Hati-hati dengan potensi, datang tanpa pasti. Hadirnya penuh antisipasi yang bisa melahirkan sensi
Keadaan kelas ketika ku masuk sangat berisik, tidak terkontrol. Ada yang main gitar, ada yang tidur adapula yang makan. Beracam ragam dan beragam aktivitas. Reska tak kutemui di kelas, mungkin masih di kantin Abah Tisana begitupun dengan Felina dan Ratia. Bel pulang sebentar lagi berbunyi, membuat keadaan kelas semakin tidak kondusif. Aku juga sudah memasukkan alat tulis dan hal lainnya kedalam tas.
Dretttt... Drettt... tiba-tiba ponselku berbunyi, kulihat ada pesan masuk berupa pengumuman dari OSIS. Isinya memberitahukan kalau hari ini sepulang sekolah akan diadakan rapat terkait berbagai program kerja yang akan di landingkan.
"Kenapa lo ra?" tanya Audrey.
"Mampus gue, hari ini ada rapat OSIS." keluhku.
"Yaaahhh gak pulang bareng dong." ucap Dee.
Aku hanya menggelengkan kepala terkait komentar-komentar yang mereka katakan. Percayalah hari ini aku sangat lelah, dan ingin segera sampai dirumah menghabiskan waktu bersama buku-buku yang akan sudah ku pinjam.
Tak lama bel pulang sekolah berbunyi, semua temanku terlihat sangat senang. Hanya aku yang merasa terpaksa. Dee melirikku seraya berkata, "Kalau mau pulang izin aja."
"Iya Ra, lagian lo kelihatannya pucet. Sakit ya?" ucap Audrey.
"Sakit abis di suntik ya Ra?" ledek Hilman.
"Apasih lo?" timpalku.
Seketika ku lihat Audrey dan Dee mencubit Hilman, entah bagaimana rasaya. Samar-samar kudengar suara, "Sssssttttt..." dan Hilman pun diam.
"Ayo pulang," ucap Nila.
"Yaudah sana kalian pulang, gapapa kok gue." kataku.
"Lo mau kemana Ra?" tanya Nila.
"Gue ada rapat OSIS." jawabku.
"Yaudah kita duluan." pamit mereka.
Tinggallah aku sendiri di kelas. Dengan menggendong tas ransel, aku berjalan melewati lorong kelas, menuruni anak tangga menuju kelas Kak Rifandi. Perasaanku tak bisa untuk dijelaskan, ada sedikit ragu yang mengganggu. Fokusku hilang entah bersembunyi di ruang paling terdalam mana hingga aku tak bisa untuk menariknya kembali.
"Kiyrra..." tiba-tiba ada yang memanggilku, ku lirik ke belakang ternyata Lara.
Lara adalah sobatku saat masih di kelas X6. Yang pernah ku ceritakan ketika dia memberikan surat peringatan OSIS padaku. Dulu saat kami masih sekelas, kita sering kemana-mana berempat bersama Audrey, Dee, Aku dan Lara. Karena Lara mengambil konsentrasi IPA kita jadi pisah. Rencananya kelas XI nanti aku juga akan pindah jurusan ke kelas IPA dan tentu akan sekelas dengan Lara.
"Hai Lar," sapaku.
"Barengan dong,"
"Ayoo.. betah di kelas IPA?" tanyaku.
"Yaa Kiyrra pasti nyesel gak masuk."
"Mulai deh..."
"Hahahaha.." kita tertawa bersama.
Aku adalah penggembar eksak, hanya saja dulu sifat plinplan lebih mendominasi diri sehingga tak bisa untuk tegap pada pendirian. Bila saja tidak ada hal yang membuatku plinplan mungkin hari ini aku masih sekelas bersama Lara. Banyak orang mengiraku bagus dalam pemikiran, nyatanya aku rapuh ketika dihadapkan dengan pilihan apalagi dengan prakteknya. Tuhan manciptakan manusia dalam segi kelebihan dan kekurangan, aku hanya mencoba menelaah diri bahwa aku memang tidak sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Kiyrra Kepada Rifandi
RomanceCinta bagiku hanya sebuah kata yang tiada bermakna. Namun hati berkata, cinta itu ada dan kepada siapa itu tertanam maka hanya Aku yang tahu jawabannya. Cinta diam-diam, tidak ada yang mengetahui betapa menyakitkannya hal itu terasa. Menyakitkan ata...