CUTI KE BALIKPAPAN

640 22 0
                                    

Bulan seperti rembulan. Hanya elok pada waktunya. Tak begitu menonjol dimanapun. Namun selalu diperhitungkan. Bulan mewarisi sikap ayahnya yang tenang. Bulan bukan gadis yang berlebihan. Dia terlihat manis, mewarisi wajah Anggrek ibunya. Bulan tengah beranjak ramaja. Dia tetap terihat tenang dan manis, seperti masa kecilnya. Tidak banyak berubah. Matanya tetap sesayu ibunya. 

Bulan seperti bocah-bocah lainnya. Dia begitu menyukai buku. Dia bisa membaca apasaja. Dia suka sekali membaca novel. Novel apa saja. Dia juga suka menulis puisi. Tak ada yang mengalahkannnya untuk urusan itu. Bulan pernah jadi juara bikin puisi atau pantun se Samboja. Bulan sudah di SMP. Kemungkinan dia akan dikirim untuk lomba serupa ke Balikpapan. 

Bulan dikenal para guru, meski Bulan bukan anak yang terlihat menonjolkan diri. Bulan lebih peduli pada apa yang dibacanya atau ditulisnya. Bulan tak peduli orang berpikir apa soal dirinya. Seperti ayahnya. Sekolah Bulan adalah sekolah negeri. Beberapa gurunya sangat peduli padanya. Mereka kadang sedikit ingin tahu tentang muridnya yang berprestasi itu. Kebetulan mereka berjalan kaki pulang dari sekolah. Dalam perjalanan mereka bercakap-cakap.

"Nak, kau tinggal dimana?" 

"Dua jam jalan kaki dari sini Pak." 

"Kau tinggal dengan ayah-ibumu?" 

"Bukan." 

"Terus, dengan siapa kau tinggal." 

"Kakek dan Nenek."

 "Dimana ayah dan ibumu Nak?" 

"Ibu sudah meninggal sejak aku lahir. Karenanya aku memakai nama Ibu di depan namaku." 

"Dimana ayah??" 

"Ayah di Jawa." 

"Kerja apa disana?" 

"Jadi serdadu disana." 

Mereka akan berpisah jalan. Si guru lalu berpesan sesuatu. 

"Jangan lupa lusa ya Nak. Kita ke Balikpapan. Jangan kalah sama anak kota." 

"Iya Pak." 

Bulan tersenyum. Murid dan guru itu pun berpisah jalan. 

Dalam perjalanan, Bulan melihat seorang berpakaian hijau dan membawa ransel besar. Bulan merasa orang itu tidak asing baginya. Sosok yang sebebarnya tak pernah dilihatnya hampir sembilan tahun. 

"Ayah?" teriak bulan. 

Dia sudah lama tak lihat wajah ayahnya. 

"Ayah ini Bulan." 

Bulan berlari ka arah pria itu. Semakin dekat, Bulan semakin yakin. Dan Item pun memeluk gadis kecilnya itu. 

"Kamu sudah besar Nak." 

"Bulan rindu ayah." 

Ayah dan anak berpelukan setelah sekian tahun tak bertemu. Beruntung mereka bisa baca tulis. 

"Ayah kemana saja?" 

"Dari pulau yang jauh Nak." 

"Ayah terluka disana?" 

"Tidak Nak. Ayah nyaris belum pernah kena tembak." 

"Syukurlah, Ayah." 

"Ayo kita ke rumah kakek." 

Mereka berdua lalu berjalan pulang. Menuju rumah. Mereka akan bercengkrama layaknya orang yang baru datang. Item sudah pasti akan ke makam Anggrek. Item juga ingin habiskan banyak waktu dengan putrinya. Item akan menemani Bulan ke lomba menulis pantun. 

ANGGREK HITAM - PETRIK MATANASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang