta menjadi milik kita. Tuhan yang lebih tahu, dan aku meyakini takdir-Nya.
“Maksud Kakak apa?” tanyaku.
“Ucapan anda itu terlalu mengingkari kodrat hidup manusia. Jika ada orang disini yang sakit dengan perkataan anda apa yang akan anda lakukan?”
“Saya tidak bermaksud untuk menyakiti siapaun. Apa yang saya ucapkan adalah apa yang saya pegang dalam hidup saya!”
“Saya permisi untuk keluar, karena saya akan mengadakan rapat OSIS hari ini. Mohon izin Pak." pinta Kak Rifandi.
Aku hanya diam dan hilang pikir. Fokusku hanya pada apa yang Kak Rifandi tanyakan. Ada apa dengan Kak Rifandi? Aku salah? Aku harus bagaimana ini? Apa aku menyakitinya?
Beberapa orang mungkin akan berpikir aku gila atau bahkan tidak normal dengan beberapa asumsi yang ku pegang. Biarlah itu menjadi urusan mereka. Aku tak perlu repot mengurusi hidup mereka, mereka punya Ibu dan mereka bukan bayi. Aku hanya perlu mengurus hidupku, membuka mulut dan memasuki nasi kedalam mulut yang dibuka itu.
“Silahkan..” kata Pak Desan.
Kak Rifandi keluar dari kelasku. Entah kenapa aku merasa bersalah padanya. Tapi apa yang salah dariku untuknya? Siapa dia?
“Saya juga pamit karena saya adalah anggota OSIS dan sama akan melaksanakan rapat." sambungku.
“Ya sudah anak-anak, kita akhiri materi hari ini. Sampai jumpa di hari selasa." ucap Pak Desan.
Dengan cepat ku ambil tasku. Aku tak menyapa Audrey dan juga Dee. Tak juga menyempatkan diri untuk bersalaman dengan Pak Desan. Aku dengan cepat menuju ruang OSIS untuk rapat. Aku merasa kalau aku menyinggungnya atau mungkin apa itu namanya, yang pasti aku merasa ada yang aneh dari tingkahnya. Ini Kiyrra, anak yang selalu tau banyak terkait psikologi. Jadi firasat mengatakan, sedang ada kejadian yang tidak begitu baik terjadi.
Pak Desan. Seharusnya tak usah ada hal seperti ini! Gara-gara pembelajaran gilanya membuatku merasa jadi orang paling jahat terkait beberapa asumsi yang kupegang sendiri.
***
Perihal cinta
Tak ada yang tertata
Datang tiba-tiba
Tanpa diminta
Memberi kesan gila
Bagi para perasa
Selalu jadi yang utama
Dari berbagai alasan nyata
***
Aku sampai di kelas Kak Rifandi kelas XI IPA 2. Entah apa dan kenapa aku tak tau yang terjadi dengan Kak Rifandi karena ia sekarang berbeda dengan Rifandi yang kemarin-kemarin ku kenal. Dia dingin dan acuh padaku. Bahkan untuk melihatku saja ia tidak. Heh kenapa juga hal ini harus repot-repot ku pedulikan. Bikin repot otak saja, tapi kenapa sangat bertolak belakang dengan apa yang dimau hati? Ada apa ini Kiyrra? Tetap fokus! Dia tiada bukan hanyalah orang lain yang dengan paksa memasuki hatimu. Jangan sampai pertahanan ini kalah. Kamu harus terus melawan keanehan yang mulai muncul dipermukaan hidupmu. Kamu di didik untuk mencapai puncak keberhasilan sebuah mimpi. Bukan untuk membuang waktu dengan sekumpulan tali yang berbelit tanpa ujung penyelesaian yang mana itu bernama cinta.
“Hari ini saya buka rapat kali ini, baik teman-teman dikarenakan kita sekitar satu bulan lagi akan menjelang UAS dan setelah UAS kita adakan Porak lalu MOPD bagi calon siswa-siswi baru. Maka kita perlu mempersiapkannya dari sekarang."
Rapat hari ini membahas tentang Porak dan MOPD. Aku gak enak demi apapun sepanjang acara rapat hanya nunduk dan tak sanggup untuk melihat kearahnya. Aku duduk seperti biasa, disebelah Kak Helna. Entah kenapa selalu sebangku dengannya. Harus kuakui pernah ada kejadian dimana saat aku dan Kak Helna bertugas menyusul tiap kelas diwaktu pagi hari untuk mengaji. Tiba-tiba, Pak Zim memanggilku dengan sebutan Helna. Untung Kak Helna sadar akan kesalahpahaman si Bapak, ia langsung menghampirinya.
Kalau kumpul OSIS aku adalah anak yang jarang bicara dan bahkan terlihat pendiam. 180° derajat bedanya ketika dikelas atau kumpul ekstrakulikuler lainnya. Tahu kenapa? Entah kenapa rasanya tuh canggung saja. Mungkin orang-orang diruangan ini akan beranggapan kalau Kiyrra ini adalah orang yang pendiam, memang kuakui aku ini pendiam. Hanya pada situasi tertentu. Karena aku adalah orang menyakitkan. Juga mungkin mereka akan berpikiran kalau aku ini adalah penurut pada guru, memang nurut. Tapi kadang guru yang nurut padaku. Mungkin juga orang disini akan menganggapku jarang bicara, asal kalian tahu aku tidak pernah berhenti bicara ketika dikelas sampai pada apa yang aku minta diturut. Dan aku tidak akan berhenti bercerita sepanjang mata pelajaran berhenti.
Kata orang itu adalah efek tahi lalat yang posisinya berada diatas bibir. Kuakui kalau aku memilikinya, bahkan sangat besar. Kalau difoto menggunakan effect C360 saja masih terlihat. Memang payah. Tapi kadang ada situasi dimana aku hanya akan diam dan bicara seperlunya. Kurasa orang banyak bicara itu bukan karena effect tahi lalat, tapi tergantung pada mood. Disini aku tidak ingin membaik-baikan diriku, karena sejujurnya aku tidaklah baik. Banyak menyakiti orang, kuakui hal itu. Bicaraku sekenanya tanpa adanya penyaring yang terpasang. Tapi kutahu orang banyak memandangku berbeda. Maafku akan terus terucap kepada kalian yang selalu kubuat sakit.
Setelah terbaginya susunan kepanitiaan dari setiap acara yaitu Porak dan MOPD, rapat pun selesai dan dengan segera aku pulang karena hari sudah semakin sore. Aku takut kalau nanti tak ada angkot yang tersisa menuju kearah rumahku. Kalian tahu, rumahku kan ditepi hutan yang mana tidak tercatat dalam peta. Kurasa pembuat peta lupa mencatat nama daerahku. Atau daerahku memang bukan bagian dari negara Indonesia?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Kiyrra Kepada Rifandi
RomanceCinta bagiku hanya sebuah kata yang tiada bermakna. Namun hati berkata, cinta itu ada dan kepada siapa itu tertanam maka hanya Aku yang tahu jawabannya. Cinta diam-diam, tidak ada yang mengetahui betapa menyakitkannya hal itu terasa. Menyakitkan ata...